🥀 Chapter 10
Changbin kembali pulang ke rumah, setelah memastikan Yoora pulang dengan mobilnya. Dia sempat memasuki ruang kedisiplinan bertiga bersama Yoora dan Hyunjin. Tetapi, tidak ada yang terkena hukuman berat, hanya sebuah teguran keras dan catatan kesiswaan mereka tercoreng.
Kyla sedang membaca majalah seperti sebelumnya, "Ma, aku pulang."
"Kamu sudah pulang? Bagaimana perasaanmu hari ini, Changbin?"
"Tidak baik." Changbin menjawab seraya meletakkan tas sekolah di sisi sofa yang kosong dan duduk di sebelah wanita yang menjadi ibunya.
Kyla sontak berdiri dengan mata yang membulat tidak percaya, anak tunggalnya bisa menjawab pertanyaan sederhana itu, "Ka ... kamu tidak baik, sayang?" Kyla berucap dengan terbata-bata, dan kembali duduk dengan ekspresi yang tidak berubah.
Changbin mengangguk, "Aku tidak baik. Aku marah, Ma."
"Kenapa?" tanya Kyla yang mencoba menggali lebih lanjut.
"Aku diganggu oleh Hyunjin. Tetapi, Yoora yang terkena pukulan darinya. Oleh sebab itu, aku marah, Ma."
Kyla tertawa kecil, matanya berkaca-kaca, dengan tangan gemetaran dia memeluk Changbin dan menangis di pundak anaknya. Mengucapkan syukur berkali-kali, karena perkembangan anaknya.
"Kamu dipanggil oleh guru?" tanya wanita tersebut.
"Iya. Tidak sampai terkena diskors, hanya sebuah teguran." Balas Changbin mengingat kejadian di ruang kedisiplinan.
"Tidak apa-apa, sayang. Kamu berhak untuk marah. Yoora yang mengajarimu tentang marah?" tanya wanita yang bertugas sebagai snipper terkuat di grupnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Changbin mengangguk, dia diam ketika sang Mama memeluknya lebih erat.
Baik Kyla maupun Jinwoo sama-sama mengetahui kalau Changbin berteman dekat dengan Yoora, dan banyak kejadian lainnya yang mereka tahu. Kyla dan Jinwoo tidak berniat untuk memutuskan hubungan pertemanan yang jarang dibangun oleh anak tunggal mereka.
▪︎▪︎▪︎
Yoora pulang dengan senyum yang terlukis di wajahnya. Sang supir melihat dengan wajah pias dari kaca kecil di tengah, "Sudah sampai, Nona."
"Terima kasih, Paman." Kata Yoora yang berusaha mencari handle pintu mobil.
"Biar saya bukakan untuk anda, Nona. Tunggu sebentar." Pinta sang supir dengan cepat keluar dari mobil dan membantu Nonanya untuk keluar dari mobil, berjalan sampai ke dalam rumah.
"Selamat datang kembali, Nona."
"Mama dimana, Bibi?" tanya Yoora yang melepaskan tas sekolahnya. Karena, asisten rumah membantu mengambilnya.
"Astaga, pipi Anda kenapa, Nona?"
Yoora tersenyum kecil, "Hanya luka kecil, Bi. Tidak apa-apa, sebentar lagi juga sembuh. Oh, ya, Mama dimana, Bi?"
"Nyonya di kamarnya, Non. Mari saya antarkan."
"Terima kasih, Bi." Yoora mengucapkannya dengan tulus. Asisten rumah tangga itu menuntunnya menaiki selangkah demi selangkah anak tangga untuk mencapai kamar orang tuanya. Walaupun, Yoora pernah berkali-kali mengatakan kalau dia bisa sendiri naik ke atas. Baik Hani ataupun pekerja di rumah tidak membiarkan Yoora melakukannya sendirian.
"Sudah sampai, Non." Ucap asisten rumah tangga itu dengan sopan, dia mengambil tangan Yoora dan meletakkannya di knop pintu.
"Terima kasih, Bi. Bibi boleh kembali melakukan kegiatan Bibi. Maaf merepotkan."
Ketika asisten tersebut menjauh dari Yoora, gadis kecil itu berucap, "Ma, Yoora masuk, ya.". Yoora tersenyum ketika sahutan positif dari dalam kamar. Gadis bermarga Kang itu membuka pintu dan masuk ke dalam kamar terluas di rumah tersebut.
"Astaga, sayang! Kenapa dengan pipi kamu?"
Yoora bisa merasakan kedatangan Hani yang tergesa-gesa dan menangkup wajahnya. Ibu jari wanita tersebut mengusap-usap lebam di pipinya.
"Luka kecil, Ma. Yoora tidak sengaja keliru. Tidak apa-apa, sebentar lagi juga hilang."
Hani mendengus, dia membawa Yoora duduk di ranjang, menyelimuti kedua telapak tangan anaknya dengan tangannya sendiri, "Katakan pada Mama, sayang. Apa yang terjadi di sekolah tadi? Kamu tahu kan, Papa bisa ke sekolah besok jika kamu terus begini?"
"Yoora punya teman baru, Ma. Namanya Seo Changbin. Dia anak pindahan dari Vancouver dan langsung dikenal sekolahan. Tadi di kantin, Hyunjin menyudutkannya dan Binnie pun tidak terima. Yoora ada di sana, tidak bisa keluar dan pukulan Hyunjin mendarat di pipi."
Hani menatap lebam biru di pipi anaknya dengan raut cemas, "Yakin hanya itu, kan, sayang? Papa mungkin besok akan ke sekolah."
Yoora menggeleng ribut, "Tidak perlu, Ma. Guru kedisplinan sudah memberikan teguran keras kepada Hyunjin. Tidak apa-apa, Yoora tidak sakit, Ma."
Hani memeluk anaknya, mendekapnya dengan hangat, "Mama sudah ada di sini, sayang. Jika ada masalah, katakan pada kami, kami akan membantumu."
Yoora mengangguk dan membalas pelukan ibunya, "Tentu, Ma."
▪︎▪︎▪︎
26 Mei 2016
Gwangju, Korea Selatan
Yoora sedang duduk di rooftop sekolah dengan Changbin di sebelahnya, "Apa kabarmu, Binnie?"
Changbin diam, lagi-lagi memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan sederhana tersebut, "Aku ...."
"Kesulitan menjawab, ya?" tanya Yoora yang tetap melihat ke depan, angin pagi ini terasa sangat sejuk, menembus pakaian Yoora, padahal, blazer sekolah tidak terlepas dari tubuhnya.
"ternyata benar dugaanku, kamu kesulitan menjawabnya. Aku punya jawaban yang baik untukmu, Binnie. Mau tahu?"
Changbin menyimak perkataan Yoora dalam diam.
"Ini mungkin terdengar menyakitkan. Jika ada orang lain yang bertanya padamu tentang kabarmu hari ini, jawab dengan 'Aku baik. Bagaimana denganmu?'" terang Yoora dengan mata terpejam menikmati semilir angin yang menyapa wajahnya sebentar. "saling bertanya kabar adalah hal basa-basi sekali dalam percakapan, Binnie. Kamu tidak perlu berpikir lama-lama. Itu bisa dianggap aneh oleh mereka."
"Jadi, aku langsung menjawab 'Aku baik. Bagaimana denganmu?' begitu?" tanya Changbin memastikan.
Yoora mengangguk, "Iya. Mereka akan menjawab dengan jawaban mereka baik. Karena, dunia tidak benar-benar peduli dengan perasaanmu, Binnie. Inilah sakitnya." Yoora menjeda perkataannya. "tetapi, kamu bisa menjawab pertanyaan sederhana itu dengan jujur jika itu adalah orang yang kamu percayai."
"Seperti Papa Mama?"
"Iya, seperti Papa Mamamu, Binnie. Mereka harus mendengar perasaanmu untuk tetap dekat denganmu. Kamu nyaman dengan mereka, maka itu bisa menjadi alasanmu mengatakan perasaan yang jujur." Ucap Yoora dengan pelan, berusaha memberikan pengertian dengan benar kepada Changbin.
"Juga denganmu, aku harus jujur?" tanya Changbin lagi.
"Heum? Aku?" ulang Yoora dengan tatapan terkejut.
Changbin mengangguk pasti, "Iya, kamu. Aku mau berbagi perasaanku yang nyata denganmu, Yoora."
Gadis itu tertegun "Denganku?"
"Iya. Kamu bilang kalau kamu nyaman dengan mereka, kamu bisa mengatakan perasaan yang jujur. Aku nyaman denganmu, aku boleh bukan mengatakan yang sebenarnya?"
Yoora menunduk, menyembunyikan rona merah yang mungkin menjadi tebal karena, ucapan polos seorang Changbin. Setelah menenangkan dirinya dengan mengatakan kalau Changbin hanya nyaman dengannya sebagai seorang teman, Yoora mengangkat kepalanya.
"Tentu, Binnie. Kamu bisa menceritakan perasaanmu yang sebenarnya padaku."
Changbin diam tidak membalas, membiarkan sunyi menguasai mereka.
"Bagaimana dengan sedih, Yoora? Perasaan seperti apa itu?" tanya Changbin tiba-tiba.
"Kebalikan dari senang. Jika kamu merasa sesuatu yang membuatmu ingin menangis atau membuatmu merasa susah dalam hati. Itu tandanya kamu sedang bersedih." Jelas Yoora dengan pandangan mengarah ke langit.
"peristiwa seperti kematian adalah peristiwa yang membuat seseorang sedih. Seperti aku yang ditinggal oleh Jiji karena kematiannya. Tetapi, aku yakin kami akan bersama lagi. Aku jadi ingin tahu bagaimana dengan Jiji sekarang, apa dia bahagia di alam sana?" Yoora bertanya pada angin yang berlalu darinya.
"Dia akan bahagia." Ucap Changbin. Entah kenapa dia mengatakan hal tersebut, dia tidak ingin melihat wajah Yoora seperti dua bulan yang lalu.
"Tentu. Ayo kembali ke kelas, Binnie. Kurasa pelajaran akan segera dimulai."
▪︎▪︎▪︎
Our Tomorrow | Chapter 10
Done
︎▪︎▪︎▪︎
Hai, maaf kemarin tidak update. Untuk hari ini, aku akan double update.
Ditunggu, ya.
Bagaimana chapter hari ini?
Tetap jaga kesehatan, ya.
See ya ^^
▪︎▪︎▪︎
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top