🥀 Chapter 08
24 Mei 2016
Gwangju, Korea Selatan
Dua bulan kemudian setelah Jiyeon meninggal dunia, Yoora menjadi lebih dekat dengan Changbin. Dimana Yoora berpijak, disitu ada Changbin di sampingnya. Begitu juga dengan sebaliknya. Bahkan, pemuda bermarga Seo itu menunggu jemputan Yoora datang, sebelum dia pulang ke rumah. Pemuda berkulit tan itu berpindah duduk di sebelah Yoora di kelas. Tidak ada yang bisa menolak, karena Yoora membutuhkan seseorang di sampingnya dan ini adalah permintaan Yoora sendiri.
“Dia dan Changbin benar-benar berkencan?”
“Yakin? Berita dari mana?”
“Dari teman kelas mereka juga. Mereka selalu bersama, Yoora malah tampak lebih bahagia dengan Changbin, padahal baru ditinggal teman baik.”
“Ya, bisa saja mereka hanya teman dekat. Seperti Yoora dan Jiyeon, bukan?”
“Tidak. Aku yakin sekali.”
“Tapi, kasihan Yoora jika itu sungguhan. Maksudku, tabiat Changbin terlalu buruk untuk Yoora. Malangnya dia.”
Yoora tersenyum saat mendengar pembicaraan kedua siswa yang keberadaannya tidak jauh dari mereka. Sehingga, Yoora masih bisa mendengar pembicaraan mereka. Masih di kelas, Yoora tidak ingin keluar untuk beberapa hari ini. Changbin juga tidak keberatan untuk menunggu jam pelajaran selanjutnya di kelas.
“Lucu sekali.” Ucap Yoora ketika mendengar perdebatan tentang hubungan orang lain. Padahal, jika ingin tahu kebenarannya, mereka bisa bertanya langsung pada Yoora, dia pasti menjawab dengan benar.
“Tentang apa?” tanya Changbin sambil melipat bungkusan bekas roti isi yang dibeli dari kantin.
Yoora menggeleng, “Omong-omong, Guru Kim mengadakan quiz minggu depan, apa kamu sudah belajar, Binnie?”
“Sudah. Bagaimana denganmu, Yoora?”
“Aku juga sudah. Aku harus belajar lebih banyak daripada kalian, bukan? Pelajaran Sejarah Korea lumayan susah. Aku sampai harus mendengar lebih sering di rumah untuk bisa memahami topik tersebut.”
Changbin mengangguk, “Sebentar, aku akan membuang sampah.”
“Silahkan, Binnie.”
Changbin beranjak untuk membuang sampah ke tempatnya yang terletak di depan kelas.
“Yo, Changbin!”
Changbin memandang sosok yang memanggilnya dengan tatapan datar. Itu hanya Hyunjin dengan komplotannya.
“Bagaimana kabarmu, kawan?” tanya Hyunjin dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
Changbin tidak menjawab. Tidak tahu harus menjawab apa, dengan cepat dia membuang sampah di tempatnya dan kembali masuk tanpa menjawab pertanyaan Hyunjin.
“Yup, mungkin lain kali.” Ucap Hyunjin yang dijawab oleh angin.
Changbin menarik kursinya untuk diduduki, sampai terdengar suara kursi berderit.
“Tadi ada yang manggil, ya?” tanya Yoora basa-basi.
“Hyunjin.”
“Kenapa tidak dibalas?”
Changbin melihat Yoora, “Karena, tidak ada yang bisa dikatakan.”
Saat Yoora hendak membalas lagi, seorang pria yang menjabat wali kelas mereka. Yoora menutup bibirnya rapat-rapat. Dia akan bertanya tentang ini setelah jam pelajaran.
▪︎▪︎▪︎
“
Apa kamu baik-baik saja, Binnie?” tanya Yoora sambil mengenggam susu coklatnya. Akhirnya, istirahat untuk kedua kalinya dimulai. Yoora sedang di rooftop bersama Changbin.
Changbin menutup bibirnya rapat-rapat.
“Tidak apa-apa jika tidak mau memberitahu. Aku selalu siap untuk mendengarmu, Binnie.”
Yoora dan Changbin sama-sama diam, tidak ada yang mau menghancurkan atmosfir senyap nan tenang itu.
“Alexithymia.”
“Heum? Kamu mengatakan sesuatu, Binnie?” tanya Yoora memastikan.
Changbin menghembuskan napasnya, dia harus mengatakan ini pada Yoora, “Alexithymia.”
“Apa itu? Sesuatu penyakit?” tanya Yoora dengan penasaran. Bibirnya menyeruput cairan coklat dari kotak tersebut.
“Kata dokter seperti itu.”
“Apa itu menyakitimu? Di bagian tubuh mana?” Yoora mengenggam erat susu coklat, sebelahnya lagi mengenggam White Cane-nya.
“Tidak ada tubuhku yang sakit.”
“Lalu?”
Changbin terdiam sebentar, pikirannya melayang ke perkataan Kyla.
“Kamu menyayanginya, sayang.”
Changbin memproses logikanya, “Aku tidak bisa membedakan perasaan.” Changbin menunduk dalam, Yoora berhasil membawanya ke tahap ini. “aku tidak tahu cara menjawab pertanyaan yang bersangkutan dengan perasaan. Aku berpikir lebih banyak untuk mengetahui perasaanku sendiri.”
Yoora membulatkan bibirnya, “Pasti sulit untukmu selama ini, Binnie. Maaf, tidak pernah peka dengan kondisimu.”
Changbin menyampingkan posisi duduknya, “Tidak. Memang aku menyembunyikannya. Papa tidak mau penyakitku diketahui oleh kalian.”
“Aku mau membantumu, Binnie.”
“Kamu ... tidak takut denganku, Yoora?”
Yoora menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti di bagian mana dia harus takut dengan pemuda ini, “Takut? Tidak, aku tidak takut sedikit pun, Binnie. Aku lebih ingin membantumu merasakan perasaan.”
Giliran Changbin yang tertegun, dia kira masa-masa dimana saat dia di Seoul sebelum pindah ke Vancouver akan terjadi lagi. Dia mengira Yoora akan membocorkan rahasianya dan Changbin akan dipandang rendah lagi.
Jika itu benar-benar terjadi, Changbin tidak tahu apa yang akan terjadi. Woohyun pasti tidak akan melepaskan mereka semua.
“Apa ada yang pernah mengetahui penyakitmu ini, Binnie?”
“Heum ... ada beberapa orang dulunya, mereka adalah teman-temanku di Seoul. Mereka membully-ku. Papa tidak mau aku sekolah di sana lagi, lalu memindahkanku ke Vancouver.”
“Kemarikan tanganmu, Binnie.” Ucap Yoora dengan cepat. Dia tidak mau membahas lebih panjang tentang masa lalu Changbin. Walaupun, anak itu tidak mengerti bagaimana dengan perasaannya, tetapi tetap saja, dia terikut sedih.
Changbin memberikan tangannya pada Yoora, telapak tangan putih itu saling bertautan erat, “Kamu kuat, Binnie. Kamu pasti kesulitan saat di Seoul, dengan kondisi sekitarmu yang seperti itu.”
Changbin melihat wajah Yoora yang tersenyum dengan pandangan yang mengarah tetap ke depan.
Bolehkah Changbin mengatakan bahwa dia ingin terus melihat Yoora tersenyum seperti ini? Pikirannya terus menyimpan setiap detik gadis tersebut tersenyum kepada angin.
Tanpa disadari, Changbin terikut mengulas senyum tipis, dan melihat tangan mereka yang saling bertautan.
▪︎▪︎▪︎
Yoora POV
Aku duduk di kasur dengan Hellena di tangan, “Hai, Hellena.”
“Hai, Kang Yoora. Ada yang bisa dibantu?”
Aku tersenyum, “Tentu. Bisa carikan informasi tentang Alexithymia?”
Hellena bicara lagi, “Alexithymia adalah kondisi seseorang yang membuatnya sulit untuk memahami emosi, mengidentifikasi emosi, atau mengungkapkan emosi. Istilah ini diperkenalkan awal tahun 1972 oleh seorang profesor dan ahli kejiwaan dari Harvard Medical School, meminjam istilah dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti “tidak ada kata-kata untuk emosi’.”
“Apa ada gejala lainnya, Hellena?” tanyaku lagi. Alat bantu ini cukup bermanfaat untuk penyandang kaum disabilitas sepertiku, sekolah memfasilitasi kami dengan alat bantu ini dilengkapi dengan mesin pencari yang sama canggihnya dengan umumnya. Jadi, akses informasi yang didapat sama rata.
“Gejalanya dikutip dari mesin pencari adalah sulit memahami perasaan dan emosi, sulit mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan kepada orang lain, sulit menanggapi emosi orang lain, memiliki kemampuan terbatas dalam berfantasi dan berimajinasi, memilik gaya berpikir yang logis, dan memiliki kepribadian yang kaku dan sulit bercanda.”
“Bagaimana dengan faktor penyebabnya, Hellena?”
“Bisa dipicu oleh faktor genetik, lingkungan dan kerusakan otak, Kang Yoora. Faktor lingkungan termasuk riwayat trauma masa kecil, gangguan mental dan penyakit fisik.”
Aku baru saja akan melayangkan pertanyaan lagi, tapi, pintu telah diketuk. Aku menghentikan pencariannya, “Terima kasih untuk infonya, Hellena.”
“Sama-sama, Kang Yoora.”
“Kak, boleh aku masuk?”
Itu adalah suara Kang Eunji, adik perempuanku yang sedang mengenyam pendidikan di tingkat dua menengah pertama.
Aku meletakkan Hellena di sampingku, “Tentu, Ji. Masuklah, ada apa?”
“Tidak ada, Kak. Aku hanya ingin melihat Kak Yoora sedang apa.” Ucap Eunji. Aku merasakan tempat tidurku berderit, Eunji mengambil tempat di sampingku.
“Kakak hanya sedang mencari informasi.”
“Informasi tentang apa, Kak?” tanya Eunji.
“Alexithymia, Ji. Kamu pernah mendengarnya?” tanyaku lagi. Aku membiarkan Eunji menyandarkan kepalanya di bahuku, tangannya yang mengenggam tanganku.
“Sepertinya pernah. Aku pernah membacanya di salah satu artikel kesehatan. Kakak mau aku membantu mencari informasinya?”
Aku tersenyum, “Kakak sudah mendapatkan informasi dasarnya. Hanya saja, kakak perlu tahu lebih banyak info untuk membantunya sembuh.”
“Serahkan padaku, Kak Yoora. Aku akan mencari tahunya dan membuatnya dalam huruf Braille. Agar kakak mengerti.”
“Terima kasih, Ji.”
“Apapun untuk Kak Yoora. Sekarang, kakak tunggu di sini, Jiji akan mengambil dessert di bawah untuk Kakak.”
“Papa dan Mama?” tanyaku lagi.
“Mereka sedang kencan sederhana di ruang keluarga. Biasa, menonton drama romansa ala anak muda.”
Aku tertawa pelan, “Baiklah. Kita di sini saja.”
“Sekalian Jiji tidur sama Kak Yoora, ya?”
“Iya. Jiji tidur sama Kakak.”
▪︎▪︎▪︎
Our Tomorrow | Chapter 08
Done
︎▪︎▪︎▪︎
Hai, gimana kabarnya?
Baik-baik saja, kan?
Baguslah, kalau baik-baik saja.
Bagaimana dengan chapter ini? Semoga gak bikin kalian bosan, ya.
Book ini akan update setiap hari, mohon bantuannya.
See ya ^^
︎▪︎▪︎▪︎
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top