🥀 Chapter 03

27 Maret 2016
Gwangju, Korea Selatan

“Jiji, kita sudah di mana?”

“Sudah di depan komplek rumah, Yoora. Sebentar lagi sudah sampai.” Ucap Jiyeon yang melihat Yoora yang tampak tenang melihat ke arah luar jendela. Padahal, kedua matanya tidak bisa digunakan untuk melihat.

Jiyeon memandang Yoora dengan tatapan sendu.

Jika saja saat itu dia tidak memaksa Yoora untuk menemuinya di gunung, apa Yoora masih bisa melihat sekarang?

“Yoora,” panggil Jiyeon pelan nan lirih.

“Apa, Jiji?”

“Maaf, seharusnya a-“

Jiyeon terhenti, saat dia merasakan tangan Yoora yang berusaha menggapainya, tetapi salah target, menggapai tas sekolah mereka yang ada di tengah mereka berdua. Yoora menepuk semua benda yang ia jumpai, dan mengenggam erat tangan Jiyeon setelah ditemukan.

Jiyeon semakin merasa bersalah.

“Kamu tidak salah, Jiji. Ini adalah takdir yang harus kuhadapi. Kamu tidak salah, aku hanya kurang hati-hati.” Jawab Yoora dengan pelan. Sepasang mata yang biasanya terasa kosong itu bertemu dengan sebuah setitik sinar terang.

“Tapi, jika aku-“

“Kamu tidak salah. Aku akan menemukan pendonornya, Jiji. Bukankah jam kehidupanku masih lama?” tanya Yoora dengan senyum terbingkai di wajahnya.

Jiyeon melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan Yoora, jarum jam itu mengarah ke angka tujuh. Lalu, melihat jam tangannya sendiri dengan sedih. Tatapannya terarah ke wajah Yoora yang masih menunggu jawaban Jiyeon. 

“Ya, kamu masih punya banyak waktu. Jarum jamnya berada di angka empat. Kamu punya waktu yang sangat banyak. Kamu akan mendapatkan donor matamu dan kita bisa kembali bermain dan jalan-jalan seperti dahulu kala, Yoora.”

Yoora tersenyum, ia kembali mengarah ke luar kaca mobil dengan kepala yang menopang ke lengan yang bersandar pada pegangan pintu.

Sebuah usaha untuk menemukan penopang lengan, sampai dia bisa mendapatkan posisi yang tepat.

Maaf, Yoora. Aku harus berbohong. Demimu ....

“Omong-omong, Changbin itu cowok yang menyenangkan. Bagaimana menurutmu, Jiji?” tanya Yoora kembali memecahkan keheningan yang sempat berkembang diantara mereka.

“Ya, ... dia cukup menyenangkan.” Jawab Jiyeon seadanya.

“Tadi aku sempat menguping, dia berkenalan dengan Hwang Hyunjin, bukan?”

Jiyeon mengangguk dan berdeham singkat, “Ya. Tapi, Changbin terlihat datar dan sombong. Padahal, Hyunjin sudah ramah dengannya.”

Yoora tersenyum, hanya ingin tersenyum, “Binnie mungkin tidak nyaman. Dia itu pendiam, dia tidak terlalu suka untuk berbicara duluan sebelum ada yang memulai percakapan. Dia unik.”

“Binnie?”

“Panggilan kecil untuk Changbin.”

Jiyeon mengerutkan dahinya, dia tidak tahu jika teman kecilnya ini menjadi dekat dengan siswa baru tersebut yang katanya misterius. Jiyeon sering melihat banyak siswa berkenalan dengan Changbin tetapi, semuanya hanya menggapai angin kosong. Changbin hanya diam sepanjang perkenalan dan melenggang pergi tanpa beban setelah itu.

“Ayo, turun, Yoora.” Ucap Jiyeon seraya membantu gadis tersebut untuk turun dari mobil, menuntunnya sampai ke dalam rumah dimana tempatnya untuk berteduh.

“Selamat datang kembali, Nona. Yoora, Nona. Jiyeon.” Ucap seorang pelayan rumah tangga yang menyambut mereka dengan hangat, lalu mengambil alih barang mereka untuk diletakkan pada tempatnya kembali

“Terima kasih, Bibi.” Balas Yoora dengan senyum tulus. “Mama di mana, Bi?” sambung Yoora dengan pandangan tetap ke depan, tidak tahu jika sang pelayan berdiri di depan Jiyeon.

“Nyonya di dalam kamarnya, Nona.”

“Baik, Bi. Saya ke sana saja.” Kata Yoora yang masih setia menggantung senyumannya, kulit putih yang dimilikinya membuat dirinya terkesan cerah oleh orang lain. Jiyeon menuntun gadis tersebut sampai ke lantai dua perlahan.

Aku hanya bisa menebusnya dengan menjadi matamu, Yoora.

“Mama,” panggil Yoora setelah berhasil menggapai pintu kamar orang tuanya. White Cane yang bersamanya mengetuk lantai keramik, membantunya melihat benda di depannya, walaupun sudah dibantu oleh Jiyeon.

“Astaga! Kenapa naik, sayang? Bahaya.”

Seorang wanita empat puluh tahun itu segera melepaskan buku bacaannya dan menggantikan posisi Jiyeon untuk menuntunnya duduk di ranjang.

“Tidak apa-apa, Ma. Ada Jiji yang menemani, Yoora tidak akan terluka.” Ucap Yoora menenangkan sang ibunda. White Cane miliknya dibawa oleh wanita tersebut dan di sandarkan di dinding.

“Tante,” panggil Jiyeon sopan.

“Makin cantik saja kamu, Ji. Sudah ada pacar, belum? Mau Tante kenalkan tidak? Tante ada anak laki-laki juga, abangnya Yoora.” Ucap Hani dan mencubit pipi Jiyeon pelan.

“Tante bisa saja.” Jawab Jiyeon seadanya.

“Serius, sayang. Tante kenalkan ya? Tante kasih fotomu sama Minho nanti.”

“Tante, jangan. Jiyeon mau cari sendiri.”

“Tapi, ....” ucap Hani yang tersendat ketika melihat jam tangan milik Jiyeon.

Seolah paham, Jiyeon tersenyum lembut, seolah tidak mengalami apa-apa. Hani menatap anak gadis tersebut dengan tatapan malang.

“Mama, Kak. Minho masih di Amsterdam?” tanya Yoora yang akhirnya bersuara.

“Iya, sayang. Kakak masih di sana, mungkin akhir tahun bisa pulang.” Ucap Hani yang membenarkan tatanan rambut anak tengahnya.

“Tante, aku pulang dulu, ya.” Pamit Jiyeon, yang langsung diangguki oleh Hani. Rumah mereka hanya bersebelahan, pastilah aman bagi gadis sekolah seperti Jiyeon pulang sendiri.

“Mama tidak ada jadwal pemotretan?” tanya Yoora lagi.

Wanita beranak tiga tetapi, tetap awet muda itu tersenyum, “Tidak, sayang. Mama sedang beristirahat dari jadwal pemotretan.”

“Mama, kenapa kita diciptakan dengan jam tangan ini?” Yoora menunjuk jam tangan di pergelangannya kepada sang Ibunda yang melihat arah jarum jam tersebut. Walaupun, dia hanya mengangkat tangannya ke depan.

Hani tidak akan pernah bisa menerima kenyataan ini.

Dia tidak bisa bersiap untuk menerima masa depan yang ia lalui.

Yoora menyandarkan kepalanya di bahu wanita tersebut, ketika tangan Hani menuntun kepala anak gadisnya, menikmati elusan rambut dari tangan hangat Hani, “Mama juga tidak tahu, sayang. Mama rasa agar manusia bisa menghargai waktunya sendiri. Menjadi baik, mungkin terasa menakutkan. Tetapi, upahmu akan besar di masa depan nanti.”

Yoora hanya diam.

Rasanya dunia dimana ia tempati ini tidaklah adil kalau dipikir-pikir.

Sistem jam di dunia ini ada dua. Yang satu berputar seperti biasa, menunjukkan jam untuk siang maupun malam, jam ini berupa jam dinding dengan dua belas digit di sekelilingnya.

Yang satunya adalah jam kehidupan. Jam ini hanya dalam wujud jam tangan yang diberikan oleh Para Pemberi Jam. Ini berguna untuk memberi tahu waktu kehidupan kita, dengan dua belas digit yang sama, dengan arah jarum jam yang sama pula. Dimulai dari jam dua belas dan sampai jarum jam kembali ke arah dua belas, disitulah napas terakhir seorang manusia di dunia ini.

Dia juga memiliki peraturan. Jika kamu berbuat baik, maka jarum jam akan berputar lebih cepat mendekati angka dua belas. Jika kamu berbuat jahat, maka jarum jam akan berputar lebih lambat. Tetapi, semua perbuatanmu di dunia ini akan tetap dihitung saat kamu menutup mata untuk terakhir kali dan selamanya.

“Mama, apa semua orang akan berada di tempat yang bagus setelah meninggal?”

“Semua orang layak berada di tempat bagus, tergantung sebanyak perbuatan baik apa yang ia lakukan semasa dia hidup.” Jawab Hani dengan lembut. Ia merasa bersalah dengan anak tengahnya ini.

Tidak seharusnya dia meninggalkan anaknya sendirian kala itu.

“Mama, sudah jam berapa?”

“Jam enam, sayang.”

“Ayo, buat cemilan makan malam, Ma.” Ajak Yoora dengan semangat.

“Kamu bisa?”

Yoora mengangguk, “Terhalang penglihatan, bukan berarti Yoora tidak bisa melakukan apapun. Yoora bisa, Yoora sering mendengar dari Hellena tentang banyak resep cemilan makanan untuk dibuat.”

“Baiklah, Yoora menyebutkan bahannya, Mama yang memasak. Setelah itu, Papa dan Eunji harus mencicipi ini.” Putus Hani yang ikut tersenyum ketika melihat kedua netra Yoora bertabur binar bintang di atasnya.

“Ayo, Ma.”

Hani menyambut hangat uluran tangan anaknya, setidaknya biarkan ia membahagiakan anaknya sekarang. Menghapus dosa masa lalunya, menggantikannya dengan perbuatan menyenangkan bersama Yoora di dapur.

▪︎▪︎▪︎

Our Tomorrow | Chapter 03
Done

▪︎▪︎▪︎

Dari sini, makin jelas kan karakter Yoora bagaimana, chapter mulai dengan konfliknya.

Pelan-pelan, biar kalian paham dengan ceritanya.

See ya ^^

▪︎▪︎▪︎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top