💌 - Tiga

Sudah hampir tiga jam Hong Seok duduk tenang di dalam kereta. Meski sesekali kereta berguncang, entah karena ingin berhenti atau kondisi rel yang membuat kereta bergerak.

Stasiun selanjutnya adalah sicheong-eog, tempat pemberhentian Hong Seok. Stasiun itu hanya tinggal kurang lebih 1 km dari posisinya saat ini.

Hong Seok menilik arloji di pergelangan tangannya. Hari sudah semakin siang, matahari sudah berada searah dengan nomor dua pada jam.

Kereta berhenti tepat di stasiun sicheong-eog. Hong Seok segera meraih tas punggungnya dan perlahan-lahan turun dari kereta.

Ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di Seoul setelah dewasa. Dulu saat masih berada di sekolah dasar, orang tuanya pernah mengajak Hong Seok pergi ke Seoul. Entah untuk kepentingan apa, pria itu sedikit lupa dengan kejadian itu.

Hong Seok terus berjalan ke arah luar stasiun. Tujuannya adalah pergi ke Seoul plaza, tempat launching novel Yooriko. Acaranya memang besok pagi, tetapi entah kenapa Hong Seok jadi sangat bersemangat dan memutuskan untuk pergi hari ini.

Entah apa yang harus dia lakukan sekarang. Hong Seok tidak punya siapa-siapa di Seoul.

Hong Seok memilih untuk berjalan ke sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari stasiun. Tidak lupa untuk mengabadikan keindahan semesta, Hong Seok membidik beberapa pemandangan Seoul yang cukup menarik baginya.

Pria itu mengarahkan kameranya ke arah lain, dan di sana terdapat sebuah kerumunan orang yang sedang membuat lingkaran, seperti sedang mengurung sesuatu di dalam sama.

Hong seok mengerutkan keningnya karena penasaran. Kakinya mulai melangkah perlahan. Semakin dekat dengan kerumunan itu, Hong Seok mendengar alunan sebuah alat musik, biola. Semakin mendekat, suaranya semakin kentara di telinga.

Hong Seok sempat ingin melihat siapa yang sudah memainkan biola seindah ini. Namun, kerumunannya cukup padat dan membuat Hong Seok sulit melihat ke dalam lingkaran yang dipenuhi orang ini. Hanya saja kameranya dia arahkan ke atas kepala, dan berhasil merekam permainan violinist itu.

Hong Seok menikmati alunan indah yang diciptakan. Sampai akhirnya permainan itu terhenti dan beberapa orang pergi. Namun, beberapa diantaranya masih berada di sekitar Violinist ini.

Hong Seok melihat hasil rekamannya di kamera, dia terperangah saat mengetahui kalau alunan biola seindah tadi adalah seorang gadis berparas cantik.

Hong Seok mengarahkan pandangannya ke arah violinist tersebut. Dia berjalan mendekat.

"Permainanmu indah sekali," puji Hong Seok.

Namun, tidak ada jawaban apa pun yang berhasil Hong Seok dapatkan. Pria bermanik cokelat gelap ini mengerutkan keningnya.

Beberapa opsi pertanyaan mulai muncul dalam kepalanya. Salah satunya adalah, berpikir bahwa violinist itu adalah sosok gadis yang sombong, sehingga tidak mau menjawab perkataan seseorang yang belum dia kenali.

"Kau sangat berbakat." Hong Seok kembali memuji violinist tersebut.

Sedikit ada peningkatan. Pasalnya violinist tersebut menoleh dengan sebelah alis yang terangkat. Namun, mulutnya masih bungkam dan enggan mengeluarkan suara.

Kerutan di kening Hong Seok kembali terlihat.

Gadis itu sedikit memiringkan kepalanya, seolah sedang bertanya 'ada apa?' tanpa suara. Violinist itu ingat akan sesuatu. Dia meraih buku kecil, lengkap dengan sebuah pena yang tergelantung di lehernya.

Dia menulis sesuatu. Kali ini Hong Seok terdiam mematung. Apa yang sedang gadis ini lakukan? Bukannya menjawab pujian Hong Seok, tetapi dia malah menulis sesuatu.

Selesai menulis, dia memperlihatkan tulisan itu kepada Hong Seok.

Maaf, aku tidak bisa mendengar.

Hong Seok mematung di tempatnya. Antara terkejut dan kagum dengan gadis di depannya ini. Rasanya Hong Seok sangat malu jika membandingkan keadaannya dengan violinist itu. Dia memiliki kemampuan yang luar biasa yang bisa menutupi kekurangannya yang cukup berat jika saja dia tidak pandai bersyukur. Namun, dari penglihatan Hong Seok, gadis ini seperti tidak merasa terbebani dengan kekurangannya.

"Maaf, aku tidak tahu," kata Hong Seok seraya membungkukkan badannya beberapa kali.

Sebetulnya Hong Seok sedikit kebingungan. Bagaimana caranya dia bisa berkomunikasi dengan violinist itu. Namun, tiba-tiba saja gadis itu menyodorkan buku kecil dengan pena ke arah Hong Seok.

Hong Seok tersenyum ramah. Dia segera menuliskan sesuatu di buku kecil itu.

Aku kagum padamu. Kau begitu berbakat, meskipun ... maaf, dalam keterbatasan yang ada.

Hong Seok memberikan buku itu. Gadis di depannya hanya tersenyum seraya menggunakan jarinya untuk mengungkapkan sesuatu–yang sayangnya tidak dimengerti oleh Hong Seok.

"Aku sangat menyukai permainan biolamu. Sepertinya itu adalah permainan yang begitu tulus dari hati."

Gadis di depannya kembali menaikkan alisnya. Hong Seok meraih buku yang masih di genggamannya dan menuliskan apa yang barusan dia ucapkan. Di akhir kalimatnya dia menanyakan nama gadis itu.

Gadis itu segera menuliskan namanya, dan kembali menyerahkan buku kecil itu pada Hong Seok.

Nam Gyuri.

Nama yang cukup indah untuk gadis setegar ini. Memiliki keterbatasan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki orang lain.

Hong Seok sempat berpikir ingin menulis kisah gadis ini dalam sebuah artikel, agar lebih banyak lagi orang yang melihat kemampuan Gyuri dalam menciptakan melodi indah melalui biola.

Tiba-tiba saja ponsel Hong Seok bergetar. Dengan cepat dia mengangkat teleponnya dan beranjak menjauh dari Gyuri.

"Ada apa, Hyung?"

"Apa kau sudah tiba di Seoul?"

"Ya, aku sudah sampai di Seoul. Aku akan mengirim berita itu nanti malam."

"Bukan itu."

"Lalu ada apa?"

"Aku memiliki tugas baru untukmu!" kata Ji-Hoon dengan nada bisa membuat siapa saja yang mendengarnya akan menerka-nerka tugas itu dengan pikiran negatif.

"Apa?"

"Cari tahu informasi tentang agensi KIM Entertainment!"

Hong Seok tersentak saat mendengar perusahaan itu. Perusahaan yang cukup terkenal di daerah Seoul. "Apa kau sudah gila?"

"Aku akan memberikanmu sebuah apartemen, jika kau menyetujuinya."

Hong Seok terdiam sebentar. Dia memang butuh tempat tinggal, tetapi tujuannya ke Seoul untuk bertemu dengan Yooriko, bukan untuk mencari berita.

"Akan aku pertimbangkan."

"Pertimbangkanlah baik-baik. Tawaran ini tidak akan datang dua kali."

"Baik, Hyung," sahut Hong Seok malas. "Kalau begitu aku tutup teleponnya."

Hong Seok segera memutus sambungan telepon itu. Setelahnya dia menoleh ke belakang, tempat keberadaan Gyuri tadi. Namun, gadis itu sudah kembali dipenuhi oleh kerumunan orang yang datang untuk menonton pertunjukkan biola.

Tak ingin mengganggu Hong Seok kembali berjalan menyusuri taman yang cukup luas ini. Taman ini bukan hanya dihiasi oleh bunga sakura, tetapi juga pohon willow dan forsythia. Beberapa kali Hong Seok sempat membidik pohon willow yang tidak cukup jika hanya dipandang oleh mata saja. Keindahan ini perlu diabadikan dalam kameranya.

Terdengar suara gemuruh, yang tidak lain adalah suara dari perutnya yang belum diisi sejak perjalanan menuju Seoul.

Aku harus makan sesuatu, pikir Hong Seok.

Hong Seok kembali melangkahkan kakinya. Seketika dia teringat seseorang. Kim Seokjin. Seniornya dalam bidang fotografer. Dia ingat kalau Kim Seokjin tinggal di Seoul.

Hong Seok mulai mencari kontak Kim Seokjin. Dia berharap masih menyimpan kontak pria itu. Hanya pria itu satu-satunya harapan Hong Seok agar bisa menetap di Seoul. Mungkin hanya untuk beberapa hari saja, dia akan tinggal di tempat Kim Seokjin. Kalau pria itu mengizinkannya.

Hong Seok menekan tombol dial. Hanya perlu menunggu beberapa saat sampai akhirnya terdengar suara di balik speaker.

"Annyeong."

"Dengan Kim Seokjin Hyung?"

"Benar. Kau Hong Seok?" tanya Kim Seokjin. Dari nada bicaranya dia masih sedikit ragu. Takut kalau yang diajak bicara adalah orang yang salah. "Bagaimana keadaanmu?" imbuh Kim Seokjin.

"Aku baik. Kau ... bagaimana kabarmu, Hyung?"

Hong Seok menghela napas lega. Syukurlah dia masih menyimpan nomor Kim Seokjin. Hong Seok langsung memberitahukan yang sebenarnya terjadi, dan tujuannya datang ke Seoul.

"Bisakah kita bertemu, Hyung?"

"Tentu saja. Aku akan mengirim lokasinya."

"Terima kasih, Hyung."

"Kalau begitu aku tutup teleponnya. Karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."

"Hmm." Hong Seok mengangguk cepat.

Hampir saja lupa. Hong Seok harus segera mengisi perutnya yang sejak tadi sudah berbunyi tiada henti.

Hong Seok kembali melangkah. Namun, pergerakannya terhenti saat manik matanya berhasil menangkap sosok gadis yang tengah duduk di halte bus.

Hong Seok memicingkan matanya. Dia mengenali gadis itu. Dari bentuk tubuhnya, rambutnya yang panjang sepunggung, dan dari cara berpakaiannya. Itu adalah....

"Yeri?" gumamnya.

Sebuah bus berhenti tepat di depan gadis itu. Hong Seok semakin mempercepat langkahnya. Namun, gadis itu sudah lebih dulu masuk ke dalam bus.

"Yeri!" panggil Hong Seok.

Percuma saja. Bus itu sudah melaju meninggalkan halte yang saat ini sudah sepi, membawa gadis–yang diyakini bahwa itu Yeri–pergi.

Hong Seok menopang tangannya di kedua lutut. Napasnya masih memburu, karena tadi sempat berlari kecil.

"Aku yakin dia Yeri."


Menunggu dan merindu adalah hal yang paling menyedihkan bagiku. Namun, terlebih dari semua itu, kehilangan masih menjadi hal paling berat dalam kehidupan.

💌

Penasaran dengan Nam Gyuri? Silakan baca kisah lengkapnya di akun milik nuraiqlla

Kim entertainment itu salah satu agensi terkenal di Seoul. Baca cerita milik kak mahdiyani94 untuk mengetahui agensi ini.

Kim Seokjin itu seniornya Hong Seok. Mereka sama-sama seorang fotografer. Mau tahu kisah lengkap Kim Seokjin? Baca aja cerita milik kak LoVelly09

Bekasi, Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top