💌 - Dua Belas
Suasana kafe pagi ini cukup ramai dengan beberapa pelajar, mahasiswa, dan pegawai yang hendak pergi ke kantor. Di sudut ruangan seorang gadis tengah duduk manis di depan laptop, dengan secangkir teh hangat.
Bunyi lonceng berbunyi, bertanda ada seseorang yang baru saja memasuki kafe. Manik milik gadis itu memutar, menatap seorang pria yang baru saja masuk.
Senyum tipis mengembang di wajah pria itu. Perlahan langkahnya berderap di atas permukaan lantai kafe, membuat suara ketukan akibat hak sepatunya.
"Sudah lama menunggu?" tanya pria itu.
"Tidak, aku baru saja tiba beberapa menit yang lalu."
"Seharusnya kau meneleponku, agar aku bisa menjemputmu."
"Ayu bukan anak kecil lagi, Heechul."
"Bukankah itu sudah menjadi tugasku wahai, Yooriko Noona."
Gadis di depannya hanya menggeleng keheranan, dengan kening yang mengkerut.
Pria itu tersenyum seraya menarik kursi untuk mendaratkan bokongnya. Tatapannya menyisir seisi kafe, mencari pelayan yang bisa dia panggil. Setelah datang seorang pelayan, pria itu memesan secangkir capuccino hangat.
"Jadi, untuk apa kita bertemu di sini?"
"Kau masih ingat dengan pria yang karakternya selalu aku jadikan tokoh utama?"
Heechul mengangguk dengan yakin, karena dia pernah diceritakan beberapa saat yang lalu. Bahkan pria itu hampir bosan jika Yooriko menjadikan sosok itu sebagai karakter tokoh utama dalam novel yang dia tulis.
"Aku tahu. Tapi apa urusannya denganku?" Heechul memalingkan wajahnya. Menatap ponsel di tangannya.
"Dia ada di Seoul."
Heechul kembali tersentak kaget. "Yang benar saja? Bukankah itu hanya imajinasimu?"
Bahkan sampai saat ini, Heechul masih menganggap sosok yang selalu diceritakan Yooriko adalah imajinasi gadis itu. Namun, dilihat dari wajahnya, Yooriko berbicara dengan sangat serius.
"Kau pikir aku gila? Sampai berimajinasi, lalu menceritakan pria itu kepadamu," sungut Yooriko. Gadis itu memalingkan wajahnya. "Bahkan kau pernah bertemu dengannya."
Yooriko meraih cangkir untuk menyesap teh yang sudah hampir dingin. Matanya mendelik malas. Tidak berminat sama sekali untuk menatap pria di depannya. Moodnya mulai memburuk sekarang.
"Aku pernah bertemu dengannya?" sentak Heechul seraya menggebrak meja, pria itu sudah berdiri karena saking terkejutnya.
Tidak hanya dia, bahkan Yooriko sama terkejutnya. Pupilnya membesar, teh di dalam mulut belum sepenuhnya tertelan. Sebisa mungkin Yooriko menahannya, kalau tidak, bisa-bisa dia tersedak.
Yooriko menelan sisa-sisa teh dalam mulutnya. "Kau ini!"
Heechul hanya memperlihatkan deretan giginya. "Maafkan aku. Kau tidak apa-apa, kan?"
"Hampir tersedak tepatnya."
Pria itu tersenyum getir, merasa bersalah. Dia kembali duduk, dan tatapannya fokus kepada gadis di depannya. "Apa benar aku pernah bertemu dengannya?"
Yooriko mengangguk yakin.
Pria itu hanya terdiam beberapa saat. Memikirkan sesuatu yang mungkin dapat menguntungkan bagi Yooriko. Dia memiliki sebuah ide.
"Sekarang, apa kau sudah membuat naskah baru?"
Yooriko menggeleng. "Aku masih memikirkan sebuah ide."
Heechul kembali tersenyum. "Bagaimana kalau kau mendekati pria itu, agar kau bisa lebih mengenalnya, baik dari karakter sampai kegemarannya. Kau bisa berteman dengannya, lalu menjadikan dia objek yang akan kau buatkan cerita."
"Maksudmu, aku harus menulis semua tentang pria itu? Idemu sungguh buruk."
Heechul menghela napas. Pria itu menatap manik mata milik gadis di depannya. Keduanya bertatapan cukup lama.
"Aku yakin cerita tentang pria itu akan sukses. Ayolah, selama ini kau hanya menjadikannya karakter dari sebuah tokoh yang kau tulis."
Heechul memang seorang editor dari salah satu penerbit terkenal di Seoul. Bahkan bertemu dengan Yooriko, karena Heechul lah orang pertama yang meminang naskah gadis itu. Sampai pada akhirnya, Heechul memutuskan untuk menjadi editor tetap Yooriko, sekaligus asistennya.
"Kali ini jadikan dia satu-satunya tokoh utama, dengan nama aslinya. Seperti biografi tokoh. Tapi kau buat versi fiksi."
Gadis itu terdiam. Dia kembali menyesap teh yang sudah dingin. Dia kembali memikirkan pemikiran pria di depannya itu. Kalau dipikir-pikir, usulan itu masuk akal dan cukup menarik.
"Akan aku pikirkan."
Heechul mengangguk seraya menunjukkan senyum tipisnya.
"Permisi, tuan pesanannya." Seorang pelayan datang dengan secanggir kopi dengan baki kecil.
Heechul mengangguk. "Gomawo."
Pelayan itu kembali menuju tempatnya. Heechul langsung menghirup aroma capuccino, yang begitu menenangkan baginya. Setelah cukup beberapa menit, pria itu mulai menyesap isi cangkir yang terbuat dari kramik itu.
"Hari ini aku akan pergi ke Yongsan."
Heechul mendongak, menatap gadis di depannya. "Perlu aku temani?"
Dengan cepat Yooriko menggeleng. "Tidak. Aku bukan anak kecil. Lagi pula, bukankah kau masih banyak pekerjaan di kantor?"
"Kau tidak tahu aku? Semuanya sudah diurus."
Yooriko kali kedua menggeleng keheranan. "Kau selalu melimpahkan pekerjaanmu kepada Shinwon."
Yooriko memang terkadang tidak mengerti dengan Heechul. Bisa-bisanya pria itu meninggalkan kantor dan menyerahkan semua pekerjaannya pada rekan kerjanya.
"Sudah lah, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." Heechul kembali menyesap capuccino yang sudah sisa setengah. "Jadi, mau pergi bersamaku?"
Gadis berambut sepunggung terdiam sebentar. Namun, di detik berikutnya dia mengangguk.
Gadis itu bangkit dan mulai merapihkan peralatan, termasuk laptop miliknya. Begitu juga dengan Heechul yang membantunya. "Kenapa kau tidak menulis di ponsel saja? Membawa laptop kemana-mana itu sungguh merepotkan."
"Aku tidak terbiasa menulis menggunakan ponsel."
"Kalau begitu mulai dibiasakan."
Gadis berambut sepunggung itu hanya terdiam seraya menatap Heechul yang mulai membawakan tote bag, yang berisi laptop miliknya.
"Mau berangkat sekarang?" Gadis itu hanya mengangguk.
***
H
H
ong Seok baru saja selesai sarapan. Pikirannya masih terus mengingat kejadian pagi ini, saat dirinya baru keluar dari supermarket. Saat dirinya berhasil bertemu dengan Yeri, dan saat pria itu berhasil membawa Yeri ke dalam
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top