💌 - Dua
Hong Seok sudah siap dengan tas punggungnya yang besar. Kakinya mulai melangkah keluar.
Perjalanan dari Busan menuju Seoul kurang lebih hampir tiga jam menggunakan kereta. Kemungkinan Hong Seok akan tiba saat hari sudah petang.
Mengunci pintu rumah, Hong Seok menggantungkan kameranya di leher. Ada getaran di saku celananya, membuat pria itu menunda langkah kakinya.
"Ada apa lagi, Hyung?" tanya Hong Seok saat mengetahui siapa yang sedang berbicara di balik speker ponsel.
"Barusan aku mendapat kabar, bahwa Yeri sedang berada di Seoul!" kata Junseok dalam satu tarikan napas. "Clienku ternyata datang dari Seoul dan dia adalah temannya Yeri."
Hong Seok masih bungkam. Ekspresi wajah seperti apa yang harus dia tunjukkan? Apakah dia harus senang? Atau justru sedih mendengar hal itu?
Dia masih berharap kalau Yeri akan kembali padanya. Namun, di sisi lain Hong Seok sadar kalau perasaannya pada Yeri hanya akan meninggalkan luka yang mendalam bagi hatinya.
Merasa tidak ada jawaban apa pun, Junseok kembali bersuara.
"Hong Seok, apa kau masih disana?"
"Mmm," gumamnya. "Aku akan berangkat sekarang. Jika tidak ada hal penting yang ingin kau sampaikan, aku akan menutup teleponnya."
Hong Seok menjauhkan benda pipih itu dari telinganya, hendak memutus sambungan itu, tetapi Junseok kembali bersuara.
"Hong Seok, aku tahu kalau kau sebenarnya masih mengharapkan Yeri." Terdengar tawa renyah di seberang sana.
"Kau bisa saja mencari keberadaannya di Seoul," timpal Junseok.
"Hyung, aku pergi ke Seoul untuk bertemu Yooriko, bukan Yeri!"
"Aku tahu bagaimana perasaanmu saat mengetahui bahwa Yeri pergi dari kehidupanmu."
Kali ini Hong Seok benar-benar sudah tidak nyaman dengan percakapan sang kakak hari ini. Karena pembahasannya selalu mengenai Yeri. Membuat dada Hong Seok sedikit terasa menyesakkan.
Melirik arloji di pergelangan tangannya, Hong Seok menghela napas pelan. Percuma. Hanya buang-buang waktu, jika dia terus menjawab perkataan Junseok.
"Aku akan berangkat sekarang!" putusnya.
"Tapi—"
Sambungan telepon terputus sepihak. Hong Seok kembali menyimpan ponselnya di saku celana.
"Ah, sial!"
Di dalam mobil Junseok mengumpat, akibat sikap adiknya.
Sebetulnya Junseok merasa iba dengan nasib adiknya yang selalu gagal dalam urusan percintaan. Namun, itu semua kembali lagi kepada Hong Seok sendiri. Junseok tidak mungkin ikut campur dalam urusan hati.
Namun, di depan Junseok, Hong Seok selalu tampak biasa saja. Tidak pernah menunjukkan raut wajah sedih, seperti pria lainnya ketika ditinggal sang kekasih.
Di tempat lain, Hong Seok kembali menilik arloji berwarna silver itu. Sudah saatnya dia berangkat menuju stasiun. Kakinya kembali melangkah menuju halte bus, kali kedua ponselnya bergetar.
"Hyung, jangan ganggu aku lagi!" kata Hong Seok geram.
"Maksudmu apa?"
Hong Seok tertegun sesaat. Suaranya berbeda. Bukan lagi Junseok pemilik suara itu, melainkan seseorang yang juga sudah sangat familiar.
Hong Seok menurunkan ponselnya, menatap nama yang tertera pada layar ponselnya.
"Jung Ji-Hoon Hyung?"
"Kenapa kau terdengar begitu terkejut, hm?" Pria di seberang sana tertawa hambar. "Kau takut karena aku sudah mengetahui bahwa kau akan pergi ke Seoul?"
"Da-dari m-mana kau tahu?"
"Kau adalah salah satu karyawan di tempatku. Bagaimana bisa kau pergi tanpa pamit kepadaku?"
Hong Seok terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia menarik napas dalam-dalam demi menghilangkan rasa gugupnya. "A-aku hanya pergi sebentar, Hyung."
"Sebentar atau lama, kau tetap menjadi karyawan ku. Bagaimana pekerjaanmu?"
"Aku akan tetap berusaha memberi berita-berita untuk diterbitkan."
"Bagaimana dengan berita kemarin lusa?"
Hong Seok sedikit berpikir. Dia kembali mengingat berita yang dimaksud oleh atasannya.
Jung Ji-Hoon adalah pemimpin redaksi, tempat Hong Seok bekerja. Sementara Hong Seok adalah karyawan yang paling bisa diandalkan. Jadi, tidak heran jika Ji-Hoon mengetahui apa saja yang akan dilakukan oleh Hong Seok. Semua itu tak terlepas dari Junseok yang selalu menjawab jujur ketika ada yang bertanya mengenai adiknya.
Pria itu masih terdiam di tempatnya. "Kemarin lusa?" gumam Hong Seok pelan.
"Kecelakaan di jalan Chungjang-daero?"
Dua hari yang lalu memang terjadi kecelakaan di dekat rumah Hong Seok, dan Ji-Hoon memintanya untuk mencari tahu informasi seputar kecelakaan itu, juga beberapa potret dari kejadian naas tersebut.
Lagi-lagi Hong Seok kembali terdiam. Namun, di detik berikutnya dia mengangguk cepat. "Sudah aku selesaikan."
"Malam ini akan segera aku kirim," timpal Hong Seok."
Begitulah Hong Seok. Meski tidak begitu suka bekerja di bawah tuntutan, tetapi pria itu tetap melanjutkannya. Karena ini merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang fotografer jurnalistik.
"Baiklah, aku tunggu!"
"Mmm." Hong Seok mengangguk seraya mengukir senyum tipis di wajahnya. Persis seperti sedang berbicara langsung dengan Ji-Hoon.
Sambungan telepon pun terputus. Kini Hong Seok benar-benar bisa melangkah tanpa beban menuju halte bus. Hari ini langit sedikit gelap, entah apakah efek dari mendung, atau memang warna awan siang hari ini sedikit mengabu.
Hong Seok duduk di kursi panjang halte bus. Kedua kakinya dibiarkan menjuntai ke tanah, tapi sesekali dia menendang-nendang angin, dengan pikiran yang kosong.
Kepergian Yeri membawa pengaruh besar bagi perubahan hidup Hong Seok.
"Apakah benar Yeri pergi ke Seoul?" gumam Hong Seok penasaran.
Tidak lama, sebuah bus berhenti tepat di hadapan Hong Seok. Beberapa penumpang turun dari bus, sementara ang lainnya masih enggan beranjak dari tempatnya. Ah, mungkin karena tujuannya bukan halte ini.
Hong Seok menaiki beberapa anak tangga untuk masuk ke dalam bus. Pria itu memilih untuk duduk di dekat jendela, agar bisa lebih leluasa melihat pemandangan di luar.
💌
Hong Seok tiba di stasiun busan-yeog. Setelah kurang lebih lima menit menunggu kereta menuju Seoul. Akhirnya kereta yang ditunggu Hong Seok tiba. Pria itu dengan sangat hati-hati mulai menaiki kendaraan yang memiliki banyak gerbong itu.
Pria bermanik cokelat gelap itu memilih duduk di dekat jendela. Tatapannya kosong ke arah luar. Bukan hanya memikirkan bagaimana nasibnya di Seoul, tetapi juga memikirkan kemungkinan yang akan terjadi kedepannya.
Tidak hanya itu saja, perkataan Junseok memenuhi sebagian isi pikirannya.
"Barusan aku mendapat kabar, bahwa Yeri sedang berada di Seoul! Clienku ternyata datang dari Seoul dan dia adalah temannya Yeri."
Kemungkinan jika Hong Seok bertemu Yeri memang sangat kecil. Namun, bagaimana jika semesta mengizinkan mereka bertemu?
Akankah Hong Seok kembali memperjuangkan perasaannya. Atau mungkin pria itu akan menyerah dan memilih mengikhlaskan kepergian mantan kekasihnya itu.
"Permisi, oppa. Bolehkan aku duduk disini?"
Lamunannya buyar, Hong Seok menoleh. Seorang gadis–yang sudah bisa dipastikan itu adalah seorang pelajar–tengah berdiri di dekat Hong Seok. Kedua sudut bibir pria itu terangkat, hingga membentuk sebuah lengkungan tipis.
"Oh, tentu saja," kata Hong Seok seraya memindahkan tas miliknya ke atas pangkuan. Membiarkan tempat duduk itu kosong.
"Terima kasih, oppa."
"Sama-sama." Hong Seok mengangguk, masih dengan senyum tipisnya.
"Oppa kenapa?" tanya gadis itu ramah.
Hong Seok mengerutkan keningnya. Tidak mengerti pertanyaan gadis remaja itu.
"Tidak apa-apa."
"Berjuanglah untuk seseorang yang memang layak kau perjuangkan. Jangan mementingkan ego. Karena terlambat adalah penyesalan terbesar dalam hidup," kata gadis itu datar, pandangannya masih fokus pada ponsel dalam genggamnya.
Hong Seok sedikit terperangah dengan kata-kata sang gadis.
"Aku baru saja kehilangan sahabat terbaik yang sangat aku cintai. Semua ini terjadi karena aku terlambat menemuinya, hingga nyawanya terenggut paksa oleh semesta."
Hong Seok kembali terdiam. Dia mulai mencerna setiap ucapan pelajar yang ada di sampingnya. Entah apa maksud dari perkataan gadis yang sedang duduk di sampingnya, mungkin gadis itu memang orang yang ramah, atau mungkin dia kasihan karena melihat keadaan Hong Seok saat ini, tetapi semua yang dikatakannya memang ada benarnya juga.
"Semangat berjuang, oppa. Aku harus turun disini. Terima kasih."
Hong Seok celingukan. Dia tidak sadar kalau kereta yang dia Naoki tengah berhenti di sebuah stasiun.
Gadis itu melangkah pergi. Sementara Hong Seok hanya bisa tersenyum mengiringi perpisahan mereka, yang baru saja bertemu tiga puluh menit yang lalu.
Seseorang tidak akan pergi tanpa didasari oleh adanya sebuah alasan, dan kau mungkin tidak menyadarinya, bahwa kaulah alasan mengapa semua ini bisa terjadi.
💌
Bekasi, Agustus 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top