💌 - Delapan belas
"Apa kau lapar?"
Satu pertanyaan berhasil lolos dari mulut Hong Seok yang sudah terlatih sejak sepuluh menit yang lalu. Keheningan dan rasa canggung masih mengitari keduanya, Hong Seok dan Yeri.
Yeri menoleh seraya mengangguk pelan, dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Ternyata benar, bahwa senyum dapat menambah energi positif pada seseorang. Buktinya, Yeri terlihat begitu cantik ketika tersenyum. Setidaknya, begitulah perspektif Hong Seok.
"Kau sudah lebih lama tinggal di Seoul." Hong Seok bangkit dari duduknya. "Jadi, maukah kau membawaku ke suatu tempat, yang terdapat berbagai aneka makanan lezat?"
"Hmm, tentu saja." Yeri ikut berdiri di depan Hong Seok. "Sebagai tanda pertemanan kita."
Seperti ada hitungan bom, yang akan meledak dalam waktu tiga detik di dalam dada Hong Seok. Pria itu menelan salivanya, tubuhnya terpaku. Namun, aliran darahnya bersdesir dengan sangat cepat.
"Ada apa?"
Hong Seok mengerjap. "Ah, tidak."
Hong Seok segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, pria itu mendesah berat.
Yeri bangkit lebih dulu. Disusul oleh Hong Seok yang mulai mengikuti kemana Yeri melangkahkan kakinya. Setelah menyusuri tepian sungai Cheonggye, mereka tiba di sebuah jalan yang begitu ramai. Tidak hanya ramai oleh kerumunan manusia, tetapi juga beraneka macam makanan ada di tempat ini.
Yeri berhenti di depan sebuah stand yang sedang membakar sate. Ya, bentuknya seperti sate. Hong Seok bisa menghidu aroma yang dihasilkan dari makanan itu. Seketika perutnya langsung berbunyi. Ingin rasanya segera diisi oleh makanan lezat yang ada di tempat ini.
"Kau mau makan apa?" tanya Yeri penasaran. "Kali ini biarkan aku yang mentraktirku."
"Tidak, biarkan aku yang membayar untukmu."
Yeri tersenyum tipis. Sejak dulu, saat dirinya masih berkencang dengan Hong Seok. Dia tidak pernah akan merasa kelaparan, karena Hong Seok akan selalu membelikannya makanan.
"Baiklah. Kau yang akan membayar," pasrah Yeri seraya mengembuskan napas panjang.
Rasanya Yeri sangat merindukan momen-momen seperti ini. Sudah lama sekali Yeri tidak berjalan kaki di malam hari sambil menikmati jajanan yang ada di pinggir jalan. Kenangan manis bersama Hong Seok kembali melintas dalam memori ingatannya.
"Kau mau makanan yang mana?"
Tidak ada jawaban. Hong Seok mendekati Yeri yang masih melamun di tempatnya. "Yeri," panggil Hong Seok.
Gadis itu mengerjap, lalu menoleh. Jarak Hong Seok yang tidak terlalu jauh membuat wajah keduanya kini sangat dekat, setelah Yeri memutar kepalanya.
Hong Seok menatap lekat mata Yeri, sementara gadis di depannya hanya bisa tertegun menyadari betapa dekatnya jarak mereka sekarang. Yeri menelan salivanya susah payah. Sebelum akhirnya tersadar dari lamunannya.
"Yeri," panggil Hong Seok lagi.
Yeri menghela napas, lalu kembali pada posisi semula. Gadis itu merapihkan rambutnya guna mengusir kecanggungan yang entah sejak kapan hadir diantara mereka.
"Kau ingin makan yang mana?"Yeri mengerutkan keningnya seraya melihat-lihat makanan apa saja yang tersedia di sini. "Kemari, aku tau makanan enak." Yeri langsung menarik lengan Hong Seok. Membuat pria itu merasa terkejut.
"Kau akan membawaku kemana?"
"Di sebelah sini, ada makanan yang sangat lezat. Aku rasa sangat cocok dengan lidahmu."
Senyum di wajah Hong Seok mengembang. Rasanya senang mendengar kalimat terakhir yang Yeri katakan. Karena itu tandanya Yeri masih mengingat jenis makanan yang disukai Hong Seok.
"Baik, aku akan menurut."
***
Pagi ini Yeri dan Heechul baru saja tiba di sebuah gedung perusahaan redaksi, tempat dimana Yeri biasanya menerbitkan karyanya. Keduanya masih terdiam, apalagi Yeri yang tidak mengeri kenapa Heechul membawanya ke tempat ini.
"Ayo, masuk."
"Buat apa?"
"Kau ini, seperti masuk ke rumah hantu saja. Lihat wajahmu, sangat ketakutan."
Yeri berdecak sebal. Disaat sedang bertanya serius. Heechul malah mengajaknya bercanda. Namun, Heechul masih tidak menjawab. Pria itu sudah lebih dulu berjalan memasuki gedung. Tidak ingin tertinggal Yeri segera menyusul.
Masih terus mengekor di belakang Heechul, Yeri sesekali menoleh memperhatikan berbagai macam banner yang terpampang memperlihatkan deretan novel "Best seller". Meski sudah hampir lima kali menerbitkan buku, tetapi ini pertama kalinya Yeri melihat proses penerbitan.
Langkah Heechul berhenti tepat di sebuah Meja, di seberang Meja seorang gadis berambut panjang sedang sibuk membuat sketsa.
"Hai, Ren."
Gadis itu menoleh dengan senyuman khas yang ditampilkan. "Hyung, ada apa?"
"Kenalkan ini nona Yooriko."
Gadis yang diketahui bernama Irene itu langsung berdiri dan sedikit membungkukkan badan. "Senang bertemu anda, nona Yooriko."
Yeri ikut melakukan hal yang sama seraya memperlihatkan senyum tulus yang selalu dia pancarkan. "Begitu pun saya. Senang juga bertemu dengan Anda."
Heechul ikut tersenyum melihat interaksi dua perempuan yang saling menyapa. Pria itu mendekat ke arah Yeri. "Kau tunggu di sana dulu," ucap Heechul seraya mengarahkan dagunya ke arah sebuah sofa yang tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
Yeri hanya mengangguk dan menurut. Gadis itu beranjak menuju sofa berwarna hitam pekat. Pandangnnya masih terus memperhatikan beberapa pegawai yang berlalu lalang serta beberapa kutipan kata yang terpajang di dinding ruangan ternyata dapat mengalihkan atensi Yeri.
Di satu sisi Heechul sedang berbincang dengan Irene terkait pengadaptasian Novel menjadi komik milik Yooriko.
"Apa dia sudah menyetujuinya?"
Heechul mengangguk. "Tentu saja. Kalau tidak mana mungkin aku membawanya ke sini."
"Lalu bagaimana selanjutnya?"
"Aku akan memberikan kontrak ini. Setelah sepakat kau sudah boleh membuat sketsa dari para tokoh yang ada di dalam novel itu."
Irene hanya mengangguk menyetujui. "Baiklah."
Heechul meraih sebuah map biru yang di dalamnya terdapat perjanjian kontrak untuk Yeri. Pria itu duduk di samping Yeri. "Jadi bagaimana?"
"Apa?" Yeri menoleh karena terlalu mendadak mendapatkan pertanyaan seperti itu.
"Kau setuju bukan kalau novelmu dijadikan komik."
Yeri mengangguk senang. "Tentu saja." Dia menatap Heechul lekat-lekat, ternyata pria ini sebaik itu, pikir Yeri. Namun, sedikit keraguan Yeri rasakan. Tidak ingin ada pikiran negatif yang bersarang dalam kepalnya, Yeri segera menepis pikiran itu.
Heechul ikut berantusias. Pria itu memberikan map beriri kontrak kepada Yeri. "Ini kontrak perjanjiannya. Kau bisa baca dan pahami terlebih dahulu."
Yeri melirik map itu dan wajah Heechul bergantian. Karaguan kembali menyerangnya. Tidak, dia tidak boleh merasa ragu. Apalagi dengan kekasihnya sendiri.
Yeri berdehem sebentar guna menghilangkan ragu yang masih bersemayam dalam perasaannya. "Apa boleh aku bawa pulang untuk dibaca di rumah?"
"Kenapa? Apa kau merasa ragu?"
Tepat sekali. Yeri memang sedang meragu, tetapi lagi-lagi dia tidak mau menyinggung perasaaan kekasihnya itu.
"Tidak, bukan seperti itu." Yeri menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya kuat. "Baiklah, aku akan menanadatangani kontrak ini."
Heechul tersenyum senang mendengarnya. "Kau tidak ingin membacanya terlebih dulu?"
Yeri menggeleng cepat. "Aku percaya padamu." Gadis itu segera menggoreskan ujung pena di atas kertas yang ada di depannya. "Sudah selesai. Silakan." Yeri kembali memberikan perjanjian kontrak itu pada Heechul.
"Baiklah, selamat kalau begitu." Heechul mengulurkan tangannya. Tanpa ragu Yeri menyambut uluran tangan itu.
"Terima kasih." Yeri tersenyum antusias. "Bagaimana kalau siang ini aku traktir makan siang?"
"Kedengarannya bukan ide yang buruk." Heechul tersenyum sumringah.
"Kau memang selalu seperti itu, saat berbicara soal makanan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top