Chapter 9 : Berebut?
"Mengapa kau murung, Sachi?"
Suara itu membuat sang pemilik nama sedikit terkejut dan bangkit dari lamunannya. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Sachi pun hanya menatap gadis disebelahnya, lalu kembali ke situasi semula.
"Sachi ...."
"Aku tidak apa-apa, Yukia. Hanya saja ... sedikit merasa ragu," ucap Sachi yang berusaha tersenyum seperti biasanya. Yukia pun hanya bisa menghela nafas lalu berkata, "Ragu? Ragu dalam hal apa?"
Sachi pun terdiam sejenak yang membuat Yukia semakin khawatir. "Sachi, apa kau baik-baik saja? Katakan padaku jika ada hal yang mengganggu mu."
Sachi pun berusaha tersenyum. Namun, dalam waktu singkat, ia pun langsung kembali murung. Ia tahu jika ia tidak bisa berbohong dari Yukia dan Rin. Utamanya pada Rin, karena dia selalu tahu kondisinya.
"Yukia, apa aku berhak cemburu pada orang yang bahkan tidak melihatku sama sekali?" cicit Sachi yang tak mampu didengar oleh Yukia.
"Bisa diulang?" tanya Yukia.
"Ah, sudah sampai rumah. Aku duluan ya, Yukia. Sampai bertemu besok!" Sachi pun langsung masuk ke rumahnya yang membuat Yukia memperoleh kesimpulan yang seharusnya ia sadari sejak awal.
*****
"Selamat malam, Tante."
"Wah, selamat malam, Yukia-chan. Silakan masuk, akan tante panggilkan Rin dan Neko. Sebentar ya," ucap mama Rin yang kemudian menghampiri dua gadis yang berada dalam kamar berbeda.
Disisi lain, Yukia kini telah duduk di ruang tamu. Ia pun mengedarkan pandangannya ke ruangan itu.
'Tidak ada yang berubah sejak hari itu,' batin Yukia sembari sedikit bernostalgia dengan masa penerimaan siswa baru.
"Maaf telah membuatmu menunggu lama."
Suara itu membuat Yukia menatap lawan bicaranya yang menampakkan dua sosok gadis yang kini telah duduk dihadapannya.
"Ada apa, Yukia?" tanya sang gadis dengan tatapan bingung sekaligus khawatir.
"Tumben sekali anak pintar kemari malam-malam," ucap Rin yang langsung disambut dengan tatapan tajam dari yang bersangkutan.
"Rin," tegur sang gadis.
"Baiklah, ada apa kemari, Yukia?" tanya Rin dengan nada halus.
"Aku kemari ingin membicarakan Sachi. Sepulang sekolah tadi, Sachi pulang bersamaku dan dia tampak murung. Apa kalian tahu sesuatu?" Yukia pun memberikan tatapan penuh selidik pada dua gadis dihadapannya.
"Mungkin ... Sachi takut jika Hajime Isamu diambil," jawab Rin seadanya.
"Maksudnya?"
"Ini karena aku masuk klub band. Sepulang sekolah tadi, Sachi pun menanyakan hal yang sama dengan Rin. Lalu aku menjawab sama pula. Tetapi, aku tidak terbesit untuk merebut Hajime Isamu," jelas sang gadis yang telah mengerti kemana arah tujuan pembicaraan ini.
Yukia pun tampak menghela nafas. Ia tampak berpikir sebentar.
"Lagipula, Sachi kembali terlalu berlebihan untuk seorang yang belum tentu bisa ia miliki," timpal Rin dengan santainya, bahkan tak merasa berdosa sedikitpun.
"Aku setuju," sahut Yukia dengan tatapan serius.
"Kalian ...," tegur sang gadis dengan tatapan bersalah.
"Tenang, kami sudah lama mengenal Sachi. Jadi, kau tidak perlu khawatir, Kurosaki-san," ucap Rin dengan sangat tenang dan disambung, "Baiklah, jadi ... apa yang akan kau sampaikan kali ini?"
"Menjadikan Sachi sebagai produser atau manajer band," ucap Yukia yang membuat Rin terkejut dan berkata, "Bukankah itu berlebihan?!"
"Um, tapi ... kurasa itu ada baiknya juga," sahut sang gadis dengan tatapan penuh antusias.
"Tenang, Sachi tidak akan sendiri. Karena rencananya, kau lah yang akan menjadi produser utamanya dan Sachi adalah wakilmu," jelas Yukia.
"Tunggu-tunggu, bukankah ada baiknya jika seorang guru yang menjadi pengampunya?" sela sang gadis yang membuat kedua gadis dihadapannya tertegun.
"Itu jalur tengah yang baik," gumam Rin.
"Baiklah, akan ku pikirkan siapa yang akan menjadi pengampunya. Setidaknya, ini bisa meringankan pemikiran Sachi," jelas Yukia.
Namun, semakin lama, pembahasan pun semakin jauh dari tujuan awal. Bahkan, sang gadis pun seperti tak diberi kesempatan untuk berbicara.
"Tapi ... mengapa kalian sampai nyasar kemari dan begitu peduli pada band? Bukankah, sebelumnya kalian hanya memandangnya dengan sebelah mata?" sela sang gadis dengan tatapan tak mengerti.
"Sudah kubilang, jika ini hanya untuk Sachi," jawab Yukia dengan tegas.
"Jika ini hanya untuk kepentingan seseorang ... bukankah itu egois namanya?" ucap sang gadis dengan tatapan sedih dan tersirat sedikit amarah.
"Lalu, keputusan mu untuk membantu mereka, bukankah itu egois juga?" balas Yukia.
"Tidak, keputusan ku tidak untuk kepentinganku sendiri. Keputusanku untuk membantunya adalah agar mereka tidak dibubarkan," jawab sang gadis.
"Kalau begitu, keputusan kami untuk ikut campur dalam urusan band adalah agar Sachi tidak terbebani sedikitpun," tegas Yukia dan disambung, "Kalau kau berani berjanji untuk tak mendekati Hajime Isamu, maka kami tidak akan ikut campur."
"Sudahlah, kalian berdua. Tidak ada gunanya kalian saling beradu argumen tentang pembelaan kalian," potong Rin sebelum sang gadis sempat menjawab ucapan Yukia.
"Maaf," gumam sang gadis yang kini tak berani menatap Rin sama sekali. Bahkan, Yukia pun hanya membenarkan kacamatanya yang tak bergeser sedikitpun dari batang hidungnya.
"Kurosaki-san hanya ingin membantu melindungi impian senpai untuk membuat klub band di sekolah kita. Memangnya apa salahnya? Jika pun orang yang bernama Hajime Isamu itu menyukai Kurosaki-san, atau kau, atau Sachi sendiri, itu urusan dia. Kita tak berhak membatasi siapapun untuk mengekspresikan perasaannya. Sekarang coba bayangkan saat kau berada diposisi Kurosaki-san. Kau sedang ingin melindungi mimpi sebuah kelompok, namun hal itu dihalangi oleh cinta temannya yang hanya cemburu pada sesuatu yang tak pasti. Bingung kan?" jelas Rin yang membuat Yukia kehabisan kata-kata.
Selain itu, Yukia pun tampak mengurungkan niatnya untuk membela Sachi.
'Disaat seperti ini, kau masih bisa memilah siapa yang benar. Aku sangat terkejut, Rin,' batin Yukia.
"Rin, itu berlebihan," ucap sang gadis dengan tatapan yang sulit diartikan untuk Rin maupun Yukia.
"Maaf, aku tak bermaksud begitu. Tapi itulah yang kupikirkan. Kalian berdua tidak salah, bahkan tujuan kalian pun sama-sama baik. Sisanya, tinggal kalian pikirkan dampak yang akan kalian terima setelahnya," ucap Rin dengan nada sedikit santai dari sebelumnya.
"Akan ku pikirkan cara lain. Dan untuk sementara, tolong beri semangat pada Sachi. Aku pamit," ucap Yukia yang langsung beranjak dari singgasananya.
"Rin, sampaikan salam pada orang tuamu ya," ucap Yukia sebelum meninggalkan kediaman temannya.
"Baik, akan aku sampaikan," ucap Rin dan setelahnya, Yukia pun melenggang dari rumah ini.
"Kurasa, aku akan turun tangan untuk kali ini," ucap Rin.
"Eh?" Sang gadis pun bingung akan ucapan Rin. Namun, menurut tebakannya, Rin masih terbawa emosi akan hal yang baru saja terjadi.
*****
Pagi telah menyapa seluruh makhluk nya. Tak lupa, gemerisik angin pun hadir untuk menambah rasa semangat untuk memulai hari.
Begitu pula dengan Rin dan gadis pindahan yang kini sedang menyempatkan diri untuk ke ruang guru, sebelum bel jam pelajaran pertama berdering.
"Maeda-sensei, apa ada waktu sebentar?" ucap Rin yang membuat guru yang bersangkutan pun teralihkan dari buku yang telah ia tata rapi.
"Ada apa, Rin? Neko?" tanya Maeda-sensei dengan nada lembut dan penuh pengertian.
"Sensei, klub band sebentar lagi akan hadir. Dan kami meminta bantuan sensei sebagai pengampunya. Apakah sensei bisa membantu kami?" jelas Rin dengan tatapan penuh harap.
Maeda-sensei pun tampak menimang-nimang penjelasan muridnya. Namun, ia pun segera tergerak untuk melihat jadwal mengajar serta piketnya untuk memperkirakan apakah sensei mampu membantu atau tidak.
"Sensei rasa ... sedikit sulit untuk menyesuaikan jadwal sensei. Tapi, kapan jadwal latihannya?" tanya Maeda-sensei.
Rin pun menyenggol lengan sang gadis yang membuat sang gadis berkata, "Rencananya, kami akan latihan setiap hari Sabtu. Mumpung sekolah libur."
"Oh, hari Sabtu. Baiklah, akan sensei usahakan untuk membantu. Tapi ingat, latihan yang semangat, ya," ucap Maeda-sensei dengan aura penuh keibuan.
Mendengar lampu hijau dari sang guru, Rin dan sang gadis pun bertatapan dengan wajah penuh harapan. Lalu, merekapun membungkukkan badan empat puluh lima derajat pada guru mereka sembari berkata, "Arigatou gozaimasu, Maeda-sensei."
"Baiklah. Sebentar lagi sudah saatnya pelajaran. Sebaiknya, kalian segera kembali ke kelas. Dan jangan lupa, belajar yang rajin, ya," ucap Maeda-sensei yang setelahnya, kedua gadis itupun langsung menuju ke kelas mereka.
"Terima kasih, Rin. Sekali lagi, kau sudah membantuku," ucap sang gadis dengan lembutnya.
"Tidak masalah. Selama bisa aku bantu, maka akan aku usahakan," ucap Rin sembari tersenyum.
"Rin memang baik," gumam sang gadis.
"Apa?" Rin pun tak mendengar ucapan sang gadis, karena ia sibuk memperhatikan lorong sekolah ini.
"Tidak. Hanya berpikir jika Rin seharusnya tidak baik," ucap sang gadis.
"Oh, aku memang orang yang tidak baik. Tapi kebalikannya," balas Rin.
Disisi lain, Sachi kini telah bosan melakukan kegiatan di sekolah. Padahal, ini masih hitungan awal bagi siswa yang baru saja naik kelas. Bahkan, ia pun sangat tidak ingin melakukan apapun disini.
"Sachi, apa kau baik-baik saja?" tanya Rin yang sedari kemarin selalu khawatir akan kondisi Sachi.
Sachi pun bergeleng sebagai jawaban dan berkata, "Aku baik."
"Kau bergeleng, tapi kau bilang baik-baik saja. Mana yang benar?" sahut Chiba yang sedari tadi telah memperhatikan gerak-gerik Sachi maupun Yukia.
"Bukan urusanmu," jawab Sachi dengan nada malas sembari memalingkan wajahnya ke jendela.
Tak lama setelah Sachi menjawab, Rin yang bersama sang gadis pun kembali ke kelas dengan tatapan riang. Dan langsung menuju ke bangkunya masing-masing.
"Hei, Sachi. Ada apa dengan wajah murung itu?" tanya Rin. Namun, Sachi tak menjawab sedikitpun.
"Sachi, apa kau masih bisa mendengar? Oh, kurasa tidak," pancing Rin.
"Apa?" jawab Sachi dengan cueknya.
"Mata cumi kok wajahnya ditekuk begitu. Ada apa denganmu?" ucap Rin.
"Kurasa, dia hanya iri dengan gadis pertukaran pelajar yang sebentar lagi dekat dengan Hajime Isamu," timpal Chiba.
"Oh, benar juga. Mengapa tidak terpikirkan olehku," sambung Rin.
"Ish! Urusai na!" Sachi pun terpancing api yang disulut oleh Rin dan Chiba.
Tentunya, melihat hal itu, Rin pun tertawa lalu berkata, "Jangan bertingkah seperti itu, Sachi. Dan jika kau keberatan, kau bisa langsung menyampaikannya tanpa harus membuat jarak perlahan-lahan dengan kita."
To be continued~
[Neko Note ]
Arigatou gozaimasu : terima kasih banyak
Senpai : kakak kelas
Sensei : guru
Urusai na : berisik sekali, diamlah
Jumlah kata : 1557 kata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top