Chapter 7 : Calon?

"Hei, lihat itu!" Ketiga gadis itupun langsung melihat kearah yang ditunjukkan oleh Sachi.

"Siapa?" tanya sang gadis yang kebingungan dan tak mengerti siapa yang dimaksud oleh teman barunya ini.

"Oh, dia. Sudah, jangan dihiraukan. Lagipula, Sachi pun tidak mau dekat dengannya," ucap Rin yang membuat sang gadis menuntutnya untuk menjelaskan lebih banyak.

"Hajime Isamu. Dia laki-laki yang disukai oleh Sachi," jelas Yukia sembari meminum minuman yang telah ia pesan. Sang gadis pun tampak mengangguk saja dan terkesan tidak tertarik.

"Kakkoi naa," gumam Sachi dengan mata berbinar-binar.

"Memangnya, apa bagusnya dia?" tanya Rin dan Yukia secara bersamaan yang membuat Sachi membelalakkan matanya dan berkata, "Dia populer di sekolah ini. Sudah tampan, pintar, manis pula."

Sang gadis dan Rin pun bertatapan sejenak serta mencoba memahami makna dari ucapan Sachi. "Tampan, pintar, manis tapi kalau tidak didekati ya ...."

Sachi pun langsung menggigit sedotannya. "Sudah, jangan halu terus. Harap sadar diri. Kamu siapa, dia siapa," ucap Yukia sambil membenarkan kacamatanya yang tak turun sedikitpun.

"Tapi ... kurasa persaingan ulangan tengah semester nanti akan semakin berat," gumam Rin yang tiba-tiba terlintas ingatan saat ia masih kelas satu di SMA ini. Sachi pun mengangguk. Ia menyadari jika memang tak mudah.

"Aku khawatir, pelajaran kuliah akan ditambahkan dalam soal tanpa sepengetahuan kita," ucap Yukia.

"Memangnya, apa sulitnya?" Mendengar ucapan polos sang gadis, Rin dan Sachi yang sedang minum pun langsung tersedak.

"Kurasa otakmu kelewat encer," ucap Sachi yang telah selesai dari batuknya.

"Kalau begitu, ajari aku, Kurosaki-san," ucap Rin.

"Kau sudah dibantu Chiba, jadi biarkan Yukia dan Neko denganku," protes Sachi.

"Daripada rebutan, lebih baik nanti malam kita lakukan panggilan video. Dan Rin, jangan lupa untuk mengajak Chiba." Yukia pun menengahi pembicaraan mereka yang dibalas anggukan. Sementara sang gadis, ia memasang wajah polos.

"Sudah berulangkali ku ingatkan, jangan lupa bekalnya dihabiskan."

Suara baritone itu membuat empat gadis melihat sang sumber suara, seorang laki-laki dengan wajah datar nan malas.

"Ada yang bisa aku bantu?" Yukia pun menirukan suara Rin yang membuat Rin melototinya terus-menerus.

"Hehehe ... maaf, Chiba," ucap Rin yang kemudian mengambil dua bekal itu dan satunya di serahkan pada sang gadis.

"Chiba terlalu baik ya," gumam Rin. "Iya, memang. Daripada Isamu," jawab Rin.

Chiba pun duduk diantara keempat gadis tersebut sembari meminum susu UHT. Sementara empat gadis itu sibuk makan siang.

*****

Waktu terus berlalu, hingga tiba dimana bel surga para siswa pun berkumandang.

"Sensei cukupkan sampai disini, selebihnya belajarlah yang rajin. Terima kasih dan selamat sore," ucap sensei yang kemudian berlalu dari kelas ini.

Setelah kepergian sensei, para murid pun langsung ramai. Mereka merencanakan akan pergi kemana setelah ini.

Termasuk Rin dan sang gadis yang telah mengambil langkah seribu dari ruang kelas. Dan disinilah mereka berada, sebuah lorong yang berisi ruang kelas khusus ekstrakurikuler.

"Kau akan mengambil yang mana?" tanya Rin yang memecah keheningan diantara mereka.

"Kurasa ... aku belum memutuskannya," jawab sang gadis.

Namun setelah menjawab pertanyaan itu, sang gadis berhenti di salah satu pintu dan mengambil kertas yang tertempel di sana. Rin yang penasaran pun segera menyusul dan langsung memahami sesuatu.

"Klub band. Mereka akan dibubarkan karena kekurangan anggota," ucap Rin yang membuat sang gadis menatapnya.

"Syarat utama mendirikan sebuah klub ialah memiliki lima anggota di awal pengajuan. Namun mereka hanya memiliki empat anggota. Mereka tetap bersikukuh agar klub ini masih ada. Tapi sayang, usaha mereka belum membuahkan hasil dan mereka pun dipaksa untuk menutupnya di akhir musim ini jika tidak ada peminatnya," jelas Rin.

Sang gadis yang mendengarnya pun merasa sedih. Ia menatap kertas itu dengan penuh makna, seolah-olah ia mengerti apa yang klub ini rasakan.

"Apa boleh dibuka?" tanya sang gadis dan dibalas anggukan oleh Rin.

Setelah mendapat persetujuan, sang gadis pun mulai membuka pintu secara perlahan dan betapa terkejutnya ia dengan ruangan berisi alat musik yang mulai berdebu. Bahkan kertas berisi lirik pun terlantar begitu saja.

"Mereka kekurangan vokalis," ucap Rin saat melihat sang gadis menyentuh kertas itu.

"Kurasa mencari vokalis tidak semudah yang kubayangkan," timpal sang gadis dan disambung, "Apa kau ingin mencoba memainkannya, Rin?"

Dengan segera, Rin pun menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu soal notasi balok. Jadi kalau kau ingin mencobanya, silakan," ucap Rin.

Sang gadis pun langsung mengambil gitar lalu mencari posisi nyaman dan mulai memainkannya. Jari-jarinya yang lentik, sangat lihat memainkan berbagai kunci dari notasi itu. Dan saat itulah, sang gadis mulai terbawa suasana lalu mulai bernyanyi.

"Wow, suara yang bagus!"

Pujian itu membuat sang gadis berhenti bermain dan Rin pun langsung menatap tiga orang laki-laki yang notabenenya ialah kakak kelas mereka.

"Kau murid pindahan itu?" tanya salah satu laki-laki yang memiliki gelang ditangan kanannya.

"Ayo, bergabung dengan kami," ajak laki-laki dengan surai hitam dan poni yang menutup mata kirinya. Sementara, laki-laki dengan jam tangan itu hanya berdiam diri.

"Um, aku gadis pindahan atau lebih tepatnya siswa pertukaran pelajar," jawab sang gadis dengan ramah.

"Senang bertemu denganmu. Dan apakah kau ingin bergabung dengan kami?" tanya laki-laki dengan gelang tersebut.

Namun, belum sempat menjawab, Rin telah menggenggam tangan sang gadis.

"Permisi senpai, kami masih ada belajar kelompok setelah ini. Lain kali saja ya," ucap Rin yang kemudian menarik sang gadis keluar bersamanya hingga mereka berhenti di gerbang sekolah.

"Rin?" Rin pun menoleh lalu berkata, "Instingku bilang jika mereka berbahaya, jadi ... kutarik kau."

Sang gadis pun tampak menghela nafas dan tersenyum tipis. "Mari pulang, kita harus mempersiapkan untuk kerja kelompok nanti," ucap Rin yang berjalan duluan dan disusul oleh sang gadis.

Disisi lain, kedua gadis tersebut tidak sadar jika sedari tadi Chiba mengawasi mereka. Bahkan saat mereka keluar pun, Chiba masih di gerbang sekolah lalu menengadah ke lantai tiga, atau lebih tepatnya pada jendela yang menampakkan sosok pria yang ditemui oleh kedua gadis tersebut.

*****

"Ah iya, Neko-chan! Apa kau sudah memutuskan untuk masuk klub apa?" tanya Sachi yang tiba-tiba mengalihkan perhatian dari pembahasan matematika tersebut.

"Kurasa aku akan masuk ke klub band," jawab sang gadis sembari menghitung dengan kalkulator.

"Apa kau yakin dengan keputusan mu, Neko?" tanya Yukia dengan tatapan serius yang tak bisa dilihat oleh sang gadis.

"Tentu, karena ... aku mengerti bagaimana rasanya jika hal yang kau sukai harus dihancurkan," jawab sang gadis yang sempat menatap Yukia.

"Kurasa tidak ada masalah jika dia berada di sana, " sahut Chiba yang langsung mendapat teguran dari tiga temannya. Namun, Chiba sama sekali tidak mempedulikan teguran tersebut.

"Arigatou," ucap sang gadis dengan senyuman manisnya.

"Kau terlalu berani, Neko-chan ...," gumam Sachi dan disambung, "Hei, Chiba! Mengapa kau begitu saja mengiyakan!?"

Dan yang bersangkutan pun hanya memasang wajah malas. "Jangan bilang, kau sudah mengenal mereka terlebih dahulu," timpal Rin yang membuat dua orang temannya semakin menaruh perhatian pada Chiba.

"Jangan berpikir aneh-aneh. Kurosaki teman kita, kita wajib mendukung apapun keputusannya selama ada di jalan yang benar. Dan jika dia berada di jalan yang salah, sudah kewajiban kita juga untuk membenarkannya," ucap Chiba yang membuat Rin dan Sachi terkagum-kagum. Pasalnya, Chiba tidak pernah berbicara sepanjang ini.

"Kesimpulannya, saat ini kita harus memantau Neko," ucap Yukia dan dijawab anggukan. Sementara sang gadis, ia tampak tak peduli temannya berbicara apa. Karena ia telah larut dalam dunia hitung-hitungan.

Namun, selang beberapa menit setelah mereka mengobrol, sang gadis pun menampakkan bukunya dalam layar panggilan video dan menunjuk angka delapan belas. "Ini, bagaimana caranya?" tanya sang gadis yang menuai respon tak percaya dari Sachi.

"Darimana kau dapat soal itu?" tanya Chiba dengan tatapan malas. Dan sang gadis pun menjawab, "Ini buku yang aku bawa sendiri dari rumah."

"Menarik. Akan aku coba hitung terlebih dahulu, lalu Rin dan Sachi, ayo hitung," titah Yukia yang membuat Rin serta Sachi bermalas-malasan dalam menghitungnya.

Dan tak berapa lama kemudian, mereka pun menghasilkan jawaban yang berbeda.

"Tunggu sebentar. Soalnya kan interval x sebagai grafik f(x) sama dengan cos dalam kurung x dikurangi tiga puluh derajat, naik untuk nol derajat kurang dari sama dengan x kurang dari sama dengan tiga ratus enam puluh derajat," ucap Yukia yang kemudian tampak berpikir.

"Menurutku, kita mencari turunan dari cos dalam kurung x dikurangi tiga puluh derajat ini. Nah, turunan dari cos itu negatif sin dalam kurung x dikurangi tiga puluh derajat dengan tanda lebih dari nol. Lalu untuk menghilangkan tanda negatif pada sin, kita ubah tandanya menjadi kurang dari. Setelahnya, baru kita bisa membuat diagram interval dan ketemu hasilnya," ucap Chiba yang menjelaskan hasil perhitungannya.

"Tunggu sebentar, apa kaitannya negatif dengan perubahan tanda?" tanya Rin.

"Mungkin, karena negatif itu hutang dan kita ingin membuat sin itu positif. Maka diubah letak tandanya, jadi kurang dari nol," jawab Sachi.

"Sachi benar," ucap Chiba dan disambung, "Karena jika kita menggunakan negatif sin, maka kita akan kesusahan dalam menghitungnya."

'Benar juga,' pikir Yukia, Neko, dan Rin secara bersamaan.

"Esok kita harus meminta penjelasan lebih pada Hanamiya -sensei," ucap Yukia dengan semangat menggebu-gebu.

"Kalau sensei sibuk?" sela Rin. "Sensei harus mau," jawab Yukia dengan mudahnya.

"Kalau sensei menolak?" tanya Saichi. "Tidak ada seorang guru yang menolak pertanyaan siswanya, Saichi," jawab Yukia.

"Siapa tahu ada," ucap Saichi.

"Tapi, esok memang jadwalnya Hanamiya-sensei. Kurasa kita bisa menanyakannya sebagai selingan," ucap sang gadis yang tampak mengamati jadwal pembelajaran yang diberikan oleh Rin.

"Dan setelahnya, kita akan dihujani dengan seribu pertanyaan yang membingungkan," ucap Saichi yang membayangkan betapa sadisnya guru itu.

"Lalu kau yang akan disuruh mengerjakan terus," sambung Rin yang langsung dibalas dengan rengekan dari Sachi.

"Waktunya istirahat, oyasumi," ucap Chiba yang langsung mematikan videonya.

"Oyasumi," Yukia dan Sachi pun menyusul Chiba. Begitu pula dengan dua gadis sisanya.

To be continued~

[Neko Note]

Arigatou : Terima kasih

Baritone : suara dalam, yang biasa ditujukkan untuk suara pria

Kakkoi naa : sangat keren / keren sekali

Oyasumi : selamat malam / selamat tidur

Senpai : kakak kelas

Sensei : guru

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top