Chapter 3 : Pertemuan Perdana #2

"Kami pulang," ucap Rin sembari melangkahkan kaki beberapa langkah dan alangkah terkejutnya ia atas apa yang terjadi pada rumahnya.

Bagaimana tidak, rumahnya yang terkesan sederhana ini telah disulap menjadi ruangan pesta yang terkesan cukup megah dengan ornamen-ornamen antik yang telah lama disimpan oleh orang tuanya. Dan saat itulah Rin menyadari akan kemampuan orang tuanya dalam mengurus banyak hal. Sementara sang gadis yang mengekorinya hanya bisa mengedarkan pandangan sebentar.

"Dimana orang tuamu?" tanya sang gadis yang membuat Rin tersadar jika orang tuanya belum muncul dihadapan mereka.

"Sebentar, duduklah di sini terlebih dahulu," ucap Rin yang membuat sang gadis duduk di ruang tamu bersama dengan koper yang menemaninya.

"Papa? Mama?" panggil Rin secara bergantian untuk mencari tahu keberadaan pasangan paruh baya yang telah menjaga dan merawatnya selama ini.

"Ma ...."

"Sabarlah, Anakku."

Suara lembut itupun membuat Rin berbalik pada pintu yang merupakan penghubung antara rumah ini dengan kamar orang tuanya. Dan tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya pun muncul dari balik pintu itu dengan anggunnya, seperti penyambutan seorang tamu kerajaan.

"Mama, bukankah itu sedikit berlebihan?" tanya Rin pada mamanya yang sibuk merapihkan gaunnya.

"Benarkah? Mama rasa tidak," ucap Mama Rin yang telah selesai merapihkan gaunnya.

"Papa dimana, Ma?" tanya Rin yang sama sekali tak merasakan kehadiran papanya.

"Papa sedang ada pertemuan penting dengan pelanggan dan rekannya, jadi Papa hanya menyampaikan permintaan maaf dan selamat datang untuk anak angkat keluarga ini. Tapi, papa berjanji akan makan malam bersama kita," ucap Mama Rin dengan penuh pengertian agar tak terjadi kesalahpahaman yang mengakibatkan retaknya hubungan ayah dan anaknya.

"Baiklah, Ma. Akan ku siapkan minumannya," ucap Rin yang kemudian melangkahkan kakinya ke dapur.

Namun baru beberapa langkah, tangannya telah ditahan oleh seseorang yang membuatnya harus berbalik.

"Sayang, kau temani dia saja, ya. Mama yakin dia merasa canggung dan asing disini. Dan sebagai keluarga yang baik, kita harus membuatnya nyaman," ucap Mama Rin dengan penuh perhatian yang membuat Rin sedikit memikirkan perkataan mamanya.

"Um, Mama benar. Baiklah, mohon bantuannya, Mama," ucap Rin dengan senyum simpul yang ia lukis secara tak langsung pada wajah manisnya. Kemudian Rin pun kembali pada anak pertukaran pelajar itu.

"Anggap saja rumah sendiri. Jangan merasa sungkan, ya," ucap Rin dengan ramah yang membuat gadis itu memberikan senyuman terbaiknya.

Setelah berkata demikian, Rin pun duduk bersebrangan dengan gadis itu.

"Jadi, apa kau bisa berbahasa Jepang ?" tanya Rin yang penasaran pada penguasaan bahasa asing dari sang lawan bicara.

"Um, sedikit yang ku mengerti," jawabnya singkat.

"Saat mengikuti tes pertukaran pelajar, apa saja yang tertulis dalam soal itu ?" tanya Rin dengan nada penasaran, namun terkesan judes.

"Hanya kosakata ringan, sama seperti mengikuti tes TOEFL," jawab sang gadis yang membuat Rin mengangguk paham serta otaknya pun mulai merancang apa saja yang akan ia ajarkan pada lawan bicaranya.

Namun, otaknya pun sempat berhenti berpikir. Ia baru sadar jika tes yang biasanya dilakukan oleh para pejuang pertukaran pelajar tidaklah mudah.

"Rumahmu sangat tenang," ucap sang gadis yang mencoba mencari topik pembicaraan ditengah keheningan ini.

"Terima kasih. Oh iya, bagaimana dengan rumahmu?" balas Rin dengan nada penasaran yang membuat sang gadis membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah foto rumah yang cukup besar dengan tiga manusia tengah tersenyum disana, seperti keluarga bahagia di negeri dongeng.

"Rumahmu besar juga, ya," ucap Rin yang masih terkagum-kagum akan rumah milik sang lawan bicara.

"Terima kasih," ucap sang gadis yang senantiasa memberikan senyuman terbaiknya.

"Selamat datang di Jepang!"

Sambutan hangat dari seorang wanita paruh baya yang membawa nampan berisi minuman pun membuat mereka memberikan senyuman yang lebih sumringah dibandingkan sebelumnya dan dengan segera, Rin pun membantu mamanya untuk menaruh gelas itu untuk mereka.

"Terima kasih, tante. Dan tante tampak cantik dengan gaun itu," puji sang gadis dengan manisnya. "Dan ini, saya membawa sedikit oleh-oleh untuk keluarga baru saya." Sambung sang gadis sembari memberikan dua paper bag yang diterima oleh Mama Rin.

"Wah, terima kasih. Dan siapa namamu, gadis manis ?" tanya Mama Rin yang kini tengah duduk disebelah anaknya.

"Namaku adalah Kurosaki Neko, tante," jawab sang gadis dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya.

"Nama yang bagus, dan jangan panggil saya 'tante'. Karena saya akan menjadi mama untukmu selama disini, Kurosaki-san," ucap Mama Rin dengan ramah sembari mencoba menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang yang berasal dari luar Jepang.

"Omong-omong, mengapa namamu Kurosaki Neko ? Bukankah kau berasal dari Inggris ?" tanya Rin secara spontan yang langsung dicubit pelan oleh Mamanya yang membuat Rin menahan rasa sakit itu, walaupun mulutnya ingin sekali teriak.

Ya, Mama Rin merasa apa yang ditanyakan oleh anaknya itu kurang sopan pada orang yang baru saja dikenalnya.

"Itu ... ayahku adalah orang Inggris dan ibuku adalah orang Jepang. Nama 'Kurosaki' diambil dari marga ibuku dan 'Neko' itu artinya kucing bukan ?" tanya sang gadis yang dibalas anggukan oleh Rin dan Mamanya.

"In essence, my mother believes that a black cat brings good luck. That's why he gave me a name like that ," sambung sang gadis yang tanpa sadar menggunakan bahasa Inggris dalam percakapannya.

Rin pun sadar dan langsung menutupi kebingungannya dengan ekspresi berpikir. Sementara Mama Rin, ia ingin sekali menanyakan arti dari perkataan yang diucapkan lawan bicaranya pada anaknya, namun ia tahu jika anaknya pun belum mahir berbahasa asing, kecuali mandarin.

"Ah, silahkan diminum dahulu. Mama tahu perjalanan kemari cukup lama dan melelahkan, bukan ?" ucap Mama Rin yang mengalihkan topik pembicaraan sembari mempersilahkan mereka menikmati minuman serta beberapa camilan yang tersedia di atas benda mati itu.

Dan tak butuh waktu lama, mereka pun langsung meminum air yang cukup menyegarkan dan membuat dahaga hilang seketika.

"Terima kasih," ucap sang gadis sembari tersenyum.

"Baiklah, Rin akan menunjukkan kamarmu disini. Dan jangan sungkan terhadap apapun, anggap saja rumah sendiri," ucap Mama Rin yang memberikan kode untuk Rin agar segera mengantar teman barunya ke kamar yang telah orang tuanya siapkan sebelumnya.

Kini Rin dan sang gadis tengah berjalan menuju kamar itu dan sesampainya disana, betapa terkejutnya mereka akan kamar itu. Nuansa merah muda bak gadis remaja sontak menjadi perhatian mereka.

"Kenapa ... merah muda ?" ucap Rin yang terpaku akan warna ruangan itu.

"Cute," ucap sang gadis sembari menaruh kopernya.

"Dengar, jika kau tidak suka dengan warnanya, kita bisa menggantinya nanti," ucap Rin yang belum teralihkan dari dinding itu.

"Tidak masalah, aku suka warnanya. Justru warna ini membuatku terasa seperti di rumah sendiri," ucap sang gadis yang tak hentinya menebar senyuman.

"Baiklah jika kau merasa demikian," ucap Rin yang telah teralihkan dari warna dinding itu.

Setelah percakapan itu, mereka pun hanyut dalam keheningan. Rin pun kembali menatap dinding, sementara gadis itu duduk di kasur yang telah disediakan.

"Pfft ... Hahahaha ...." sang gadis pun tertawa pelan yang membuat Rin bingung, bahkan Rin merasa jika teman barunya ini kerasukan penunggu kamar ini.

Ya, tentunya karena kamar ini sebelumnya adalah kamar kosong yang tak dihuni sedikitpun.

"Kau sehat?" tanya Rin tanpa ada keraguan ataupun ketakutan di wajahnya.

"Iya, aku sehat, terima kasih," jawab sang gadis yang kini tengah tersenyum ramah.

"Lalu, kau kenapa?" tanya Rin dengan raut kebingungan yang terlukis jelas di wajahnya.

"Ku mentertawakan kecanggungan diantara kita," sambung sang gadis yang membuat Rin sedikit kikuk.

"Ah ... sudah, jangan dibahas!" ucap Rin dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

"Mulai sekarang, mohon bantuannya ... um?" ucap sang gadis yang bingung harus memanggil siapa pada gadis dihadapannya.

"Rin, panggil saja Rin," ucap Rin dengan tatapan hangat.

"Baiklah. Mulai sekarang, mohon bantuannya, Rin," ucap sang gadis sembari menjulurkan tangannya.

"Baiklah. Jika ada yang ingin kau tanyakan, maka jangan segan bertanya ya, Kurosaki-san, " ucap Rin yang kemudian menyambut uluran tangan sang gadis yang membuat mereka tertawa tanpa alasan yang jelas.

"Ah, aku harus berkemas," ucap sang gadis yang baru saja sadar jika ia harus mengemasi barang bawaannya ke tempat yang seharusnya.

"Boleh ku bantu?" tawar Rin dengan nada ramah.

"Ah, tidak usah. Aku tidak ingin merepotkan sang tuan rumah," tolak sang gadis sembari membuka kopernya yang berisi pakaian.

"Sudahlah, jangan sungkan," ucap Rin yang kemudian mendekati sang gadis.

"Baiklah, aku mohon bantuannya untuk mengemas barang ku yang lainnya," ucap sang gadis sambil menunjuk satu koper yang ia bawa dan berada tak jauh dari koper yang saat ini sedang ia buka.

Rin pun berjalan pada koper itu dan ia pun mulai membuka resletingnya perlahan. Setelah resleting itu telah lepas, ia pun mulai membuka tutup koper itu secara perlahan. Dan betapa terkejutnya ia pada isi koper itu.

"Kau ... membawa ini semua?" tanya Rin yang masih berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

"Um, itupun ada yang lupa ku bawa kemari," jawab sang gadis yang sibuk merapihkan pakaiannya dalam almari yang membuat Rin terdiam.

Karena Rin tak menyangka jika ada laptop, flashdisk, hardisk, mouse, headset, earphone, dan peralatan elektronik kecil lainnya. Namun, bukan itu yang menjadi perhatian Rin. Dan yang menjadi perhatian Rin adalah beberapa buku yang turut ia bawa dalam koper ini. Bahkan Rin tak menyangka jika di luar sana masih ada orang yang memiliki minat baca tinggi.

"Kau suka konspirasi?" tanya Rin sembari mengambil salah satu buku bersampul biru tua dengan judul, Alam dan Hidup Manusia.

"Tidak, aku tidak suka terlibat dengan konspirasi. Tapi kau bisa lihat kemampuan ku saat mulai masuk sekolah," jawab sang gadis dengan nada riang yang membuat Rin hanya bisa diam saja sembari merapihkan barang yang ada dalam koper itu.

"Ah iya, seragam sekolahnya sudah ku siapkan di lemari satunya," ucap Rin yang baru ingat jika kamar ini memiliki dua lemari.

Sang gadis pun hanya menatap Rin yang mendekatinya sembari membuka pintu lemari yang tak jauh darinya.

"Ini, seragam sekolah diletakkan disini agar tidak tercampur dengan pakaian lainnya," jelas Rin yang telah mengambil seragam sekolah itu dan menunjukkannya pada sang gadis, serta membuat sang gadis mengangguk paham. Namun, tersirat jika sang gadis sedikit bingung.

"Ada apa?" tanya Rin yang mengerti jika teman barunya ini kebingungan.

"Mengapa berbeda dari anime ? Biasanya, model yang dipakai bukan seperti ini," ucap sang gadis yang mengamati model seragam itu.

"Oh ... itu karena, Dienga kokou memakai model seragam suspender, " ucap Rin, "Keistimewaannya adalah seragam ini merupakan kombinasi antara seragam sailor dengan pita menyerupai suspender dibagian bahu."

"Begitu, ya. Aku baru tahu jika ada seragam seperti itu di Jepang," ucap sang gadis yang paham akan penjelasan Rin.

"Begitulah, karena model ini hanya dipakai di beberapa sekolah elit swasta saja. Sisanya, mereka memakai seragam yang biasa muncul di anime," jelas Rin sembari menutup lemari seragam itu.

Setelah penjelasan itu, mereka pun melanjutkan aktivitas untuk memindahkan barang dari koper ke tempat yang seharusnya.

To be continued~





[Neko Note]

Suspender : aksesoris berupa sabuk yang dipasang di bahu sampai ke pinggang

Anime : animasi dari Jepang yang digambar dengan tangan maupun menggunakan teknologi komputer. Kata anime merupakan singkatan dari "animation" dalam bahasa Inggris, yang merujuk pada semua jenis animasi.

Jumlah kata : 1738 kata
Jangan lupa vote dan comment ^-^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top