Chapter 17 : Huh?
Io masih mengikuti Hanako yang terus berjalan tanpa melihat dirinya dan gadis disebelahnya. Bahkan, Io pun tidak tahu kapan dan dimana ia bisa beristirahat. Karena, kakinya sudah cukup lelah berjalan dan berlari.
"Disitu." Hanako akhirnya berhenti dan menunjuk suatu tempat yang mirip dengan rumah.
"Maksudnya?"
"Disana lah sumber masalahnya. Hanako tidak mungkin keluar jika tidak ada permasalahan," jelas gadis disebelah Io.
"Hmmm, semua orang pun tidak akan keluar jika tidak ada masalah," ucap Io dengan datarnya.
"Tapi, Hanako-san. Bagaimana caranya membawa mereka kembali?" tanya sang gadis yang mendapat senyuman ringan dari Hanako, "Tidurlah."
Ucapan Hanako langsung mendapat sambutan manik Io.
"Caranya ya tidur," ulang Hanako.
"Jangan bercanda!" tegur Io yang berusaha mengontrol emosinya.
"Emosional seperti biasanya ... itulah manusia. Selalu bertindak tanpa ingin tahh alasan dibalik semuanya," gumam Hanako.
"Ku peringatkan ...."
"Io, tidurlah sekarang," ucap gadis itu dengan tatapan memerintah.
"Hah? Tidur?"
"Ck, tidurlah. Apa susahnya tidur?" ucap sang gadis yang mulai jengah.
Io tampak mengabaikan ucapan sang gadis, lalu ia mulai mengelilingi serta mengamati lingkungan sekitarnya dengan tatapan berpikir.
"Apa yang kau cari kali ini?" ucap sang gadis.
Io pun tampak menghela nafas lalu berkata, "Bagaimana aku bisa tidur jika tidak ada apapun disini."
Sontak, sang gadis pun memasang tatapan datar. Ia tampak menyadari jika Io tidak tahu diri.
"Kau pilih mana? Tidur ditempat putih bersih atau terbaring di lantai toilet?"
Ucapan sang gadis membuat Io menyadari jika tubuh aslinya telah mencium serta merasakan dinginnya lantai toilet. Ia langsung membayangkan betapa banyaknya bakteri Salmonella, E.coli, Listeria, Cholera, dan Rotavirus yang menempel pada tubuhnya.
"Semoga tubuhku baik-baik saja. Dan utamanya, tanganku tidak terkena atau telur Enterobius vermicularis," gumam Io yang langsung bergidik ngeri.
"Sudah mengerti?" ucap Hanako yang membuat Io mau tak mau harus melakukannya.
*****
Zrashh!
Sachi langsung menyiram segayung air pada wajah Io. Dan disaat yang bersamaan, Io pun telah bangun dari tidurnya dengan kondisi terbatuk-batuk.
"Yatta! Kita berhasil, Yukia! Kita berhasil!" Sachi bersorak atas keberhasilannya sembari memeluk Yukia.
"Sachi!" gumam Io dengan wajah geram.
"Lihat, sekarang yang punya tubuh sudah kembali," ucap Yukia yang membuat Sachi menatap Io, "Selamat datang kembali, Io."
Io melemparkan tatapan kesal pada Sachi yang membuat Sachi merasa jika hal buruk akan mengincarnya. Dan saat Io telah berdiri, Sachi langsung berlari seraya berteriak, "Awas ada beruang marah!"
Yukia hanya bisa menghela nafas saat melihat Io berlari mengejar Sachi. "Kalian memang tidak pernah berubah, ya."
Sachi terus berlari hingga menemukan tempat dimana Chiba dan Isamu berada.
"Awas ada beruang marah!"
"Jangan lari kau, Sachi!"
Chiba yang mendengarnya pun langsung menghentikan mereka lalu menunjukkan Isamu yang telah terkulai lemas.
"Isamu ...."
Sachi terkejut saat melihat kondisi Isamu. Terakhir kali, ia melihat Isamu memang dalam kondisi pucat. Namun, kali ini lebih pucat dari sebelumnya.
"Hayo, Isamu akan mati," ucap Io yang membuat Sachi menggelengkan kepalanya.
"Io, daripada kau mengganggu Sachi, lebih baik ikut aku memeriksa UKS," ucap Yukia yang kini tengah berada di belakang Io.
"Baiklah. Tapi, Isamu akan mati lho, Sachi," ucap Io dengan wajah datarnya namun terkesan mengejek Sachi.
"Diamlah, Io," tegas Chiba yang membuat Io terdiam.
Setelahnya, Yukia menggandeng dan membawa Io ke UKS. Tentunya selama perjalanan, Yukia masih sedikit mengendap-endap. Siapa tahu masih ada pengincar seperti sebelumnya.
"Mengapa mengendap-endap?" tanya Io yang tidak pernah bisa membaca situasi.
"Saat kau pergi, mereka kerasukan. Mereka mengincar nyawa kami. Utamanya Sachi, ia hampir terbunuh berkali-kali," jelas Yukia.
"Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ... bagaimana bisa begitu?"
Yukia menghentikan langkahnya. Ia terkejut atas pemandangan yang disajikan. Ia melihat Neko dengan wajah pucat sembari memapah diri dengan batuan tembok.
"Neko!"
Dengan segera, Yukia langsung membantu Neko berdiri seperti biasa.
"Terima kasih, Yukia," ucap Neko dengan senyuman sebisanya.
"Tubuhmu masih dingin," ucap Yukia dengan tampang khawatir.
"Tenanglah, mungkin ini masa pemulihan. Karena, tubuh manusia bisa memperbaiki suhu tubuh mereka sendiri, bukan?" ucap Neko yang membuat Yukia pasrah.
"Selamat datang ke dunia," ucap Io setelah sekian lama diabaikan.
"Kau juga, selamat datang kembali di dunia ini," balas Neko.
"Huh? Jadi, kau tahu jika aku kesana?" tanya Io dengan tatapan datarnya.
"Sangat tahu. Karena akulah gadis yang bersamamu," jawab Neko dengan senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya.
'Ekh!?' batin Io yang masih tidak mengerti apapun.
"Jadi, bagaimana dengan beberapa bakteri yang hinggap pada tubuhmu? Apa mereka masih hinggap disana?" ucap Neko yang terkesan mengejek Io.
"Huh? Apa yang kau katakan?" ucap Io yang pura-pura tidak mengerti maksud pembicaraan lawan bicaranya.
"Apa maksudnya, Neko?" tanya Yukia sembari membenarkan kacamatanya yang tidak jatuh sedikitpun.
"Saat akan kembali kemari, Io diminta untuk tidur pada tempat yang menurutnya nyaman. Lalu, ia berkeliling dan tidak menemukannya. Dan ia pun berpikir tentang nasib tubuhnya yang banyak dihinggapi bakteri toilet," ucap Neko dengan senyuman yang belum luntur dari wajahnya.
"Oh, orang sedatar Io bisa takut bakteri ternyata," ucap Yukia yang ikutan menggoda Io.
"Diamlah," ucap Io yang tidak tahan jika harus digoda lagi.
"Omong-omong, dimana Rin, Sachi, dan Chiba?" ucap Neko yang merasa jika tiga orang itu tidak hadir kemari.
"Rin ada di rumah, Sachi bersama Chiba di lantai tiga," jawab Yukia.
"Kalai begitu, tolong antar aku menemui mereka," ucap Neko yang langsung mendapat tatapan kurang mengenakkan dari Yukia.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Neko sembari menatap Yukia dan Io secara bergantian.
"Lebih baik jika kau pulang dulu. Ibu Rin sakit saat mendengar jika kau harus diisolasi di sekolah," ucap Io yang terkesan menjauhkan Neko dari situasi yang sebenarnya.
"Mama!? Mama sakit!?" ucap Neko dengan tatapan terkejut.
"Um, mau aku antar pulang? Mungkin saja, Mama Rin bisa cepat sembuh dengan kepulangan dirimu," ucap Yukia dengan tatapan penuh keyakinan.
"Tapi, bagaimana dengan Chiba dan Sachi? Apa mereka baik-baik saja?" tanya Neko yang terkesan masih ingin menemui mereka.
"Iya, mereka baik-baik saja. Saat kau pulang, mereka akan menyusul," jawab Io.
"Mengapa tidak pulang bersama? Apakah terjadi sesuatu?" ucap Neko yang masih bersikeras menentang Io.
"Diamlah atau mereka akan kemari untuk membunuh kita," ucap Io yang semakin menekan Neko. Namun, Neko tidak semudah yang Io kira.
Neko melepaskan rangkulannya dari Yukia lalu berjalan tertatih-tatih untuk mendekati dan meraih Io.
"Bukankah mati untuk seorang teman atau sahabat itu lebih baik daripada mati untuk keegoisan diri sendiri?" bisik Neko yang membuat Io kesal.
"Tenanglah, jangan kesal. Jika kau marah, bukankah kau sama dengan mereka? Egois," ucap Neko yang langsung meraih tangga perlahan dan meninggalkan Io dengan Yukia.
"Jadi, disana kau dan Neko berkelahi?" ucap Yukia yang membuat Io membuang muka.
"Aku tahu jika kau kurang menyukai dia. Tapi, sadarlah jika dia juga yang membuatmu peduli terhadap kondisi lingkungan. Begitu juga dengan Rin," jelas Yukia.
"Benar. Aku akui jika aku memang lebih tertutup dari Rin. Dan aku pun tidak punya teman selain kalian," ucap Io yang membuat Yukia melangkah dan berhenti tepat disampingnya lalu berkata, "Sekarang saatnya kau terbuka pada kami. Termasuk pada Neko. Meskipun ia sangat menjengkelkan di matamu. Tapi, bagi kami ia telah memancingmu dalam ikatan pertemanan yang sesungguhnya."
Setelahnya, Yukia pun menyusul Neko yang telah menghilang dari edaran pandangan mereka. Meninggalkan Io dengan pikirannya.
*****
"Sachi, Chiba!" panggil Neko saat telah sampai di lantai tiga.
"Wah! Neko-chan!" balas Sachi dengan riangnya lalu memeluk Neko erat yang membuat Neko sesak nafas.
"Sachi, ini terlalu erat! Nafasku ...," ucap Neko dengan nada seperti hendak tenggelam dalam lautan dalam.
"Ah, maaf," ucap Sachi yang langsung melepaskan pelukannya.
"Yo!"
Suara berat itu menginterupsi kebahagiaan dua gadis yang telah terpisahkan dalam waktu cukup lama.
"Doumo!" balas Neko dengan senyuman terbaiknya.
"Selamat datang, Neko," ucap Chiba dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Terima kasih, Chiba," balas Neko. Namun, pandangan Neko teralihkan pada salah satu pria yang berdiri dibelakang Chiba.
"Siapa dia?" tanya Neko dengan nada penasaran.
Dengan sigap, Sachi pun menarik Neko dan mulai berbisik padanya, "Isamu ada bersama kita."
Neko pun langsung mengangguk pelan. Ia paham apa maksud dan tujuan Sachi.
"Halo masa depan Sachi," ucap Neko yang langsung membuat Sachi malu-malu kucing.
"Sudah aku bilang, jangan panggil aku dengan sebutan itu," sahut yang bersangkutan.
"Cie tertohok!"
Suara penuh ejekan itu membuat Sachi kesal. Sachi pun menggembungkan pipinya lalu menghadap sang lawan bicaranya.
"Diamlah kau pembohong," ucap Sachi dengan nada penuh kekesalan.
"Kurasa aku salah dengar," ucap Io dengan tatapan datar dan tanpa dosa.
"Kau bilang Isamu akan mati! Apa kau mau membuat anak orang mati!" omel Sachi yang membuat Io tampak berpikir, "Bukan aku yang bilang, tapi mulutku."
"Sudahlah, Sachi. Tidak baik jika kita ribut dalam kondisi seperti ini, lebih baik kita kembali," lerai Yukia yang membuat Sachi hanya bisa menurut.
"Jadi, apakah tidak ada perayaan untuk menyambut kami?" tanya Chiba dengan wajah yang tidak kalah tanpa dosa dari Io.
"Tunggu, kau bicara pada siapa?" tanya Sachi yang membuat Chiba diam sejenak, "Siapa lagi jika bukan pada makhluk yang bernyawa."
"Tunggu, mengapa ada patahan kayu disini?" sela Neko sembari melihat tubuh yamg tengah tertidur pulas.
"Ah itu bukan apa ...."
"Dia mencoba membunuh kami dengan batang besi yang ia bawa." Yukia menginterupsi Isamu yang mencoba berbohong pada sang gadis.
"Wah, kelihatannya seru," ucap Neko dengan wajah penuh antusias.
"Seru your head! Nyawa kami terancam malah kau bilang seru! Otakmu kerasukan apa saat disana!" protes Sachi.
"Sudah-sudah, biarkan sekolah yang mengurus sisanya. Dan kita harus kembali untuk menikmati liburan sekarang," ucap Chiba yang mendekati Neko lalu berjongkok dihadapannya.
"Hah?" ucap Neko yang tidak mengerti maksud Chiba.
"Naiklah, aku yakin jika tubuhmu belum pulih. Dan aku tidak terima penolakan," ucap Chia yang membuat Neko mau tidak mau harus menuruti keinginannya.
"Baiklah! Nanti kita kan makan apa ya?" ucap Sachi yang langsung dibalas oleh Io, "Makanan terus. Kalau tidak minum bisa mati lho."
"Mati terus, kapan hidupnya?" balas Sachi.
"Kapan-kapan," jawab Io.
To be continued~
Jumlah kata : 1592 kata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top