Chapter 11 : Teror Hanako #2

"Nak, ayo, mandi dulu. Sudah mama siapkan air hangat," ucap mama Rin sembari merangkul sang gadis yang tampak lelah.

Namun, saat mereka belum jauh melangkah, pintu pun kembali terbuka yang menampakkan pria paruh baya yang tak lain tak bukan adalah ayah Rin.

"Tadaima~. Lho, mengapa Neko-chan masih pakai seragam?" tanya papa Rin dengan tatapan keheranan.

"Ano ... Kurosaki-san baru saja pulang dari acara sekolah dan aku baru saja menjemputnya, Pa," jelas Rin.

Mama Rin pun tersenyum lembut sembari mengelus surai sang gadis seraya berkata, "Iya, benar. Anakku yang satu ini baru saja pulang dari acara sekolah."

"Ah, Papa pasti lelah. Biar Rin yang urus Kurosaki-san dan Mama yang urus Papa," ucap Rin yang langsung menggandeng sang gadis dan mengajaknya ke kamar.

"Rin banyak perubahan, ya," ucap papa Rin sembari melepas dasinya.

"Kita berhutang budi padanya," sambung mama Rin yang kini telah memeluk lengan suaminya.

*****

"Tadi ... kau bilang Hanako cantik?"

"Iya, dia sangat cantik. Tapi, tak hanya cantik, dia juga manis," puji sang gadis sembari mengingat sosok yang menemaninya saat ia dikunci.

"Eum ... baiklah. Tapi, kau yakin jika kau tidak diapa-apakan olehnya?" tanya Rin dengan tatapan ragu.

"Sangat yakin. Dia hanya mengajakku berbicara."

Rin pun menunduk dengan lesu. Ia merasa bersalah karena meninggalkan sang gadis karena ajakan Sachi yang memintanya untuk pergi ke toko peralatan sekolah.

"Gomen."

"Tenanglah. Ini bukan salahmu. Ini salahku yang terlalu mudah percaya pada orang lain," ucap sang gadis.

"Nak! Makan malam sudah siap!"

Teriakan mama Rin membuat mereka harus bergegas.

"Baiklah, aku akan membersihkan diri dulu," ucap sang gadis.

"Hati-hati jika Hanako mengintip," ucap Rin dengan tatapan jahil.

"Tidak mungkin. Yang ada, zashiki warashi yang akan datang padamu, weekkk," balas sang gadis sembari mengejek Rin dan ia pun langsung masuk ke kamar mandi untuk menghindari Rin yang telah siap melempar bantal padanya.

'Ada-ada saja,' batin Rin.

*****

"Nani!? Hanako!?" teriak Sachi yang membuat keempat temannya melihat ke arahnya.

Beruntung saja mereka menghabiskan waktu istirahat di atap sekolah. Jika tidak, mungkin mereka bisa ditatap oleh ribuan mata dan rumor tak sedap pun akan bermunculan tanpa tahu sumbernya dari mana.

"Aaa ... bisa lebih keras, Sachi? Sepertinya aku tidak dengar apa yang kau katakan tadi," timpal Rin setelah selesai menyantap bekal tersebut.

"Bisa! Hanya saja, nanti aku akan dikira sebagai orang gila," ucap Sachi yang mengalihkan pandangannya pada bekal yang belum ia habiskan.

"Kurasa itu bagus untukmu," sahut Rin yang langsung mendapat teguran dari sang gadis dan Yukia.

"Tapi, jika Hanako sampai muncul seperti itu maka apa yang senpai lakukan sudah kelewat wajar," komentar Yukia.

"Kurasa begitu," ucap Sachi setelah menghela nafas.

"Memangnya, siapa Hanako?" tanya sang gadis dengan tatapan polos.

Pertanyaan itu membuat mereka saling bertatapan. Seakan-akan berdiskusi, akhirnya Chiba pun yang angkat bicara.

"Hanako adalah hantu penunggu toilet lantai tiga di bilik tiga dimana pun sekolahnya. Biasanya ia akan muncul jika namanya dipanggil tiga kali. Atau, bisa juga ia akan muncul dihadapan para pelaku bully," jelas Chiba.

"Hantu ternyata," ucap sang gadis dengan tatapan polos.

"Kowaii ...," gumam Sachi yang merasa merinding seketika.

Sang gadis pun tampak berpikir sejenak lalu mengatakan jika mereka tidak seharusnya memberitahu senpai. Karena, sang gadis takut akan ada masalah yang besar setelah ia mengirim senpai ke toilet tersebut.

Namun, Sachi menolak dengan tegas perkataan sang gadis. Ia merasa jika senpai nya berhak mendapatkan hal itu.

"Hanako memiliki wajah menyeramkan dibandingkan yang kau lihat," gumam Yukia dengan nada yang amat pelan.

"Tapi, mengapa yang kulihat ... dia berwajah cantik?" tanya Neko dengan manik yang menjelaskan bahwa dia tak mengerti apapun.

"Aku pun tidak mengerti perihal ghaib sedikitpun," tegas Yukia.

"Mungkin karena kau masih polos, makanya dia berwajah cantik agar kau tidak takut," ucap Sachi.

"Oh, jadi kau mau bilang jika Kurosaki-san cantik? Baiklah, terima kasih," ucap Rin.

"Kok kamu yang bilang terima kasih!" protes Sachi.

"Perwakilan," sahut Yukia.

"Kurasa ... baik Kurosaki-san maupun Sachi ada benarnya," ucap Rin yang kini tengah kebingungan harus melakukan apa.

"Lakukan saja keduanya," ucap Chiba yang mengundang tatapan penuh pertanyaan dari keempat gadis dihadapannya.

Chiba pun menghela nafas perlahan lalu berkata, "Bilang saja pada senpai jika ada yang ingin bertemu dengannya. Lalu, kita amati apakah ada sesuatu yang terjadi saat mereka bertemu dengan Hanako."

Keempat gadis itupun tampak berpikir sejenak. Dan tak lama kemudian, mereka menyetujui pemikiran Chiba. Pengecualian untuk Yukia, ia masih memikirkan apakah pendapat Chiba memang yang terbaik untuk mereka.

"Kurasa tidak bisa. Hanako selalu melakukan perbuatannya di toilet dengan keadaan terkunci. Jadi, sangat mustahil untuk melakukannya," jelas Yukia.

Ketiga gadis itupun langsung patah semangat. Mereka langsung bingung dengan pemikiran sendiri.

"Apakah kita perlu membeli kamera kecil yang biasa buat mata-mata itu?" tanya sang gadis dan dijawab oleh Chiba, "Kemungkinan terlihatnya hanya kecil."

"Hei, lihat! Di grup kelas kita, mereka sedang membicarakan seseorang," ucap Sachi yang telah membuka ponselnya.

"Tolong bacakan kesimpulannya untuk kami," pinta sang gadis.

"Um. Kesimpulannya ... senpai ...," jelas Sachi dengan lemah.

"Baka! Kita harus cepat kesana!"

Neko pun langsung melarikan diri dari atap yang disusul oleh empat temannya. Ia tak punya waktu untuk bicara lebih. Dan sesampainya di lokasi, mereka sangat terkejut saat melihat tiga senpai mereka digendong oleh guru dengan wajah pucat pasi.

"Terlambat," ucap Chiba dengan pelan.

Namun, Neko yang masih dalam kondisi syok pun langsung menerobos kerumunan siswa kelas tiga yang hendak kembali ke kelas mereka masing-masing dan menghampiri toilet yang menjadi saksi bisu atas peristiwa tiga kakak kelas mereka.

"Jadi, kau yang memiliki hubungan dengan Hanako?"

Neko hanya diam. Ia tak berniat menjawab pertanyaan dari gadis bersurai hitam yang memiliki model rambut mirip seorang laki-laki.

"Io?"

Suara Rin membuat kedua gadis yang nyaris ingin beradu argumen terhenti dan menatap Rin.

"Rin? Chiba? Sachi? Yukia?" panggil gadis yang dipanggil 'Io'.

"Kalian saling kenal?" tanya sang gadis yang membuat Rin tertawa pelan lalu berkata, "Dia kenalan ku dari kelas sebelah."

Sang gadis pun hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Kau sudah jarang terlihat, kemana saja?" tanya Sachi.

"Berdiam di kelas. Karena aku terlalu malas untuk berjalan ke kantin," jawab Io.

Melihat kesempatan itu, sang gadis langsung masuk ke toilet dan menguncinya. Namun, ia ketahuan. Chiba langsung mencoba mendobrak pintunya. Tetapi, ia tak bisa melakukannya. Bisa-bisa, ia harus mengganti pintu ini.

"Kurosaki-san!" teriak Rin dan disambung dengan yang lainnya.

"Tunggulah, ini hanya sebentar!" balas sang gadis.

"Cepat buka! Apa yang akan kau lakukan di sana!" bentak Rin yang tak dijawab apapun oleh sang gadis.

Di toilet ini, sang gadis mulai memasuki bilik nomor tiga dan mulai memanggil namanya sembari menutup mata lalu mengetuk pintunya.

"Hanako-san, apa kau didalam?"

"Hanako-san, apa kau didalam?"

"Hanako-san, apa kau didalam?"

"Ya, aku didalam?"

Suara Hanako membuat sang gadis membuka matanya setelah menarik nafas cukup dalam. Namun, kali ini ia sedikit terkejut. Karena Hanako muncul dengan wajah rusak dan memakai seragam yang sama dengannya. Namun, kemeja putihnya telah memiliki noda darah yang tak sedikit jumlahnya.

"Apa? Kau terkejut sekarang?" balas Hanako dengan nada sedih.

"Hanako, aku hanya ingin bilang jika ...."

"Jika senpai telah keterlaluan," potong Hanako yang membuat sang gadis terdiam.

"Kau tahu, dunia sangat tidak adil. Yang kuat menghancurkan yang lemah, itulah prinsip dunia ini. Sama seperti para pelaku bully. Mereka bersikap kuat, angkuh, padahal mereka tak lebih dari sampah," ucap Hanako sembari melangkahkan kakinya keluar dari bilik dan berhenti di hadapan cermin.

"Hanako ...."

"Dulu, ada seorang gadis yang bersekolah disini. Ia sangat cantik dan polos, seperti mu. Hanya, dia orang Jepang asli. Sikapnya yang ramah dan mudah bergaul, membuatnya sangat mudah dibohongi oleh lingkungannya. Hingga suatu waktu, bullying pun terjadi. Gadis itu dihajar habis-habisan lalu ditinggalkan dalam toilet hingga meregang nyawa di sana," jelas Hanako yang merubah wujudnya menjadi gadis sepantaran Neko dengan wajah yang sangat cantik, seperti yang ia temui sebelumnya.

"Dan gadis itu adalah kau," lirih Neko.

Hanako pun tersenyum mendengar suara Neko. Bahkan, ia sempat tertawa pelan.

"Aku hanyalah cerita seram untuk anak sekolah. Mereka menganggap jika aku tidak nyata. Tapi, aku selalu muncul jika ada pelaku bully."

Ucapan Hanako membuat sang gadis mengerti. Ia lebih mengerti saat bicara langsung dengan hantu ini. Namun, satu hal yang tak ia pahami.

"Apa yang kau lakukan jika bertemu pelaku bully?"

"Hanya menakuti, atau bahkan membuat mereka pergi dari dunia ini," jawabnya dengan senyuman manis.

Disisi lain, keempat teman Neko sedang berpikir untuk membuka pintu tanpa merusaknya.

"Apakah ada yang punya lock pick?" tanya Chiba dan disambut dengan gelengan dari mereka.

"Penjepit kertas?"

"Di tas," ucap Io.

"Di kelas," ucap Rin, Sachi, dan Yukia secara bersamaan.

Chiba pun menghela nafas mendengarnya. Ia baru sadar jika temannya belum mengerti apa yang harus mereka lakukan.

"Bisakah kalian minta penjepit kertas pada senpai?" tanya Chiba yang berusaha bersabar.

"Ah! Tidak kepikiran," ucap Rin yang langsung menarik ketiga teman wanitanya untuk menemaninya meminta benda kecil itu.

Sementara Chiba, ia sedang melihat detail bolongan kunci agar ia bisa membuka dengan mudah. Dan tak lama kemudian, mereka pun kembali dengan beberapa penjepit kertas.

"Dua saja cukup," ucap Chiba sembari mengambil dua penjepit kertas.

"Ya kan untukmu, untuk kami ya ... ini lumayan. Bisa untuk penghematan," ucap Io.

"Terserah," sahut Chiba sembari membongkar susunan penjepit kertas hingga lurus.

Lalu, ia pun mulai memasukkan satu penjepit kertas dalam lubang kunci itu hingga mencapai dasar. Setelahnya, barulah ia tekuk menjadi huruf 'L' dan ia putar searah jarum jam.

Chiba pun menyadari jika susunan kunci yang dipakai pada pintu toilet ini sedikit rumit. Ia pun mulai menambahkan penjepit kertas dengan perlakuan sama. Dan dalam hitungan menit, pintu pun berhasil dibuka.

Namun, alangkah terkejutnya mereka saat pintu terbuka. Mereka melihat sang gadis tengah pingsan dengan kondisi yang tidak berbeda jauh dengan tiga senpai mereka sebelumnya.

"Chiba, tolong angkat dia ke UKS! Hayaku!" titah Rin beserta tiga gadis disekitarnya. Dan Chiba pun langsung melakukan sesuai titah tiga gadis itu.

To be continued~

[Neko Note]

Ano ... : um ...

Baka : bodoh

Gomen : maaf

Hayaku : cepat, cepatlah

Kowaii : seram, mengerikan

Nani : apa

Senpai : kakak kelas

Tadaima : aku pulang

Jumlah kata : 16231 kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top