Solitary Hide and Seek Envy (Gumi x Fem!Reader)
Genre: Friendship, Horror
Rate: T
Song: Solitary Hide and Seek Envy (Hitorinbo Envy) - Hatsune Miku
Kali ini saya bawa request dari Vira1D1Ace
Semoga aja sesuai yang diinginkan. Karena saya baru tahu lagu ini pas ada yang request. Jadi, gak begitu paham 〒▽〒
Biar lebih dapet gambaran, coba lihat video-nya. Yah, walaupun di sini juga gak sepenuhnya sama kayak di video.
Saa, jaa mata, readertachi!
Seorang anak perempuan tampak tengah mengintip dari balik pintu. Lewat celah kecil itu (Your name) melihat ayah dan ibunya yang tengah berdebat. Namun hanya itu yang ia ketahui. Soal permasalahan apa yang mereka bicarakan, (Your name) tak paham.
“Aku tahu kau mendua,” sang ayah berujar dengan wajah datar.
“Aku tidak melakukannya, sayang! Kau salah paham! Aku benar-benar tidak selingkuh!” protes sang ibu, linangan air mata tampak di wajahnya.
(Your name) hanya menatap mereka datar. Kedua orangtuanya selalu saja seperti ini. Ayah yang menjahili ibu dengan wajah tanpa ekspresi, dan ibunya yang selalu menangis ketika mencari alasan. Setidaknya itulah yang (Your name) pahami. Karena terlalu sibuk dengan perdebatan mereka yang terjadi hampir setiap minggunya, (Your name) tak pernah diperhatikan. Ia kesepian. Namun kedua orangtuanya tak lagi peduli.
Karena itulah (Your name) memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Jika kedua orangtuanya tidak bisa menemani, ia akan membuat temannya sendiri. Mengambil peralatan yang dibutuhkan, (Your name) mulai membuat sebuah boneka yang akan ia jadikan temannya. Dengan hati-hati ia mempraktikkan apa yang gurunya ajarkan di sekolah.
Ketika boneka itu selesai, (Your name) menatapnya penuh rasa puas. Ia menjunjungnya tinggi. Ia bisa bermain sekarang. Lalu ia juga ingat, malam itu ada festival kembang api. (Your name) ingin kesana dan ia akan pergi. Lagi pula jaraknya tak begitu jauh dari rumah.
(Your name) kecil mengambil tas selempang lalu memeluk bonekanya kemudian berjalan ke ruang keluarga, tempat kedua orangtuanya tadi berdebat. Sesampainya di sana (Your name) dapat melihat kedua orangtuanya yang masih berdebat.
“Ayah, Ibu, (Your name) pergi bermain, ya?” tanyanya lirih, tak mengharap jawaban. (Your name) tahu jika kedua orangtuanya sudah seperti ini, hal sebesar apapun bisa saja tak mereka hiraukan. Bahkan hal-hal menyangkut anaknya sendiri. Kalau boleh jujur, sebenarnya (Your name) tak dibutuhkan di dunia ini, ‘kan? Lebih tepatnya dunia ayah dan ibunya.
Dengan tanpa ekspresi (Your name) pun pergi dari rumahnya.
.
Kini gadis kecil itu telah sampai di tempat festival. (Your name) bisa meihat orang-orang yang tampak senang di sana-sini. Tanpa sadar ia tersenyum.
“Hei!”
Di dalam keramaian itu (Your name) bisa mendengar sebuah seruan. Mengalihkan pandangan, ia melihat sosok anak kecil di balik pohon dengan tangan yang melambai ke arahnya. (Your name) sempat heran melihat penampilan anak itu. Bagaimana bisa ia terlihat sama persis dengan boneka yang ia buat? Bicara soal boneka, dimana bonekanya sekarang?
“Ayo! Ayo! Kemari!”
Karena (Your name) hanyalah seorang anak kecil yang polos, ia tak begitu memikirkan semua hal tadi. Di rumah ia jarang bermain dengan teman sebayanya. Maka dari itu ketika anak tadi mengajaknya ia langsung saja menerima dengan senang hati. (Your name) pun mendekati anak tadi.
“Siapa namamu?” tanya anak kecil yang tadi melambaikan tangan ke arah (Your name).
“(Your name). Kamu?”
“Gumi,” jawabnya lalu tersenyum. “Ayo bermain!”
Dan tanpa bertanya lebih lanjut (Your name) langsung mengiyakan tawaran Gumi. Mereka mulai bermain bersama-bersama. Mulai dari kejar-kejaran hingga petak umpat. Tanpa terasa hari beranjak malam. Itu berarti saatnya bagi (Your name) untuk pulang. Padahal Gumi masih mau bermain dengannya.
“Cukup! Aku mau pulang Gumi!” seru (Your name) jengkel ketika Gumi terus saja memaksanya untuk bermain. Tanpa berkata apa-apa lagi (Your name) kemudian berlari dari taman tempat mereka bermain, meninggalkan Gumi sendirian.
(Your name) terus berlari hingga akhirnya ia sampai juga di rumah. Dengan langkah berjengkit (Your name) memasuki rumahnya lalu ke kamar. Rupanya sekarang jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, satu jam telah lewat dari jam tidurnya. Dan ia merasa sedih. Mengapa orangtuanya tidak ada yang mecarinya?
‘Mungkin karena hari ini juga aku adalah anak yang nakal dan tidak diinginkan’
Dan (Your name) pun menutup mata untuk tidur, mengabaikan boneka buatannya yang kini sudah berada di atas kursi meja belajar.
.
Kala itu (Your name) bermimpi. Di dalam mimpinya ia dan kedua orangtuanya tengah bermain bersama. Namun ketika ia terbangun, (Your name) hanya mendapati gambar yang ia buat serta tangannya yang kotor karena pewarna. Rupanya ia ketiduran sewaktu menggambar di ruang tamu.
Melihat gambar yang ia buat, (Your name) mulai menangis dalam diam. Kenapa kehidupannya tak bisa seindah gambar yang ia buat? Ia dan orangtuanya bahagia bersama, seperti apa yang ia mimpikan tadi.
Sementara (Your name) menangisi kehidupannya, ia mendengar ibunya yang tengah bernyanyi di sofa sembari berdandan.
‘Sepertinya hanya aku yang merasa sedih selama ini’
.
Malam harinya (Your name) datang ke tempat diadakannya festival seperti kemarin. Kali ini tanpa boneka yang ia buat. Karena sewaktu dicari tadi (Your name) tak bisa menemukannya. Mengedarkan pandangan ke taman yang sepi itu (Your name) lagi-lagi mendapati sosok Gumi yang tampak bahagia sekali bersama ayahnya.
Tidak. Itu bukan Ayah Gumi.
Itu Ayah (Your name).
(Your name) membulatkan kedua bola matanya tak percaya. Apa yang ayahnya lakukan bersama Gumi? Dan ketika (Your name) masih belum bisa mencerna kejadian malam itu, pandangannya berpapasan dengan Gumi yang tersenyum ke arahnya. Lalu entah apa yang (Your name) pikirkan kala itu, ia langsung berlari menjauh dari sana. Hingga akhirnya ia mendapati kaki kecil itu membawanya ke pantai yang pernah ia dan ayah ibunya kunjungi dulu.
Dengan langkah perlahan (Your name) mulai berjalan ke pantai, mendekati ombak yang bergelung-gelung malam itu. Air laut mulai mengenai kakinya. Entah apa yang merasukinya, (Your name) terus saja berjalan ke arah laut. Bahkan ketika air sudah sampai pinggang ia terus saja berjalan. Hingga kepalanya tak lagi terlihat dan air laut mulai memasuki hidung serta memenuhi paru-parunya.
Kesadaran (Your name) pun mulai lenyap.
.
(Your name) membuka mata dan terkejut karena mendapati dirinya dalam keadaan berdiri dengan kedua tangan di depan muka, persis seperti posisi seseorang yang berjaga dalam permainan petak umpat. Menengokkan kepala ke kanan-kiri, gadis itu melihat kedua orangtuanya yang sedang bersembunyi. Ayahnya berada di balik salah satu permainan di taman sedangkan sang ibu di balik pohon.
‘Jangan-jangan Ayah dan Ibu sedang bermain bersamaku?!’
Merasa bahagia, tanpa pikir panjang (Your name) pun ikut bermain.
“Ayah!” serunya ketika sampai di depan sang yang sedang bersembunyi. “Ibu!” serunya kemudian sambil menunjuk ibunya yang berada di balik pohon. “Aku menemukan kalian!” dan wajah manis itu tampak begitu senang.
Kedua orangtua (Your name) juga tertawa. Lalu mereka pun memeluk erat anak semata wayangnya.
.
Lagi, (Your name) membuka mata. Kali ini ia mendapati dirinya berada di pinggir pantai. Meihat kedua tangannya ia ingat apa yang terakhir kali ia lakukan. Ia menenggelamkan dirinya sendiri di laut. Dan pasti bayang-bayang ia bermain dengan orangtuanya tadi hanyalah mimpi.
“(Your name)-chan!”
Yang dipanggil pun menengokkan kepala ke belakang. Ia melihat kedua orangtuanya yang tengah melambaikan tangan. Di belakang mereka terlihat taman tempat ia bermain dalam mimpinya tadi.
“Ayah! Ibu!” seru (Your name) penuh kebahagiaan. Ia langsung saja berlari ke arah mereka. Mungkin semua bayangan tadi bukanlah mimpi.
Namun baru saja ia membalikkan badan, tubuhnya telah ditarik ke belakang terlebih dahulu. Menengokkan kepala ke untuk mencari tahu siapa yang telah menariknya, ia melihat sosok Gumi yang sedang tersenyum lebar.
.
Kedua kelopak mata itu terbuka. Awalnya semua terlihat kabur. Hingga manik (Eyes colour) itu tampak seutuhnya, (Your name) bisa melihat wajah panik sang ayah dan ibu. Tak lupa dengan background kamar bernuansa putih khas rumah sakit.
“(Your name)-chan! Kau sadar, sayang!” ibunya berseru antara bahagia dan panik. Terlihat jelas wanita itu baru saja selesai menangis.
“Kau bangun, Nak!” sang ayah juga berseru—tak kalah senangnya.
“Ayah? Ibu?” lirih (Your name). Ketika ia mengangkat sebelah tanganya—berniat membelai wajah sang ibu—gadis itu berjengkit sakit. Rupanya selang infus terpasang di tangannya. Oh, berarti ia memang berada di rumah sakit.
“Kau akhirnya sadar juga, Nak! Kami mengkhawatirkanmu!” ayahnya berseru, kemudian bersama sang istri ia memeluk buah hatinya itu erat—namun tak cukup untuk menyakitinya.
Manik (Eyes colour) itu membola. Ayah dan ibu memeluknya? Apa yang terjadi?
Namun ia tak mau ambil pusing. Dibalaslah pelukan itu tak kalah eratnya. Perlahan (Your name) bisa merasakan pipinya basah. Ia ikut menangis, tak kuasa menahan perasaan bahagianya.
Dan di tengah momen haru itu (Your name) melihat sosok Gumi yang berada di ambang pintu. Anak itu tersenyum. “Mulai sekarang dan seterusnya, ayo bermain,” ujanya pelan namun (Your name) dapat mendengarnya.
Dan tiba-tiba sosok itu menghilang, berganti menjadi boneka buatan (Your name) yang kini tergeletak dalam posisi duduk di ambang pintu ruangan tempat (Your name) berada.
(Your name) sempat kaget. Tapi ia kemudian tersenyum, masih dengan air mata yang berlinang di pipinya.
“Ya. Ayo bermain.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top