Bagian 7
Yuki dengan terburu-buru menyiapkan sarapan seadanya untuk Omar. Tanpa membangunkan Omar, Yuki pergi bekerja. Hari ini dia harus mengikuti training product Choco Love. Yuki hanya meninggalkan catatan kecil di atas meja makan, dia juga sempat mencium sekilas pipi Omar.
Berkali-kali Yuki melihat jam di layar ponselnya, dia telat sepuluh menit saat sampai di ruang training. Keringat Yuki turun meluncur di wajahnya, anak-anak rambut Yuki terlihat lepek. Untung Yuki mengikat cepol rambutnya, sehingga ujung rambutnya yang seperti buntut kuda tidak tambah merusak penampilan Yuki.
"Baru hari pertama sudah berani telat."
Margaret, trainer Yuki hari ini berdiri di depan pintu ruang training. Di tangan Margaret terdapat pointer, dia menepuk-nepukan pointer tersebut di telapak tangannya. Mata Margaret memandang sinis penampilan Yuki dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Maaf Bu," gumam Yuki sembari menunduk dalam.
"Saya maafkan dengan satu syarat. Kamu malam ini harus buat surat introspeksi diri dengan tulisan tangan. Serahkan kepada saya besok!" perintah Margaret yang hanya bisa diangguki oleh Yuki.
Kaki Yuki melangkah masuk ke dalam ruang training, di dalam sana ada beberapa orang yang sepertinya sama-sama karyawan baru seperti Yuki. Semuanya perempuan dan cantik-cantik, bahkan seragam yang mereka kenakan bisa lebih modis. Berbeda dengan Yuki, dia mengenakan seragam yang sama dengan mereka, tetapi terlihat tidak hidup karena Yuki berdandan seadanya.
"Cepat duduk!" perintah Margaret membuat Yuki langsung buru-buru mengambil duduk di salah sebelah perempuan dengan lipstick merah menyala.
Kini mata Yuki fokus ke depan, dia memperhatikan Margaret yang memulai training hari ini. Agar tidak lupa, Yuki mengeluarkan buku kecil dan pulpen dari tasnya. Dia mencatat hal-hal penting yang dijelaskan Margaret. Mengenai budaya perusahaan, bahkan pemimpin perusahan.
Saat Margaret menjelaskan bahwa Choco Love termasuk ke dalam Barack Group membuat Yuki berhenti mencatat. Dia berpikir bahwa nama group tempatnya bekerja sama dengan nama belakang suaminya.
"Inilah alasan kenapa kantor Choco Love berada di tower Barack Group," jelas Margaret. "Kita merupakan salah satu perusahaan paling bonafit bagi Barack Group," lanjut Margaret.
Jari Margaret bergerak menekan pointer, layar presentation berganti ke layar berikutnya. Mata Margaret melotot lebar, dia hampir saja berteriak jika tidak melihat wajah Margaret yang tersenyum cerah ada di depan sana.
Pada layar presentation tersebut muncul foto Omar Barack, suami Yuki yang sudah tinggal dan tidur bersamanya selama seminggu ini. Yuki merasa kepalanya sedikit berat, hawa di sekitar Yuki menjadi sangat panas. Dia bahkan mengipasi wajahnya dengan tangannya sendiri.
"Dia pemimpin dan pemilik Barack Group. Kalian tidak perlu tahu terlalu banyak tentang Omar Barack, tapi akan ada saatnya kalian secara tidak sengaja bertemu beliau di tower ini," lanjut Margaret.
Perut Yuki terasa mules, sekarang dia mengerti bahwa apa yang dilihatnya kemarin memang Omar. Mengenai Omar yang selama ini selalu berkata bahwa dia bisa menghidupi Yuki, terjawab sudah. Padahal, Yuki beranggapan bahwa Omar berkata seperti itu hanya untuk menjaga ego-nya sebagai laki-laki dan suami.
Gara-gara foto Omar, Yuki menjadi tidak begitu fokus dengan training hari ini. Dia bahkan tidak bisa mengingat top management yang berada di Choco Love. Sepertinya Yuki benar-benar mendapat shock berat dengan kenyataan yang baru ini.
Saat jam makan siang pun Yuki hanya bisa terdiam saja, dia memang berjalan bersama teman training lainnya menuju cafetaria yang luasnya luar biasa. Yuki juga memesan makanan dan menyantap makanannya, tapi pikirannya seolah-olah terkunci di satu waktu. Saat di mana Yuki melihat foto Omar tadi.
"Omar Barack itu ganteng ya. Aku kira dia itu udah tua loh." Rose membuka pembicaraan di antara mereka.
Mata Yuki memandang Rose, dia kemudian beralih menatap Sofiya saat perempuan itu menimpali ucapan Rose tadi. "Iya ganteng banget. Semuda itu udah jadi billionaire, belum lagi katanya dia itu cool dan misterius banget loh!" kata Sofiyah.
Yuki dengan susah payah menelan potongan kentang yang ada di dalam mulutnya. Dia meringis pelan saat beberapa kali membuat pria sekelas Omar harus makan-makanan seadanya buatan Yuki. Bahkan Yuki pernah meragukan penghasilan Omar yang sepertinya mampu untuk membeli sebuah pulau.
"Eh Yuki! Kok diam saja? Kamu nggak mau ikut komentar soal Omar Barack?" Sofiya menyenggol pelan lengan Yuki. Membuat Yuki yang tidak begitu fokus menjatuhkan garpu di tangannya.
"Apaan sih yang kau lihat? Kok sampai bengong gitu?" Rose bertanya dan mengikuti arah pandang Yuki.
Benar, sejak tadi Yuki sudah seperti melihat hantu. Dia melihat Omar Barack, ada di cafetaria bersama dengan beberapa staf khusus miliknya. Di belakang Omar ada Daniel yang berwajah datar, siap menjaga Omar.
Secepat kilat Yuki menunduk, dia mengambil garpu yang dijatuhkannya tadi. "Aku mau ke toilet dulu ya, nanti ketemu di ruang training saja," ujar Yuki yang langsung berdiri dan kabur dari sana.
Mungkin Yuki kira Omar tidak dapat menemukan sosok dirinya. Nyatanya, Omar melirik pada sosok Yuki yang berjalan cepat keluar dari cafetaria. Bibir Omar tersenyum tipis dan sangat sebentar. Dia sebenarnya jarang makan di cafetaria, tapi Omar akan sebulan sekali memeriksa makanan di tower Barack Group.
∞∞∞
"Aduh! Bagaimana ini!" Yuki berjalan mondar-mandir di ruang tengah apartemen. Tangannya terangkat, jari-jarinya ada di depan bibir Yuki. Dia menggigiti kukunya karena terlalu bingung dan cemas.
Yuki benar-benar tidak tahu bagaimana harus menghadapi Omar. Memilih pura-pura tidak tahu? Sepertinya tidak mungkin. Meminta maaf karena kemarin sudah ngambek tidak jelas? Yuki pasti akan ditertawakan Omar.
Ditertawakan Omar sepertinya tidak mungkin, pria itu jarang sekali tertawa. Mungkin Omar akan mendiamkan Yuki dan menganggap Yuki orang aneh. Menghadapi Omar yang identitasnya sudah diketahui Yuki seperti ini lebih susah bagi Yuki, dia lebih suka menghadapi Omar tanpa tahu apa-apa.
Saat Yuki masih sibuk memikirkan bagaimana cara memulai pembicaraan dengan suaminya, Omar telah berdiri di depan pintu apartemen. Dia memperhatikan Yuki yang gelisah dengan alis terangkat sebelah. Jika tadi saat di cafetaria Yuki melihat Omar dalam balutan jas hitam, kini Omar hanya mengenakan kemeja biru dongker dengan tangannya yang tergulung sampai ke siku.
"Hell!" pekik Yuki kaget mendapati Omar yang memperhatikannya dalam diam.
"Ada apa?" tanya Omar yang berjalan menuju sofa apartemen mereka.
Omar ingin menunduk melepaskan sepatunya, tapi Yuki sudah lebih dulu berlutut di depannya. Yuki mengambil alih kegiatan Omar, dia membukakan sepatu dan kaos kaki pria itu dengan bibir tertutup rapat.
Sebenarnya Omar merasa geli dan gemas dengan tingkah Yuki ini. Terlihat persis seperti anak kecil yang sedang berbuat salah dan ingin minta maaf pada orang tuanya.
"Bagaimana pekerjaanmu?" Omar sengaja bertanya tanpa menyinggung soal dirinya pemilik Choco Love.
Yuki memejamkan matanya sejenak, dia meletakkan sepatu dan kaos kaki Omar di dekat kaki coffee table. Kepala Yuki terangkat dan menatap mata cokelat terang Omar sejenak. "Lancar," sahut Yuki sedikit gugup.
Omar sama sekali tidak memaksa Yuki, dia hanya memberikan usapan ringan di kepala Yuki. "Masak apa?" Omar bertanya sambil berjalan menuju dapur.
Seminggu lebih menikah dengan Yuki, dia tahu bahwa istrinya itu suka sekali memasak di dapur. Meskipun itu hanya masakan sederhana dan ringan, setidaknya Yuki selalu berhasil membuat Omar tersenyum tipis dengan tingkahnya.
"Hanya crab and corn soup," jawab Yuki pelan. Dia berjalan menyusul Omar yang kini sudah duduk di meja makan. "Kau mau coba?" Yuki menawarkan pada Omar dengan hati-hati dan hanya ditanggapi Omar dengan gumaman pelan.
Yuki langsung menyiapkan crab and corn soup yang dibuatnya ke dalam mangkuk berukuran sedang. Tangan Yuki sedikit bergetar, dia terlalu takut bahwa masakannya tidak disukai Omar. Jika sebelum-sebelumnya Yuki biasa saja dengan Omar, kini dia merasa malu dengan masakan seadanya.
"Kau tidak papa hanya makan ini? Tidak mau steak atau yang lain?"
Omar menatap Yuki yang meletakkan semangkuk soup di hadapannya. Dagu Omar bergerak pelan, memberikan isyarat pada Yuki untuk duduk menemaninya di meja makan.
"Kau sudah tahu siapa aku, Yuki?" Omar bertanya tanpa melihat Yuki.
Omar mengambil sendoknya dan mencelupkannya ke dalam soup buatan Yuki. Dia menyicipi soup yang ternyata sangat enak itu sambil menunggu jawaban Yuki.
Di bawah meja, Yuki meremas-remas tangan kirinya. Dia gugup karena ditanya demikian oleh Omar. Padahal, Yuki tidak berharap Omar orang sehebat itu. Dia hanya ingin Omar bisa menjadi penopangnya saja.
"Kenapa kau menikahiku?" Yuki justru balik bertanya pada Omar. Dia sebenarnya sangat penasaran dengan fakta bahwa Omar memilih menikahinya di antara banyaknya wanita yang rela bertekuk lutut di hadapannya. "Maksudku, pernikahan kita. Kau yang lebih dulu menawarkannya padaku," lanjut Yuki sedikit terbata-bata.
Omar memakan soup-nya dengan tenang, dia menikmati reaksi Yuki yang lucu tersebut. "Karena aku membutuhkanmu," jawab Omar santai.
Alis Yuki bertatut mendengar jawaban Omar yang tidak menjelaskan apa pun. Yuki menghela napasnya pelan, sepertinya dia tidak bisa bertanya banyak dari Omar. Pria ini sepertinya lebih suka Yuki mencari tahu sendiri.
"Apa aku masih diperbolehkan bekerja?"
Yuki paling takut dia dipecat oleh Omar. Dia susah payah mencari pekerjaan ini, awalnya memang hanya untuk membantu Omar. Tapi, sepertinya itu hal konyol yang pernah Yuki lakukan.
"Kenapa masih ingin bekerja?"
"Membantumu cari uang?" Omar seketika tersedak mendengar jawaban Yuki. "Aku bercanda Omar. Aku hanya suka saja bekerja di Choco Love," lanjut Yuki sambil mengulurkan segelas air.
Omar menerima uluran air dari Yuki, dia meneguknya hingga tinggal setengah gelas. Kemudian dia berdeham pelan untuk menetralkan rasa panas di tenggorokannya akibat tersedak. "Aku tidak akan melarang. Asalkan kau berjanji akan menjaga diri dengan baik," pesan Omar yang membuat Yuki terpekik senang.
"Thank you!" pekik Yuki yang refleks memeluk Omar dari samping.
"Kau bisa menyimpan ucapan terima kasihmu untuk nanti. Aku butuh kepuasan baby," bisik Omar yang mencium pelan pipi Yuki. "Aku tahu tadi pagi kau diam-diam menciumku," lanjut Omar membuat wajah Yuki memerah karena malu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top