Bagian 1

Omar duduk bersandar pada sandaran kursi, tangannya terlipat di depan dada. Matanya tajam memandang ke arah seseorang di depannya. Perempuan bernama Yuki Page yang mengajaknya berkencan saat keduanya match di Tinder.

"Kau bekerja di mana?" tanya Omar dingin dan entah kenapa terkesan sombong.

Yuki yang sebenarnya gugup berusaha untuk merilekskan diri. Dia mengulurkan tangannya kepada Omar. "Yuki Page," ucapnya.

Reaksi Omar benar-benar membuat Yuki diam-diam memaki di dalam hati. Bagaimana pria dengan setelan kemeja kotak-kotak berwarna black and white itu hanya menaikkan sebelah alisnya. Dia menarik bibirnya sedikit, terlihat sangat sinis.

"Omar Barack." Tangan kekar Omar menyambut uluran tangan Yuki.

Ada reaksi kaget untuk sepersekian detik di wajah Omar, tapi dia berhasil menyembunyikannya dengan baik. Kini Omar menaikkan sebelah alisnya, dia tidak berniat melepaskan jabat tangan itu begitu saja. Yuki bahkan berusaha keras untuk menarik tangannya, dia sampai meringis.

"Saya pengangguran. Sudah dua bulan," sahut Yuki yang akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari genggaman Omar. Dia menatap Omar dengan mata menyipit, tangan kirinya mengusap sela antara ibu jari dan telunjuk.

Omar diam saja, wajahnya tetap datar. Tidak ada reaksi apa pun dari Omar, meminta maaf pada Yuki pun tidak. Tangan Omar justru terangkat, menjentik memanggil pelayan. Yuki sendiri sebenarnya bingung dan sedikit canggung saat dibawa kencan ke restoran mahal seperti ini.

Yuki beberapa kali melirik gelisah, tidak banyak pelanggan di restoran tersebut. Tapi, pakaian yang Yuki kenakan membuat dirinya lebih tidak percaya diri. Kemeja sifon biru langit dan celana jeans berwarna hitam yang terdapat noda-noda putih di beberapa bagiannya.

"Pesanlah." perintah Omar.

Yuki mengangguk kaku, dia menerima buku menu yang diberikan oleh pelayan. Mata Yuki hampir melompat dari tempatnya saat membaca berapa harga setiap makanan di sana. Susah payah Yuki menelan ludahnya, dia merasa apa yang akan dimakannya malam ini merupakan makanan termahal sepanjang 25 tahun hidupnya.

"Samakan dengan punyamu saja," ujar Yuki yang langsung menutup buku menunya.

Omar melirik Yuki sekilas, tidak ada jawaban apa pun dari bibirnya. Dia sibuk melihat-lihat buku menu tersebut. Setelah beberapa saat, Omar meletakkan buku menu di atas meja, dia menggerakan telunjuknya menunjuk beberapa makanan di sana.

Di dalam hati, Yuki menggerutu kesal pada Omar. "Memangnya dia bisu? Apa susahnya sebut nama menunya?!" jiwa-jiwa mengatai Yuki bangkit begitu saja.

Yuki benar-benar membiarkan Omar memilihkan makanan untuknya. Dia terlalu pusing dan ngeri melihat menu tadi. Takut-takut Omar memintanya mengganti sebagian biaya kencan jika mereka tidak cocok.

"Kau yang teraktir kan?" Yuki bertanya memastikan.

"Hm." Omar hanya bergumam mengiyakan. Jawaban itu sudah lebih dari cukup untuk Yuki, dia bisa bernapas lega sekarang.

Yuki menggigit bibirnya gelisah, dia terlalu takut untuk bertanya. Suasana juga terlalu aneh sebenarnya. Omar ternyata sangat pendiam, tidak seperti ekspektasi Yuki. Dari foto Omar di Tinder, Yuki mengira Omar sosok yang bersahaja dan hangat.

"Phone number." Omar mengulurkan handphone-nya pada Yuki.

"Dasar pelit bicara!" rutuk Yuki di dalam hati.

Tangan Yuki mengambil handphone Omar, tidak sengaja ujung jari keduanya saling bersentuhan. Membuat Omar langsung menarik tangannya, untung Yuki cepat tanggap dan menahan handphone Omar agar tidak jatuh.

Yuki melirik Omar yang mengawasinya memasukkan nomor. Jantung Yuki berdebar berkali-kali lipat, berada di bawah tatapan intens Omar membuat Yuki merasa sangat gugup. Beberapa kali Yuki membasahi bibirnya yang kering.

"Ceritakan tentang dirimu," pinta Omar.

"Memangnya aku lagi wawancara kerja? Kok kaku begini sih!" Yuki mengomel pelan. Lagi-lagi wajah Omar datar saja, dia tidak menanggapi sedikit pun omelan Yuki. Cepat-cepat Yuki menutup mulutnya, dia menyadari ekspresi wajah Omar yang tidak begitu mendukung. "Yuki Page, tinggal dengan ibu tiri dan satu orang adik tiri. Sudah dua bulan menjadi pengangguran, bulan lalu baru saja ditinggalkan pacar yang sudah bersama selama satu tahun," jelas Yuki.

∞∞∞

Yuki berjalan dengan gontai, sling bag-nya dikalungkan begitu saja di lehernya seperti kalung. Wajahnya masam dan terlihat menyesal sudah menjalankan kencan dengan Omar. "Tidak ada bagus-bagusnya! Wajah ganteng, tapi datarnya melebihi patung!" Yuki mengomel sendiri.

"Diantar pulang saja tidak. Ditawari aja enggak!"

Yuki menendang batu kerikil kecil, dia merasa kesal luar biasa dengan kelakuan Omar. Bahkan pria itu langsung meninggalkan Yuki saat mereka belum selesai makan. Tadi Omar hanya berkata kalau dia punya urusan penting dan mendadak, yang harus dilakukannya.

Langkah kaki Yuki membawanya melintasi gang kecil yang penerangannya tidak begitu terang. Biasanya Yuki akan melewati jalan memutar, dia terlalu takut dengan wilayah yang memang terkenal banyak preman.

Kaki Yuki yang tidak begitu ramping berjalan dengan cepat dan tergesa-gesa. Dia berusaha keras untuk secepat mungkin keluar dari lingkungan tersebut. Firasat Yuki mengatakan bahwa hal yang buruk akan menimpanya, Yuki percaya dengan instingnya.

Benar saja, beberapa meter di depan terdapat segerombolan pria yang berpenampilan seperti preman memegang kaleng bir. Mereka bersiul senang saat melihat Yuki yang akan lewat. Sekuat tenaga Yuki memutar badannya, tapi ternyata percuma saja.

Salah satu dari gerombolan preman itu berdiri di belakang Yuki dengan senyum menjijikan dan genit. Yuki berjengit kaget, dia siap berteriak saat itu juga. "Permisi," cicit Yuki.

Tawa preman dan beberapa temannya yang berjalan mendekat membuat Yuki merinding. Dia sangat-sangat ketakutan. Apa lagi saat preman di hadapannya berusaha menyentuh pipi Yuki.

"Permisi!" Yuki bergeser cepat ke kanan.

"Mau ke mana gadis cantik?" preman yang tadi menghalangi Yuki menarik tangan Yuki.

"Tolong!" teriak Yuki spontan.

Wajah Yuki sangat ketakutan, dia melihat sekeliling yang sepi. Tangannya ditarik dengan paksa, bahkan beberapa preman yang berada di sana menonton dengan tawa. Seolah-olah sedang menunggu film yang mereka tunggu-tunggu. Air mata Yuki mengalir begitu saja, dia merasa bahwa dirinya akan segera menjadi pelayan para bajingan tersebut.

"HEI!" tiba-tiba tiga orang pria dengan setelan jas hitam datang meneriaki para preman.

Bukannya melepaskan Yuki, preman yang memegangi Yuki membawanya menuju sudut gang. Sementara teman-temannya yang lain berkelahi dengan tiga orang pria tadi. Yuki menatap preman tersebut dengan air mata, dia menggeleng ketakutan.

"Saya mohon lepaskan saya," pinta Yuki.

"Melepaskan sesuatu yang cantik seperti ini? Oh tentu saja tidak baby," sahut preman tersebut.

Bau alkohol menguar kuat dari pernapasannya. Membuat Yuki semakin ketakutan, dia tidak mungkin menang melawan preman seperti ini sendirian. Belum lagi preman tersebut sedang tidak sadar.

"AHHH!" pekik Yuki saat tiba-tiba preman di hadapannya jatuh terjerembab.

Pria yang kemungkinan salah satu dari tiga pria tadi menolong Yuki. "Anda tidak papa?" tanyanya.

Yuki tidak sempat menjawab pertanyaan pria tersebut, dia tiba-tiba merasa pusing dan pandangannya mengabur. Yuki pun pingsan.

∞∞∞

Omar berjalan tergesa-gesa, dia melewati lorong rumah sakit dengan langkah lebar. Saat ada meeting penting, Omar meminta pengawalnya untuk mengawasi Yuki pulang. Perempuan yang sangat spesial bagi Omar. Tapi, di tengah-tengah meeting dia mendapat kabar bahwa Yuki jatuh pingsan setelah diganggu oleh beberapa preman.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Omar pada Daniel. Kepala pengawal yang tadi menolong Yuki bersama dua orang anak buahnya.

"Sedang diperiksa dokter boss," sahut Daniel.

Omar melewati Daniel begitu saja, dia membuka pintu kamar VIP. Tidak memerlukan izin siapa pun untuk masuk, tidak peduli kedatangannya akan mengganggu dokter atau tidak. Yang jelas, Omar ingin memastikan bahwa kondisi Yuki baik-baik saja.

"Dia hanya mengalami shock ringan, besok siang jika kondisi membaik sudah boleh pulang," jelas dokter saat melihat Omar.

"Tidak ada luka luar?" tanya Omar memperhatikan kondisi Yuki yang tertidur di ranjang rumah sakit.

"Hanya sedikit luka kecil di tangan dan bahu, sepertinya akibat genggaman yang sangat kuat dan goresan pada dinding kasar," ucap si dokter yang diangguki Omar.

Selanjutnya dokter keluar, membiarkan Omar berada di dalam kamar bersama Yuki. Untuk beberapa saat Omar menatap Yuki dalam diam, perlahan-lahan dia berjalan menuju Yuki. Tangan Omar bergerak menggapai tangan Yuki yang ada di sisi tubuh perempuan itu.

"Ternyata tadi itu bukan kebetulan," gumam Omar saat tangannya berhasil menggenggam tangan Yuki.

Beberapa saat kemudian Omar bernapas lega, dia merasa seperti orang yang sakit keras dan kini memiliki harapan untuk sembuh dan hidup. Omar seolah-olah sudah menemukan obat langka yang dicari-carinya sejak lama.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top