🛳️ | Bagian 08

🛳️ Bagian 08 🛳️


Deg

Dayana merasakan tubuhnya ditarik oleh Hamza. Semua yang terjadi begitu cepat hingga wanita itu tidak bisa mencerna setiap detik dengan baik, yang ia tahu kini bibirnya menyatu dengan benda kenyal dan hangat milik Hamza.

Tubuh Dayana berada di dalam dekapan Hamza. Dayana bisa merasakan tangan pria itu berada di pinggang dan di tengkuknya, menahan agar si wanita tidak bergerak.

Bibir mereka hanya menyatu, tidak bergerak. Embusan angin pagi menjadi saksi keterdiaman kedua insan itu. Dayana sendiri masih shock di tempatnya, otak wanita blank. Tubuh Dayana bagaikan dialiri listrik 200 Volt yang membuat jantungnya berdegup kencang.

Ini bukanlah ciuman pertama yang Dayana rasakan. Ia juga bukan wanita yang tabu dengan hal ini, tapi respon Dayana sekarang mirip sekali seperti orang yang belum pernah ciuman, atau dicium sebelumnya.

Beberapa detik kemudian, Dayana membuka kelopak matanya ketika Hamza melepaskan ciuman mereka—yah, walaupun sebenarnya adegan yang baru saja mereka lakukan hanya menempelkan bibir tanpa menggerakkan benda kenyal itu—dan saling bertatapan.

Dayana membuang wajah, dahinya masih menyatu pada kening Hamza karena tangan pria itu tidak membiarkannya bergerak lebih dari itu. Napas keduanya saling beradu, Dayana merasakan sensasi hangat dari pada permukaan wajahnya, campuran udara dari Hamza juga pipi wanita itu yang bersemu merah.

Katakan pada Dayana saat ini jika ia tengah bermimpi, apa yang sedang yang jadi hanyalah ilusi mata! Hal ini membuat Dayana desah tanpa sadar.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Hamza pelan, suara pria itu terdengar sangat menggoda di telinga Dayana detik itu pula, membuat gelenyar pada hatinya.

Tidak menjawab pertanyaan Hamza, tangan Dayana yang sejak tadi bebas pun terangkat, memegang pundak pria itu, lalu berpindah ke wajahnya dan mengusap di sana dengan lembut.

“Ini aku nggak lagi ngayal kan?” ujar Dayana pelan pada diri sendiri, namun karena posisi wanita itu yang sangat dekat dengan Hamza, membuat celetuk anehnya terdengar oleh Hamza.

Kali ini Hamza tersenyum lebar, lalu sedetik kemudian diikuti dengan tawa kecil hingga lesung di kedua pipinya terlihat jelas. Dayana tidak berkedip, bahkan napasnya tertahan.

Secepat kilat, Hamza mendekatkan wajahnya pada Dayana yang linglung. Untuk kedua kalinya Dayana merasakan bibir Hamza yang hangat dan kenyal itu mendarat pada bibirnya. Perlahan Dayana merasakan Hamza menggerakkan benda kenyalnya.

Ini nyata, Dayana! Sadar! Dayana sontak mejuahkan kepalanya dari Hamza yang menghisap bibir wanita itu.

“M ... Mas?" ujar Dayana gugup, kakinya bahkan kini terasa sangat lemas untuk menopang berat badan sendiri. Sial! Dayana mengakui bahwa ia terbuai dengan sentuhan Hamza.

“Kenapa?” tanya Hamza, mengangkat kedua alisnya yang tebal.

Mengingat bahwa ia tidak sendirian di dalam kamar ini, dan kemungkinan Bella ada, Dayana spontan menggerakkan semua tenaganya untuk melepaskan diri dari Hamza. Dayana memutar kepala ke samping, mencari keberadaan Bella.

“Bella lagi sama cowoknya,” seru Hamza, seakan bisa membaca pikiran Dayana.

Dayana mengembuskan napas lega karena adegan dewasa pagi-pagi bersama Hamza tidak dilihat anak sepolos Bella. Tidak bisa wanita berambut panjang itu bayangkan wajah terkejut Bella jika benar-benar melihat adegan ciuman mereka.

Tapi ... Cowok siapa yang Hamza maksud? Apa jangan-jangan Keenan? Baik, Dayana berjanji setelah bertemu dengan Bella ia akan bertanya kemana ia pergi bersama Keenan pagi-pagi buta! Apa jangan-jangan mereka sudah pacaran? Atau mantan, atau ... Ah sudahlah Dayana, ini bukan saatnya untuk memikirkan itu.

Mengangkat kepalanya, Dayana memfokuskan perhatian ke arah si pelaku utama yang memporak-porandakan hatinya. “Mas? Ada apa ini?” tanya Dayana, mengangkat satu alis.

Dahi pria itu pun ikut mengerut. “Kamu tahu, saya hampir di drop out karena kamu menghilang! Karena kamu saya dicap homo sama banyak orang, karena kamu saya nggak bisa buka hati lagi sama perempuan lain!”

Rentetan kata-kata Hamza yang terucap dengan penuh penekanan di setiap kata, terungkap melalui tatapan dalam yang penuh intimidasi dan kesakitan. Dayana bisa merasakan semua energi pria di depannya ini.

Mengigit bibir bawah kuat-kuat, Dayana mengakui kesalahannya! Semua tindakan yang sama sekali tidak dewasa, gegabah. Ia sama sekali tidak memikirkan tentang perasaan Hamza, bagaimana pria itu setelah ia tinggalkan tanpa pesan.

Dayana mengangguk pelan, ia tidak berani menatap balik Hamza. “Maka jangan dekat dengan aku lagi, Mas," cicitnya, menahan air mata.

Hamza melangkah maju mendekati Dayana, menarik tangan wanita itu lalu mengangkat wajahnya. Kini mereka berdua saling bertatapan dengan Dayana yang memerah. “Saya mau! Saya kepengen seperti itu! Tapi lihat kamu lagi di bandara, lalu di hotel, semua kekesalan saya menguap. Saya jujur kecewa banget sama kamu, saya tentu marah. Karena nggak mungkin saya baik-baik saja! Tapi demi Tuhan lebih dari itu semua saya tahu sama diri saya sendiri bahwa saya masih menginginkan kamu. Posisi kamu masih sama!” ujar Hamza.

Menelan Saliva dengan kasar, Dayana membalas ucapan Hamza. “Lalu mas maunya apa sekarang?”

“Melanjutkan kisah yang pernah tertunda, kamu dan aku, kita,” jawab Hamza lugas, tegas dan tempat mengenai hati Dayana.

“Mas. Kita udah berbeda! Aku bukan Dayana yang dulu lagi, kita udah terpisah 11 tahun. Apa mas pikir aku masih sama seperti dulu?” Dayana menggeleng kepalanya, berdecih pelan di akhir ucapannya.

“Iya. Mata kamu nggak bisa berbohong walaupun nggak bisa ngomong kalau kamu masih cinta sama saya. Jantung kamu yang berdetak di dalam sana adalah saksinya Ana.” Sekakmat! Dayana terpaku dalam posisinya.

Hamza benar! Dayana tidak akan pernah bisa melupakan sosok tentangnya. Kenangan mereka dulu, perjuangan Dayana dulu hingga membuat ia jatuh hati. Bagaimana sulitnya mendapatkan hati seorang Hamza Adipati yang merupakan cinta pertama Dayana.

Bahkan bersama para mantannya pun, tidak seorang pun yang bisa menggeser posisi tertinggi pemegang hati Dayana. Tanpa sadar, saat berpacaran dulu Dayana selalu mencari orang-orang yang memiliki kriteria yang hampir mirip dengan Hamza. Seperti Hobi, makanan kesukaan, warna kesukaan, dan semua yang ada kaitannya dengan Hamza.

“Mas ... Maaf. Tapi aku nggak bisa.” Dayana melepaskan tangan dari genggaman Hamza dengan perasaan gundah.

“Kenapa?”

“Aku baru saja putus, Mas! Aku masih patah hati, dan butuh waktu buat menyembuhkan luka. Aku lagi nggak pengen buat luka baru atau menambah peri.” Setelah berkata demikian, Dayana masuk ke dalam kamar, lalu berjalan lagi ke kamar mandi, tidak lupa mengunci pintu ruangan untuk membersihkan tubuh itu.

Di dalam sana, Dayana tertunduk lemas dengan tubuh yang jatuh merosot ke lantai. Ya, Tuhan. Dayana masih merasa sakit hati karena Maman karena bagaimanapun Dayana benar-benar menaruh harapan pada pria itu dan dikhianati, lalu sekarang kenapa ia harus dipertemukan dengan Hamza?

Bagaimana dengan Maya jika memang Dayana memilih untuk kembali bersama Hamza? Ia masih skeptis terhadap Maya untuk menerimanya. Mengusap wajah dengan kasar, Dayana meneteskan air mata.

Masalah apa lagi yang akan Dayana hadapi nanti?

“Dayana, saya minta maaf. Bukan maksud saya untuk membuat kamu seperti ini. Tolong jangan menghindar lagi dari saya. Jangan pergi." Suara serak-serak milik Hamza samar-samar masuk ke dalam gendang telinga Dayana.

Jujur, Dayana Ingin membangun kembali hubungannya dan Hamza, andaikan semua keadaan telah membaik, ia tidak akan menolak!





To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top