Tidak Akan Bosan
Oda-gumi
Aruji menunggu kepulangan toudan yang ia kirim untuk menyelesaikan sebuah ekspedisi, awalnya memang hanya ekspedisi mencari resources tapi berita mengejutkan datang padanya.
Pasukan perubah sejarah muncul pada waktu dan tempat ekspedisi dilakukan, hal ini membuat Aruji khawatir hingga tidak bisa minum teh dengan tenang.
Jika terjadi sesuatu, mungkin saniwa ini akan langsung menyalahkan dirinya dan mengurung diri di kamar. Tentunya setelah dia memperbaiki pedangnya. Apalagi kali ini dia tidak menyertakan Tsurumaru dan Shokudaikiri karena tidak memperkirakan soal penyerangan dadakan.
Kali ini Aruji mengirim para Oda-gumi untuk ekspedisi dengan Hasebe sebagai kapten, Aruji bisa sedikit tenang karena Yagen bersama mereka tapi tetap saja Aruji tidak bisa menghilangkan pikiran negatif dari kepalanya.
"Tadaima"
Aruji segera menoleh ke arah para Oda-gumi yang baru kembali, mata saniwa ini sedikit membulat melihat luka pada tubuh mereka.
"Ke ruang perbaikan, sekarang" pinta Aruji.
"Aruji, kami baik-baik sa--" ucapan Yagen dipotong oleh Aruji.
"Jangan bicara dulu" Aruji menuntun para Odagumi menuju ruang perbaikan dengan mendorong mereka dari belakang.
Sepanjang jalan menuju ruangan itu Aruji terus menundukkan keplanya, dia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Meskipun Aruji tahu ini terjadi diluar perkiraan, dia tetap merasa bersalah.
Souza mendapatkan penanganan lebih awal karena luka yang ia dapatkan lebih parah dari dua rekannya yang lain, selama proses perbaikan Aruji tidak mengatakan sepatah kata. Ini membuat Souza khawatir sekaligus sedih, baginya Aruji tetaplah seorang manusia dan bisa salah perkiraan kapan saja.
"Aruji--"
"Selesai"
Souza merasa semakin sedih melihat senyum paksaan di wajah Aruji, senyum seperti itu sangat tidak cocok untuknya.
"Aruji! Tolong hentikan itu" Souza memegang kedua bahu Aruji dengan erat.
"Souza...."
"Berhenti menggunakan senyum palsu itu..."
Aruji menghela napas namun tersenyum sedih, tangannya yang halus menyeka rambut Souza yang sedikit berantakan kemudian mengelus wajah pedang Oda Nobunaga itu perlahan.
"Souza, aku hanya khawatir dengan kalian. Sayo pasti akan membenciku kalau sampai tahu sesuatu terjadi pada kakaknya"
Helaan napas kembali keluar dari mulut Aruji "Aku memang tidak bergu--"
Kalimat Aruji terhenti saat Souza memberi kecupan singkat di keningnya.
"Anda tidak boleh berkata seperti itu, bagi kami Aruji adalah harta terindah dan paling berharga. Menunggu kepulangan kami dan memperbaiki kami setiap hari sudah lebih dari cukup"
"Souza-kun...."
"Karena itulah...." Souza mengelus wajah Aruji "Jangan memasang senyum paksaan, tersenyumlah seperti biasa supaya kami semua ikut merasa bahagia"
Aruji tertegun, wajahnya menunjukkan kalau dia sedikit terkejut ditambah rona merah yang samar menandakan kalau dia senang bercampur malu.
Kali ini senyum ceria yang mengembang diwajah cantiknya.
"Aku masih harus memperbaiki Heshikiri dan Yagen, tadi Sayo juga ikut cemas sebaiknya kamu segera pergi melihatnya" kata Aruji.
Souza membalas senyuman tuannya "Ha'i"
Sayang sekali, Souza tidak menyadari suhu tubuh Aruji yang meningkat.
~*Sa*~
Setelah memperbaiki para Oda-gumi Aruji pergi ke dapur untuk memasak makan siang, skill memasaknya memang belum sebanding dengan Shokudaikiri meski begitu masakan Aruji masih terbilang enak.
"Hmm... mungkin aku bisa membuat salat sayur, Aizen dan Nakigitsune baru saja memanen sayuran berarti sayurannya masih segar!" Aruji membuka kulkas dan mengambil beberapa jenis sayuran yang baru saja dipanen.
Aruji juga memeriksa freezer "Ada ayam, ikan juga ada. Sup kedengarannya enak, tapi apa akan cocok dengan salat?"
"Aruji, anda sedang apa?"
Aruji terkjut dan refleks menutup pintu freezer, saniwa ini berbalik dan mendapati Shokudaikiri tengah memperhatikannya dengan tatapan bingung.
"A-Ah, Shokudaikiri! Aku cuma ingin memasak makan siang...."
"Dengan kondisi seperi itu anda ingin memasak?" Shokudaikiri menghela napas.
Melihat ekspresi bingung tuannya, Shokudaikiri menyimpulkan kalau saniwa muda itu tidak menyadari wajahnya berubah pucat. Tingkat kekhawatiran Aruji sebelumnya mencapai tahap dimana saniwa itu bisa ambruk kapan saja.
"Tenang saja! Aku tidak apa-apa!" Aruji memberi senyuman percaya diri pada Shokudaikiri.
Jika ditanya bagaimana keadaan Aruji yang sebenarnya, saniwa itu tidak akan pernah bilang kalau stres dikepalanya mulai berefek cukup besar pada tubuhnya. Sekarang kepalanya mulai pusing dan pandangannya mulai tidak fokus.
"Aruji...?"
Aruji mencoba berjalan namun kedua kakinya gemetar dan menyerah untuk beridir, untungnya Shokudaikiri memiliki refleks yang bagus. Begitu melihat Aruji akan jatuh dia langsung menangkap saniwa muda itu.
Stres akibat pekerjaan ditambah mengkhawatirkan para touken danshi membuat Aruji kehilangan banyak daya tahan tubuh, hingga puncaknya Aruji jatuh pingsan sebelum sempat menyiapkan makan siang.
Shokudaikiri segera menggendong saniwa itu ke ruangannya yang terletak di lantai dua, tak lupa juga meneriaki Yagen untuk memeriksa keadaan Aruji.
Sesampainya di kamar saniwa, Shokudaikiri membaringkan Aruji di atas futon kemudian membiarkan Yagen memeriksa Aruji.
"Sepertinya Aruji jatuh sakit akibat stres dan kurang makan" jelas Yagen.
"Aku juga memikirkan hal yang sama, belakangan ini Aruji sering terlambat makan dan jadi lebih sering bekerja" Shokudaikiri beranjak dari tempatnya
"Aku harus membuat makan siang, beritahu aku kalau Aruji sudah bangun supaya bisa kubuatkan makanan"
Yagen mengangguk, setelah itu Shokudaikiri meninggalkan kamar Aruji.
Tantou Awataguchi itu mengambil tangan Aruji dari balik selimut, tangan saniwa itu sangat hangat. Wajar saja, termometer mengatakan suhu tubuh Aruji adalah 39,5°C. Yagen menempelkan keningnya pada punggung tangan Aruji sambil menggengam tangan tuannya dengan erat.
"Aruji, anda tidak boleh bersikap seperti ini...." Yagen bergumam pelan.
~*Sa*~
"Ugh... kepalaku sakit sekali..." keluh Aruji saat membuka matanya, begitu melirik jendela dia mendapati hari sudah malam.
"Aah... aku tidak memasak gara-gara ini..."
"Daripada mengeluh soal itu lebih baik anda beristirahat"
Aruji melirik ke sebelahnya "Heshikiri-kun? Sudah berapa lama aku tidur?"
Hasebe mengerutkan dahinya, dari semua pertanyaan di dunia ini dia tidak berharap Aruji akan menanyakan hal itu. "Sekitar 6 jam lebih"
Aruju terlonjak ke posisi duduk mendengar pernyataan Hasebe
"6 jam?! Ugh!" Sakit kepala kembali mendatangi keplanya akibat pergerakannya yang tiba-tiba, Aruji ingin memegang kepalanya tapi salah satu tangannya seperti di tahan.
Saat itulah Aruji sadar kalau Yagen tertidur di sebelah futonnya sambil memegang tangannya dengan erat, Aruji tersenyum tipis lalu mengusap kepala Yagen.
"Maaf merepotkan, seharusnya aku lebih menjaga kesehatanku...."
BRUK
"Eh?" Aruji menoleh pada Hasebe, matanya seketika membulat saat melihat Hasebe tiba-tiba dogeza (sujud minta pengampunan) di sampingnya "Anu... Heshikiri-kun... kamu tidak perlu..."
"Ini salahku, Aruji! Jika saja aku lebih memperhatikan kesehatan anda, mungkin sekarang anda masih sehat!"
"Sebenarnya itu bukan salah--"
"Dan karena aku lalai dalam tugas, Souza dan Yagen sampai terluka!"
"Heshikiri-kun, kamu tidak perlu dogeza--"
"Sebagai pelayanmu aku sudah gagal!"
Aruji menghela napas, inilah salah satu alasan kenapa saniwa harus menjaga kesehatannya apalagi jika mereka punya pelayan dengan tingkat kesetian seperti Heshikiri Hasebe.
"Baiklah, aku memaafkanmu"
"Lagipula sebagian besar adalah salahku" pikir Aruji.
Hasebe mengangkat wajahnya lalu kembali posisi duduk awalnya, hatinya merasa lega setelah mendengar itu dari Aruji.
Aruji mengisyaratkan Hasebe untuk mendekat, tentu saja Hasebe melakukannya. Saat jaraknya cukup dekat Aruji memberikan sebuah kecupan singkat di pipi Hasebe, sontak saja pedang Oda Nobunaga ini syok.
"Jangan terlalu khawatir dengan diriku lagi, mengerti?"
Hasebe mengangguk pelan.
"Ngh... Aruji? Rupanya anda sudah bangun" Yagen bangun dan mengusap matanya.
Melihat Yagen yang baru bangun dari tidur membuat hati Aruji bagaikan melayang, tidak setiap hari dia bisa melihat tantou Awataguchi yang sangat manis bangun tidur. Pemandangan seperti ini terbilang jarang untuknya.
"Bagaimana perasaan anda?" tanya Yagen.
"Lebih baik, terima kasih sudah memeriksaku" Aruji tersenyum pada Yagen.
BRAK!!
Suara pintu yang dibuka tiba-tiba membuat Aruji terkejut, disusul dengan dirinya digendong ala putri oleh seseorang.
"Tsurumaru! Aruji sedang sakit! Tidak seharusnya kau mengengejutkannya!" tegur Hasebe.
"Aruji, bagaimana kalau menikmati udara malam sebentar?" Tsurumaru membawa Aruji keluar kamar melalui balkon kamar saniwa itu tanpa memperdulikan protes dari Hasebe.
Aruji tertawa setiap kali Tsurumaru melompati atap-atap citadel "Tsurumaru! Kamu benar-benar mengejutkanku!"
Tsurumaru tersenyum mendengar ini, si bangau ini membawa Aruji keluar dari citadel menuju pohon sakura yang belum menunjukkan tanda-tanda akan mekar.
Sampai disana Tsurumaru menurunkan Aruji "Seharusnya sekarang anda merasa jauh lebih baik, iya kan?"
Aruji mengangguk "Iya, terima kasih Tsurumaru-kun!"
Tsurumaru menempelkan keningnya pada kening Aruji sambil tersenyum, si surai putih ini bisa merasakan suhu tubuh Aruji yang begitu hangat. "Aku senang bisa melihat Aruji senang"
"Terlalu dekat!!" batin Aruji dengan wajah memerah, untungnya dia demam jadi blush di wajahnya bisa sedikit disamarkan dengan alasan demam.
"Apa yang kau lakukan, Tsurumaru!"
Tsurumaru berbalik, Shokudaikiri dan Hasebe sudah berada di belakangnya dengan tatapan mengancam.
"A-Aku cuma ingin menghibur Aruji!"
"Udara malam tidak bagus untuk Aruji!" seru Hasebe, urat menyerupai perempatan nampak jelas di keningnya.
"Seharusnya Aruji beristirahat di kamar" Shokudaikiri menghela napas.
Dilain pihak Aruji tersenyum sendiri menonton tiga pedang tampannya berdebat soal dirinya, dalam hati Aruji bersyukur terpilih sebagai seorang saniwa.
"Hidup seperti ini tidak akan membuatku bosan...." pikir Aruji sambil tersenyum.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top