Jika Saniwa.... [Terima Raport]


Yahoo!! Yumi kembali ke fandom Touken Ranbu! Yumi akui kalau Yumi gak update sama game nya -terlalumalespakeVPN- tapi setelah nontom Zoku Touken Ranbu, Yumi jadi dapat semangat untuk kembali ke fandom ini OHOHOHO~

Yosh! Chapter kali ini Saniwa adalah anak SMA, soal kelas berapa Yumi serahkan itu pada imajinasi readers! Baiklah, untuk mempersingkat waktu mari kita mulai saja!
.
.
.
.

"Eh? Tidak bisa?" Aruji menghentikan tangannya yang tadinya mengisi laporan harian, satu tangan lainnya digunakan untuk memegang ponsel.

Dengan berbagai pengaturan khusus akhirnya ponsel Aruji bisa terhubung lintas zaman jadi mudah baginya untuk memberi kabar pada keluarganya.

"Maaf ya, sayang. Ibu dan ayah juga ada acara besok"

Aruji meletakkan alat tulisnya di atas meja lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela ruangannya, gadis ini masih setia mendengarkan penjelasan sang ibu mengenai kenapa dia dan ayah Aruji tidak bisa mendampingi putri mereka mengambil raport di sekolah.

Ya, Aruji kita ini masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Usianya dapat dikatakan terlalu muda untuk mendapatkan tanggung jawab menjadi seorang Saniwa, tapi beberapa pihak menilainya layak untuk posisi Saniwa yang akan melindungi sejarah.

"Tidak apa-apa, bu. Lagipula ini hanya terima raport" ujar Aruji.

Sebenarnya di sekolah Aruji tidak mengharuskan orang tua datang pada saat penerimaan raport, namun kepala sekolah ingin semester ini menjadi spesial maka dari itu para murid diminta datang bersama orang tua atau wali.

"Ibu yakin hasilnya akan memuaskan, anak ibu kan hebat!"

Aruji tertawa kecil mendengar ibunya. Setelah puas berbincang di telepon, Aruji pamit untuk kembali melanjutkan pekerjaannya dan menutup telepon. Gadis muda itu menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya pada kusen jendela. "Berarti aku harus pergi sendiri besok…"

"Goshujin-sama, apa anda baik-baik saja?"

Aruji tersentak dan menoleh ke arah pintu ruangannya "K-Kikkou-san?! Sejak kapan disitu?"

Kikkou Sadamune, salah satu toukendanshi yang terlihat jelas menampakkan ketertarikannya pada Saniwa (sebenarnya banyak yang tertarik tapi Aruji nya aja yang gak peka). Dan hingga sekarang Aruji heran kenapa pria itu selalu mencari-cari kesempatan untuk ke ruang kerja Saniwa walau tidak ada keperluan.

"Sejak anda selesai bicara di telepon" jawab Kikkou, "Apa ada masalah, goshujin-sama?"

"Oh, itu… sebenarnya bukan masalah besar hanya saja…"

"Hanya saja?"

Aruji menghela napas dan menjelaskan tentang orang tuanya yang tidak bisa mendampinginya menerima raport, Aruji juga memberi penjelasan singkat tentang apa itu "raport".

Bagi Aruji ini bukan masalah besar, Saniwa ini yakin pasti banyak murid yang juga tidak bisa didampingi orang tua. Namun dari sudut pandang Kikkou, ini jelas bukan hal yang bisa dipandang sebelah mata.

Tuannya harus sendirian di hari dia menerima hasil kerja kerasnya selama ini? Tidak bisa dibiarkan.

"Kapan anda pergi?" tanya Kikkou.

"Besok, sekitar jam 7"

"Baiklah, saya mengerti" ucap Kikkou dengan nada serius seraya membetulkan kaca matanya, "Kalau begitu saya permisi" toukendanshi itu membungkuk lalu berjalan meninggalkan ruangan saniwa.

"A-Ah iya…" Aruji memiringkan kepalanya, perasaannya saja atau tadi dia memang melihat ada api membara di belakang Kikkou?

Mungkin hanya perasaannya saja.

~Sa~

"Jadi Aruji harus pergi sendirian menghadiri penerimaan raport itu?" tanya Kasen dengan kekhawatiran terpampang jelas di wajah(tampan)nya.

Setelah meninggalkan ruangan saniwa, Kikkou memanggil semua toudan untuk berkumpul di dekat mesin waktu karena disana adalah salah satu area yang paling luas di citadel dan ya, dia menggunakan bel. Kikkou juga menjelaskan bahwa penerimaan raport adalah hari dimana hasil belajar murid selama satu semester akan diberikan pada yang bersangkutan. Karena para toudan merasa asing dengan acara itu, mereka menganggap kalau penerimaan raport adalah hari yang sangat penting.

Apalagi jika berkaitan dengan Aruji mereka.

"Kita tidak bisa membiarkan Aruji pergi sendirian, bagaimana jika tiba-tiba ada penyerangan dan tidak ada yang melindungi Aruji?" kata Nihongou.

"Aku setuju, apalagi jika tempat acara itu sangat ramai. Musuh bisa saja berbaur dengan kerumunan" sahut Mutsunokami.

Memikirkan situasi tempat penerimaan raport akan berlangsung, Shokudaikiri pun angkat bicara "Bagaimana kalau kita membuat tim beranggotakan lima orang untuk mendampingi aruji?"

"Tidak kah lima orang terlalu sedikit?" tanya Hasebe, "Setidaknya kita harus mengirimkan sepuluh toukendanshi untuk mendampingi aruji! Ini bukan kantor pemerintahan dimana penjagaan untuk Aruji sangat terjamin"

"Aku paham kau khawatir pada Aruji, tapi jika kita mengirim terlalu banyak mungkin saja Aruji yang akan kewalahan" jelas Shoukudaikiri.

Apa yang dikatakan Shoukudaikiri ada benarnya, mereka tidak familiar dengan zaman Aruji berasal dan tidak ada informasi tambahan mengenai situasi disana. Bila Aruji kelihatan tidak keberatan pergi sendiri artinya kemungkinan akan ada penyerangan tidak begitu besar, namun tetap berjaga-jaga juga penting.

"Baiklah, lima touken danshi akan pergi. Kikkou, jam berapa Aruji pergi?" tanya Hasebe pada Kikkou.

"Sekitar jam 7 pagi" jawabnya.

Hasebe mengangguk mengerti "Kalau begitu lima toukendanshi yang akan pergi adalah Mikazuki Munechika, Juzumaru Tsunetsugu, Oodenta Mitsuyou, Uguisumaru, dan Ookanehira. Kapten tim ini adalah Ookanehira, apa ada yang keberatan?"

Tidak ada yang memberi respon sampai beberapa saat kemudian Oodenta mengangkat tangannya, "Apakah benar-benar tidak masalah jika aku ikut mengawal Aruji? Aku tidak ingin merusak hari pentingnya"

Bagi Oodenta hari "terima raport" itu adalah hari yang sangat penting bagi tuannya, bagaimana jika kehadirannya membawa hal buruk bagi Aruji?

"Justru dengan tampang menakutkan itu kau bisa mengusir orang yang mengganggu Aruji!" celetuk Jiroutachi. Kemudian mendapatkan teguran dari Taroutachi.

Walaupun terdengar kurang mengenakan tapi ada benarnya juga.

Akhirnya pertemuan para toukendanshi ditutup dan para toudan yang ditunjuk untuk mendampingi Aruji besok mulai mempersiapkan diri mereka, mulai dari pengetahuan mengenai zaman Aruji berasal hingga pakaian apa yang harus dikenakan.

Untuk "misi" ini, Konnosuke juga dilibatkan. Awalnya rubah itu sungkan namun setelah dibujuk (dan disogok) akhirnya Konnosuke luluh dan bersedia memberikan bantuannya.

~Keesokan harinya~

Aruji merapikan penampilannya di depan cermin, setelah semuanya beres barulah saniwa muda itu meninggalkan kamarnya. Agar keseharian di citadel tetap berada di jalan yang benar, Aruji telah membuat daftar pekerjaan dan misi juga toudan mana saja yang akan melaksanakannya. Daftar itu sudah diberikan pada Hasebe ketika toudan itu datang mengantarkan sarapan untuk Aruji.

Sesampai di lantai bawah, Aruji di kejutkan dengan lima toudan telah berdiri di dekat mesin waktu. Mikazuki, Juzumaru, Oodenta, Ookanehira, dan Uguisumaru terlihat tengah sibuk dengan pakaian yang mereka kenakan.

Tidak biasanya mereka menggunakan pakaian selain pakaian rumahan(?) dan zirah mereka.

"Ohayou , Aruji." sapa Ookanehira, "Anda sudah siap berangkat?"

"Kalian mau kemana?" Aruji balik bertanya, jelas bahwa gadis ini bingung melihat lima toudan itu sudah sangat rapih pagi-pagi seperti akan pergi menghadiri rapat penting.

"Kami akan ikut bersama anda" jawab Mikazuki.

"Eh?" Aruji berkedip beberapa kali sambil mencoba memproses apa yang baru saja dia dengar.

Melihat waktu yang tidak banyak, akhirnya Uguisumaru meghampiri lalu menggendong Aruji ala tuan putri dan berjalan kembali ke mesin waktu. Di saat yang sama Mikazuki memasukkan koordinat lokasi yang dituju.

"T-Tunggu! Kenapa kalian--" Aruji tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, cahaya sudah menyelimuti mereka dan detik berikutnya mereka sudah berpindah tempat dan zaman.

Sesampainya di tujuan, tepatnya dekat gerbang sekolah, Uguisumaru menurunkan Aruji dan saniwa itu masih terlihat kebingungan.

"Kenapa kalian ikut?!" tanya Aruji.

"Untuk mengawal anda" jawab Oodenta.

"Hah?!" mengawal? Kenapa Aruji butuh pengawalan di hari penerimaan raport? Dia bukannya akan pergi ke medan perang atau markas musuh, hanya mengambil raport nya saja lalu pulang. Lalu kenapa lima toudan ini juga harus ikut dengannya?!

Bagaimana kalau seseorang bertanya siapa lima pria itu? Gadis ini harus jawab apa?

Belum lagi tampang para toudan nya beda dari pada yang lain, meski mereka berusaha tidak menarik perhatian kenyataannya tidak akan ada orang yang tidak tertarik dengan lima ikemen berkeliaran bebas.

"Anda keberatan?" tanya Juzumaru dengan nada yang terdengar menyesal.

Aruji menghela napas lelah. Sudah terlanjur sampai di sekolahnya, Aruji merasa tidak enak kalau harus memerintahkan lima toudan itu kembali ke citadel. Lagipula tujuan mereka kan baik dan ini artinya Aruji tidak perlu sendirian di kelas sambil menunggu raport dibagikan.

"Tidak, aku harusnya berterima kasih pada kalian" ujar Aruji seraya tersenyum, "Nah sekarang bagaimana kalau kita langsung ke kelasku?"

Kelima toudan itu mengangguk dan mengikuti tuan mereka berjalan memasuki area sekolah. Baru tiga meter berjalan, semua mata langsung tertuju pada mereka berenam dan suara bisikan-bisikan mulai terdengar dari berbagai sisi.

"Hey hey, coba lihat itu! Ada orang tampan lewat!"

"Seperti di film-film!"

"Semalam mimpi apa sampai bisa lihat orang tampan begini pagi-pagi?!"

"Untuk pertama kalinya aku bersyukur tidak bolos"

"Yang mukanya serem mengalihkan duniaku"

"Rambutnya panjang sekali! Mau jadi duta shampoo kah?"

Aruji menutup wajahnya dengan tangan, sementara yang dibicarakan hanya melihat suasana baru di sekitar mereka dengan sorot mata penasaran. Aruji hanya bisa berharap acara ini segera berakhir agar mereka bisa pulang ke citadel.

Perjalanan menuju kelas Aruji dipenuhi dengan bisikan-bisikan dan tatapan dari orang-orang yang mereka lewati, mulai dari yang penasaran sampai iri dengki.

"Rupanya disini lebih ramai dari perkiraanku" Mikazuki berkomentar.

"Aku bisa merasakan kalau kita diawasi, jangan sampai lengah" ucap Ookanehira.

Juzumaru -yang posisinya paling dekat dengan Aruji- menaruh tangannya di kedua bahu saniwa lalu berucap dengan lembut "Tenang saja, Aruji. Kami tidak akan membiarkan bahaya mendekati anda"

'YANG DARI TADI DITATAP ITU KALIAN BUKAN AKU!!!!' Aruji hanya bisa menangis dalam hati.

Kenapa orang tampan bisa sangat tidak peka??


~•Sa•~

Sesampai di kelas, perhatian kembali tertuju pada Aruji dan lima toudan nya. Bahkan para orang tua murid tidak berkedip ketika pandangan mereka jatuh pada kelima toukendanshi. Aruji menghela napas pasrah kemudian meminta salah satu dari lima toudan ikemen itu untuk ikut duduk bersamanya sementara yang lain bisa menunggu di belakang atau di luar.

Untuk acara penerimaan raport kali ini bangku di masing-masing kelas ditambah agar para murid bisa duduk sebangku dengan orang tua atau wali mereka.

"Kalau begitu biar Mikazuki saja" ujar Ookanehira. Kenyataannya dia juga ingin duduk di dekat saniwa, namun toudan satu ini merasa kalau Mikazuki punya lebih banyak pengalaman untuk hal-hal seperti ini.

"Aku rasa Ookanehira juga bisa, tidak ada yang lebih menghayati misi ini lebih darinya" sahut Uguisumaru.

"Bagaimana dengan Oodenta? Seperti kata Jiroutachi, Oodenta bisa menjauhkan bahaya dari Aruji" Mikazuki juga ikut-ikutan dalam pembicaraan ini.

"Aku…." Oodenta tidak tahu harus berkomentar apa.

Percakapan dengan topik 'siapa yang harus duduk di sebelah Aruji' terus berlanjut, malahan menjadi semakin serius dan ditambahkan dengan unsur sebab-akibat, keuntungan-kerugian, dan disambungkan dengan strategi perang.

'Ini hanya soal duduk di bangku, bukannya mau ke medan tempur!' pikir Aruji, andai waktu bisa dipercepat dia ingin acara ini segera berakhir setelah itu menyeret lima toudannya pulang ke citadel.

"Permisi…"

Mereka berenam menengok ketika seseorang menegur.

Aruji tersentak begitu melihat wali kelasnya. Beliau sedari tadi memperhatikan muridnya itu yang belum duduk di bangku bersama walinya.

"Apa ada masalah disini?" tanya wali kelas, ramah.

"T-Tidak, bu! Kami hanya…" Aruji, sekali lagi, tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya karena langsung dipotong oleh toudan nya.

"Kami tidak bisa memutuskan siapa yang harus duduk di sebelah Aruji" jawab Juzumaru.

"Aruji?" wali kelas bingung mendengar kata itu, apa maksudnya? Bukankah nama muridnya berbeda? Apakah 'Aruji' adalah nama panggilan? "Boleh saya tahu hubungan anda dengan murid saya?"

Ekspresi lima toudan itu sesaat menjadi kaku. Kenapa wanita itu menanyakan soal hubungan? Apakah penyamaran mereka terbongkar? Mungkinkah beliau adalah musuh yang sebenarnya sedang menyamar?
.
.
.
'Di acara penerimaan raport biasanya murid pergi bersama keluarga mereka jadi sebaiknya kalian menyamar menjadi keluarga atau kerabat Aruji agar tidak dicurigai'
.
.
.
Kelima toudan itu teringat dengan pesan Konnosuke. Benar juga, mereka harusnya berperan sebagai keluarga dari Aruji.

"Saya adalah kakeknya" celetuk Mikazuki dengan senyum ala p*psodent.

"EEH?!" Aruji langsung menoleh pada Mikazuki. Dari semua peran kenapa harus kakek?! Dan apa dia tidak sadar kalau wajahnya tidak cocok jadi kakek?!

"S-Saya… saya sepupu dari adik ipar ayahnya!" ucap Ookanehira, entah kenapa dia terdengar bangga dengan peran yang dia sebutkan.

"Dan saya saudaranya" tambah Uguisumaru seraya menepuk bahu Ookanehira.

Juzumaru hanya diam sambil tersenyum, dia tidak ingin berbohong karena bohong itu dosa dan bukan ajaran yang didalaminya selama ini. Sementara Oodenta kebingungan harus menjadi apa di keluarga Aruji.

Aruji kehilangan kata-kata, gadis itu ingin sekali pulang ke citadel dan mengurung diri di ruangannya.

"Apa…"

Aruji melirik Juzumaru yang akhirnya bicara.

"Apakah hanya salah satu dari kami yang bisa duduk dengan Aruji?" nada bicara Juzumaru sangat lemah lembut, tidak memelas namun sanggup untuk mencairkan hati yang sekeras benteng sekalipun.
.
.
.
.
.
.
"Tentu kalian semua bisa!" seru salah satu orang tua murid.

"Eh?" Aruji terkejut terheran-heran.

"Ya! Kalian semua harus duduk bersama keluarga kalian!"

"Dimana sekolah ini menyimpan kursi mereka?! Bisa-bisanya mereka tidak menyediakan kursi lebih"

"Nak, angkat bokongmu dan berikan kursimu pada pria-pria itu"

Aruji menghela napas lelah sambil menutup wajahnya sekali lagi 'Aku mau pulang...', sedangkan kelima touken danshi yang bersamanya kelihatan terkesima karena banyak orang baik di zaman Aruji.

~*Sa*~

Setelah mendapatkan raport nya, Aruji menarik para touken danshi ke tempat sepi agar mereka bisa cepat-cepat kembali ke citadel dan tidak membuat lebih banyak kegaduhan hari ini. Sudah cukup 12 siswa dan murid yang pingsan karena ketampanan mereka, tidak perlu ditambah lagi.

"Hasil anda bagus?" tanya Uguisumaru setelah mereka sampai di citadel.

"Ya, lumayan" Aruji mendekap raport nya lalu berbalik menghadap kelima touken danshi itu. "Terima kasih telah menemaniku hari ini, tapi lain kali kalian harus mendiskusikannya denganku dulu!"

Para toudan itu tersenyum, mereka tidak bisa memberi jawaban pasti karena tidak ada yang tahu apakah hal yang sama tidak akan terjadi lagi.

"Bagaimana kalau kita piknik di bawah pohon sakura hari ini? Aku dengar Shokudaikiri membuat mochi" usul Mikazuki.

"Oh! Ide bagus" Ookanehira menyetujui.

Cerita ini diakhiri dengan para touken danshi merayakan hasil raport yang diterima Aruji dengan mengadakan piknik dan juga acara  kembang api di malam hari.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top