The Prince of Devil
Choromatsu makhluk suci penunggu danau kecil di dalam hutan. Makhluk bercahaya tersebut memiliki sosok yang begitu indah sampai membuat mata sakit, sungguh berbeda dengan makhluk dunia bawah sepertinya.
Osomatsu sang iblis dari neraka memperhatikan Choromatsu yang sedang asyik berbicara dengan si peyihir muda, Todomatsu. Pemuda yang tubuhnya di penuhi akar tumbuhan itu memegang sebuah kristal berwarna merah sambil tersenyum, si penyihir di sebelahnya menjelaskan darimana asal benda asing tersebut.
"Akhir-akhir ini aku akrab dengan para peri batu, mereka memberiku batu ini sebagai oleh-oleh perjalanan mereka, "jelas Todomatsu dengan tubuh yang menyandar pada pundak Choromatsu.
"Cantik sekali," Choromatsu memandang takjub, batu tersebut bersinar ketika terkena matahari "Apa namanya?"
"Rubi. Batu ini melambangkan keberanian dan keteguhan..."
Choromatsu ber-oh panjang, masih asyik membolak-balik batu di tangannya. Mereka berdua memperhatikan batu itu dalam waktu yang cukup lama, sampai akhirnya Choromatsu membuka suara "Batu ini mengingatkan ku pada anak itu."
"Anak manusia yang sebelumnya kau ceritakan?" tanya Todomatsu lalu menjauhkan tubuhnya untuk melihat wajah Choromatsu.
Dari atas pohon sang iblis masih mengawasi keduanya. Ekornya melambai-lambai pelan mengikuti hembusan angin musim semi, saat di dunia manusia kedua sayap hitamnya tidak terlihat. Sedari tadi si iblis tersenyum, senyuman polos yang terkesan bodoh. Tentu dia tidak merencanakan apapun untuk mencelakai keduanya.
"Warnanya mengingatkanku pada kedua mata anak itu," jawab Choromatsu.
"Dia memiliki sepasang mata merah?" Todomatsu mengulang, wajahnya terlihat tidak yakin. Choromatsu mengangguk "Matanya bersinar seperti batu ini," katanya sambil mengadahkan tangannya yang memegang Rubi.
Kilat dari baru kristal tersebut mengenai Osomatsu. Sepasang mata yang berwarna serupa Rubi itu juga bersinar terang, iblis itu terlihat senang sekali.
Todomatsu terkekeh geli, tidak biasanya Choromatsu terlihat sesenang itu. Batu Rubi itu pasti sudah menjadi barang kesukaannya. "Choromatsu nii-san kau boleh memilikinya," katanya sambil menepuk pundak Choromatsu.
"Eh?" pemuda pucat itu menaikan salah satu alisnya "Tapi para peri memberikannya padamu."
"Mereka pasti senang kalau aku berbagi denganmu, kau sudah seperti penjaga hutan ini."
"Tapi...."
"Mereka memberiku macam-macam barang. Awalnya aku Cuma mau pamer, tidak kusangka kau suka kristal itu," Todomatsu menyela. Sebelum si peri mengatakan apapun lagi si penyihir itu sudah mengemas barang-barangnya. "Sampai jumpa besok Choromatsu nii-san," katanya lalu pergi meninggalkan kawasan suci.
Di saat bersamaan dengan Todomatsu meninggalkan wilayahnya tiupan angin yang kencang datang, menggoyangkan pohon-pohon di sekitarnya. Choromatsu merasakan hawa keberadaan makhluk lain tapi dia tidak bisa mengindentifikasinya, dia hanya merasakannya sekilas ketika hawa tersebut mulai menjauh dari wilayahnya lalu lenyap.
Choromatsu mengabaikannya, kembali masuk ke dalam danau yang tak berdasar. Dia tersenyum pada hadiah barunya, berencana menghabiskan waktu luangnya bermain dengan kristal tersebut.
...
Puluhan tahun yang lalu. Seorang anak laki-laki tenggelam di dalam danau tak berdasar. Tubuhnya yang kecil bergerak-gerak, berusaha untuk mengapung namun malah menghabiskan tenaganya. Tidak lama kemudian sebuah cahaya mendatanginya, semakin mendekat cahaya tersebut berubah menjadi sosok seorang laki-laki berambut hitam.
Orang itu membawanya ke permukaan, meletakan tubuh anak yang pingsan itu di atas permukaan rumput segar.
Anak laki-laki itu dibangunkan oleh silau cahaya emas yang jauh lebih terang. Detik berikutnya anak laki-laki itu sudah berada di halaman sebuah gereja.
Lonceng menara berbunyi bertanda hari mulai gelap. Anak tersebut lebih memperhatikan lambang salib yang berada di puncak menara. Entah kenapa lambang tersebut begitu menarik perhatiannya, seolah ada sesuatu yang di lupakannya.
Banyak hal yang terjadi padanya hari itu namun tidak satupun yang menggangu pikirannya kecuali sebuah lambang sederhana berbentuk plus tersebut. Tubuhnya yang basah kuyup pun diabaikannya.
Sampai hari benar-benar mulai menjadi malam, seorang pria mendatanginya. Pria itu adalah seorang kepala Biarawan gereja tersebut, dengan lembut dia bertanya "Apa yang kau lakukan nak?"
Anak itu mengalihkan pandangannya ke pria separuh baya tersebut. "Aku merasa sudah melupakan sesuatu," jawab anak itu polos.
Anak yang aneh dan juga misterius. Pria tersebut merasa canggung ketika anak itu menatapnya dengan sepasang mata merahnya. Berdehem, dia kembali berbicara "Namaku Dekapan siapa namamu nak?"
"Osomatsu," jawab anak tersebut, masih tidak merubah ekpresi polosnya.
"Dimana rumah mu?"
"Tidak tahu."
"Orang tuamu?"
"Aku tidak ingat."
Semenjak hari itu Osomatsu menjadi anak asuh Dekapan. Anak itu tumbuh menjadi anak nakal yang selalu bolos misa pagi, bertengkar dengan anak-anak yatim lainnya, bahkan mencuri uang persembahan. Orang-orang menjulukinya anak iblis atau anak terkutuk-Julukan tersebut diberikan padanya bukan hanya karena kenakalannya namun karena sepasang bola matanya yang berwarna semerah darah. Warna matanya yang unik sering membuat orang-orang di sekitarnya ketakutan, tidak ada yang mau mendekatinya.
Osomatsu selalu sendirian, dia selalu merasa dirinya berbeda. Mungkin benar apa yang dikatakan mereka. Dia adalah anak setan, anak yang dikutuk. Apalagi dia juga memiliki kemampuan yang sama dengan para penyihir.
"Penyihir adalah sekumpulan orang-orang jahat yang melakukan ritual gila yang kejam. Mereka menyembah berhala dan menolak kehadiran Tuhan."
Ajaran gereja sangat membenci klan tersebut. Osomatsu memang tumbuh di lingkungan gereja tapi dia tidak pernah bisa menerima ajaran-ajaran tersebut-Asal dia tahu mereka membenci penyihir dan kalau mereka mengetahui kemampuannya, dia bisa di bakar hidup-hidup. Karenanya Osomatsu tidak pernah memberitahu siapapun, jika dirinya bisa melihat malaikat. Dekapan punya malaikat pelindung yang Hiperaktif, selalu tersenyum lebar dengan wajah yang bodoh. Tentu dia juga bisa melihat malaikat orang-orang lain, bahkan dia juga bisa melihat makhluk selain malaikat. Percaya atau tidak, dirinya pernah berhadapan dengan dewa kematian.
Seorang pria bersurai hitam berantakan membawa sebuah sabit raksasa. Namanya Ichimatsu, makhluk yang memiliki hak di tiga dunia; dunia manusia, neraka, dan surga.
Tidak lama setelah Osomatsu tinggal di gereja anak itu bertemu dengan sang dewa kematian. Hari itu ada acara pemakaman, mungkin Ichimatsu baru saja menyelesaikan tugasnya. Osomatsu bisa melihat seorang wanita tranparan berdiri di belakang Ichimatsu. Karena Osomatsu selalu berpura-pura tidak bisa melihat para manghluk gaib, anak itu hanya diam dan mengalihkan pandangannya, bahkan ketika Ichimatsu benar-benar berdiri di depannya.
Sampai akhirnya Ichimatsu memanggilnya dengan nama Osomatsu.
Dekapan dan dirinya sedang berada di atas altar, berbaris dengan pakaian berkabung. Ketika namanya di panggil oleh dewa kematian, tubuh anak kecil itu jadi di penuhi keringat dingin. Osomatsu tidak bisa menjaga poker facenya lagi ketika Ichimatsu kembali berbicara padanya, bertanya "Apa yang kau lakukan di sini?"
Dewa kematian itu seperti sangat mengenal dirinya, membuat rasa penasaran anak itu memuncak. Namun situasinya memang tidak mendukung.
"Ichimatsu nii-san kau kenal anak ini?"
Malaikat penjaga Dekapan yang selalu setia berada di samping pria tua itu memandangnya curiga. "Dia bisa melihat kita?" tanyanya lagi kali ini penuh dengan tekanan.
Ichimatsu melirik Osomatsu, lalu melihat sekeliling ruangan. Selain malaikat penjaga Dekapan, malaikat-malaikat lainnya juga mulai curiga. "Entahlah," jawab sang dewa kematian dengan nada malas "Kelihatannya aku salah melihat tanggal kematiannya."
"Hmm?" si malaikat menutup mulutnya, kedua matanya menjadi hampa, kebiasannya ketika berpikir. "Tidak biasanya kau melakukan kesalahan bukan?"
Ichimatsu mendecih pelan, kelihatannya dia merasa terganggu dengan sang malaikat yang berusaha menginterogasinya. "Aku hanya kelelahan, kau pikir sudah berapa abad aku melakukan tugas ini?" katanya lalu berbalik badan dan melangkah pergi. Sosoknya yang memakai jubah panjang berwarna hitam lenyap bersama dengan roh wanita yang telah meninggal.
"Anak yang misterius. Setelah tenggelam di danau Choromatsu nii-san, Ichimatsu nii-san juga sepertinya mengenalnya."
Sang malaikat bergumam pelan, meskipun tidak ada gunanya karena hanya Osomatsu seorang yang dapat mendengarkannya-Dia tidak tahu apakah malaikat penjaga yang lainnya bisa mendengarkan atau tidak, karena mereka berdiri lebih jauh dari pada yang lainnya.
Tahun demi tahun telah berlalu dan Osomatsu tumbuh menjadi pria dewasa berumur 20-an. Dirinya tumbuh menjadi pria tampan berkarisma tinggi, meskipun sikap malas dan liciknya tidak berubah. Osomatsu juga jadi sangat terkenal di kalangan perempuan karena lidahnya yang seperti bercabang tiga, selalu memiliki cara untuk menggoda lawan jenisnya.
Dekapan selalu memaksanya untuk berubah, pria itu itu ingin Osomatsu menjadi penerusnya, dan tentu Osomatsu menolaknya. Semakin dewasa semakin Osomatsu menyadari jika dirinya memanglah tidak cocok berada di lingkungan suci seperti gereja-Seperti yang dikatakan orang-orang, dia memanglah anak iblis.
Para malaikat menatapnya sinis, mereka bilang "Pantas saja malaikat penjaga anak itu tidak pernah menampakan dirinya, karena memang dia tidak bisa di bimbing."
Benar, Osomatsu tidak pernah melihat malaikat penjaganya. Mungkin dia memang tidak punya, buktinya dia selalu melakukan perbuatan buruk tanpa perasaan bersalah.
Lalu Dekapan menemukan pengganti Osomatsu, anak-anak yang nantinya akan menjadi sosok mulia. Pria itu membawa dua keponakan kembarnya. Karamatsu dan Kamimatsu, umur mereka berdua berbeda 10 tahun dari Osomatsu. Memang masih sangatlah muda, tapi Osomatsu tahu jika dirinya memang sudah tidak di butuhkan lagi di gereja.
"Bapa aku akan meninggalkan gereja," kata Osomatsu memberitahu.
Acara misa sore sudah selesai, para umat telah meninggalkan tempat ibadah. Dekapan yang masih berdiri di belakang meja altar dikejutkan oleh berita mendadak dari anak asuhnya.
"Terima kasih karena telah merawatku selama ini. Tapi seperti yang kau lihat aku tidak cocok berada di sini," lanjut Osomatsu dengan kepala menunduk , untuk kali ini saja dia berbicara jujur.
"Oh Tuhan, apa yang kau katakan?" Dekapan mendekati Osomatsu lalu mengambil tangannya, mengelusnya lembut "Semua orang bisa berubah Osomatsu, aku tahu kau adalah anak yang baik."
"Bapa, meskipun aku berubah aku juga masih merasa tidak cocok berada di sini," balas Osomatsu. Sepasang mata merahnya menatap lembut pria yang telah merawatnya selama ini "Hanya kau satu-satunya yang baik padaku Bapa, aku benar-benar berterima kasih dari lubuk hatiku yang paling dalam."
"Oso-" Osomatsu melepaskan tangannya dari gengaman Dekapan, laki-laki dewasa itu memberikan senyuman hangat. Dia tidak mengatakan apapun lagi, hanya berbalik dan mulai berjalan menuju pintu keluar, meninggalkan geraja untuk selamanya.
Dekapan mematung di tempatnya, sangat sedih dan menyesali kepergian anak asuhnya. Sang Biarawan menangis di tempat itu semalaman sampai Karamatsu dan Kamimatsu kecil menjenguknya.
Semenjak itu Osomatsu berpindah-pindah tempat tinggal, rata-rata pria itu menumpang di rumah perempuan yang mau bermain dengannya. Tujuan hidupnya semakin tidak jelas dan dia masih tidak menemukan malaikat pembimbingnya.
Apa surga sangat membencinya? Kenapa? Apa karena dia dilahirkan dengan mata berwarna kutukan?
Hari demi hari kelakuan Osomatsu bertambah buruk. Di suatu malam dia hampir membunuh seorang pria tua. Osomatsu dalam keadaan mabuk berat, suasana hatinya sedang jelek karena seorang wanita yang menolak tidur bersamanya.
Mereka berdua berada di jalanan sepi. Kakek yang berpenampilan pengemis meringkuk di atas tanah dengan kedua tangan memegangi perutnya yang baru saja di tendang Osomatsu.
"Hahahaha!" tanpa perasaan bersalah Osomatsu terus menendangi kakek malang tersebut. "Malaikat pelindung huh aku memang tidak pernah memilikinya!" serunya dia sudah tidak peduli lagi kalau dirinya di cap sebagai orang gila. "Bahkan kalau aku membunuhnya aku tidak akan merasa bersalah,"katanya bermaksud mengancam malaikat yang duduk di sebelah korbannya, namun sang malaikat baru sadar ketika Osomatsu berhenti menendang dan menyeringai padanya.
"Sebenarnya apa yang bisa di lakukan malaikat?"
Malaikat si kakek adalah seorang gadis berambut coklat yang di kepang dua. Gadis itu menatap Osomatsu penuh kebencian "Dasar penyihir jahat!" teriaknya hampir menangis. Aturan surga mengatakan jika malaikat tidak bisa membantu manusia dalam bentuk apapun, mereka hanya di tugaskan untuk mengawasi dan membimbing secara mental.
"Penyihir?" baru kali ini di dalam hidupnya Osomatsu membalas seorang makhluk gaib "Aku bukan penyihir."
"Tidak ada manusia yang lebih terkutuk dari pada penyihir!"
"Kenapa kalian suka sekali mengatai orang dengan sebutan terkutuk?" Osomatsu mengadahan kepalanya, menatap hina malaikat yang duduk di bawahnya "Kalian hanya makhluk munafik yang berlindung di balik aturan surga. Kalau kau memang pelindung si kakek ini seharusnya kau sudah menyerangku dari tadi,"
"Kalian makhluk yang mengaku suci. Padahal setiap harinya kalian hanya bergosip dengan kaum kalian, sama sekali tidak melakukan apapun. Kalian itu hanya omong kosong belaka."
"Apa katamu!?" gadis itu bangkit berdiri, sudah tidak tahan dengan ucapan manusia di depannya. "Beraninya dirimu, padahal Cuma manusia hina!" teriaknya sambil mengeluarkan sebuah tombak emas dengan sihirnya.
"Bijaksana sekali. Marah karena omongan orang mabuk," kata Osomatsu memanas-manasi. Tindakan bodoh. Pria itu memang mahir berkelahi tapi lawannya saat ini juga bukan manusia terlebih lagi dia juga dalam keadaan mabuk, bahkan saat ini pria itu tidak bisa berdiri tegak tanpa sempoyongan.
Baru saja sang malaikat akan menghembuskan serangan dengan tombaknya, sebuah sabit raksasa berdiri di tengah mereka. "Hentikan!" seru Ichimatsu yang tidak lama kemudian muncul dari dalam tanah. Sang dewa kematian mengerutkan dahinya, jelas saja tidak suka dengan situasinya.
Dewa kematian memiliki pangkat yang tinggi, di neraka maupun di surga. Wajah gadis yang merupakan malaikat pelindung si kakek berubah warna menjadi pucat, dia langsung memberi hormat pada Ichimatsu.
Sementara Osomatsu hanya berdiri di tempatnya, tidak melakukan apapun.
Ichimatsu mengabaikan tindakan tidak sopan tersebut dan menoleh pada sang malaikat. "Homura dia memang bukan penyihir," katanya, kembali dengan nada malas khasnya.
"Tapi tidak mungkin manusia biasa-"
"Dia juga bukan manusia," Ichimatsu menyela "Dia iblis dengan pangkat yang tinggi. Dia bukan tandinganmu."
Osomatsu mendelik tidak percaya "Apa!?" teriaknya tanpa sadar. Gadis malaikat juga mempunyai reaksi yang sama "Lalu bagaimana bisa...." ucapan gadis itu terputus-putus, dia juga tidak kalah kaget.
"Dia tunangan Totoko lebih baik kau tidak menggangunya, atau iblis betina itu akan membunuhmu," lanjut Ichimatsu santai, mengabaikan reaksi keduanya.
"Tunangan Totoko-sama!?"
Nama itu membuat si gadis malaikat bergetar ketakutan. Ichimatsu berdehem pelan sambil mengangguk "Kau juga harus memanggilnya Osomatsu-sama,"
"Karena dia adalah sang pangeran iblis, anak kandung dari raja iblis Tougo."
.
....
.......
..........
............... To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top