The Moment of Great Turnabout part 2

Tumpukan salju semakin menebal. Malam natal akan tiba dan sebentar lagi Choromatsu akan memasuki masa hibernasinya. Setiap tahunnya dirinya menghabiskan waktunya sendirian. Namun di saat ia akan masuk kedalam masa hibernasinya. Rasa kesepian itu menggerogoti dirinya. Membuatnya menangis sendirian. Menangis tanpa suara di tengah hamparan salju putih.

"Tenang Choromatsu tenangkan dirimu...." bisiknya pada dirinya sendiri. Tubuh kurusnya mengigil bukan karena kedinginan. Melainkan ketakutannya pada kesunyian. Gejala ini terus terjadi tanpa adanya sebab yang jelas. Seperti penyakit musiman.

Dengan nafas terengah. Choromatsu masuk ke dalam danau, menenggelamkan setengah badannya, dan duduk memeluk kakinya. Di saat seperti ini, dia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Tidak akan ada yang menjenguknya sampai musim semi tiba.

Sang peri meneteskan air matanya. Bulir demi bulir jatuh ke atas permukaan danau yang tenang. Dia terus seperti itu, menghabiskan banyak tenaga untuk menangis dan berharap agar emosinya cepat kembali stabil.

Di pejamkan lah matanya. Sosok seorang lelaki yang terus menghantuinya di malam musim dingin muncul dari alam bawah sadarnya. Mungkin keresahannya ada pada lelaki itu....mungkin jika dia bisa mengetahui identitas lelaki itu maka penyakitnya akan sembuh.

Setiap tahun Choromatsu selalu mengharapkan hal serupa.

OXO

Satu orang laki-laki duduk di tengah ruangan yang remang sambil menulis kan sesuatu di atas kertas. Selamat menempuh hidup baru. Ia menulis kalimat tersebut sambil tersenyum kalem. Setelah itu dimasukannya surat tersebut kedalam amplop cantik beserta beberapa lembar uang 10.000 yen.

Setelah menyelesaikannya pria itu bangkit berdiri dan mangacak lemari pakaiannya, mencari pakaian yang layak untuk di pakai. Beberapa saat setelah mencari, seseorang membuka pintu kamarnya dan mengatakan sesuatu padanya.

Pria itu masih tersenyum lalu memberikan amplop yang tadi di buatnya kepada orang tersebut, beserta pakaian layak yang sedari tadi di cari-carinya.

Orang itu tertegun. Dia tidak bisa menerima pemberian pria itu begitu saja. "Kita berdua tidak perlu berpartisipasi," ujar orang itu sambil menolak semua pemberian pria yang satunya.

"Tapi ini pernikahan saudara kita. Tentu saja kita harus datang untuk memberinya ucapan selamat."

OXO

Hanya sampai di sana penglihatan Choromatsu. Dia tidak pernah mendapatkan kelanjutannya. Gambaran wajah dan suara dari penglihatannya sangatlah minim. Kalau dia berusaha lebih daripada ini, entah apa yang akan terjadi pada tubuhnya yang rapuh.

"Di saat seperti ini kenapa aku tidak pernah bertemu dengan Ichimatsu...." keluhnya sedih dan kecewa. Kedatangan sang dewa kematian terlalu random. "Setiap kali dia datang. Aku tidak kepikiran untuk bertanya padanya...." gumamnya penuh akan penyesalan.

"Choro-chan~"

Hampir jantungnya meloncat keluar. Choromatsu yang lengah tanpa pertahanan hampir tenggelam karena ulah satu makhluk yang datang tiba-tiba dan mengejutkannya.

"Osomatsu nii-san?" panggil Choromatsu sambil berpegangan pada tepi danau. "Ah...Kurasa aku harus memanggilmu Osomatsu-sama? Karena Todomatsu dan Jyushimatsu, tanpa sadar aku jadi ikut-ikutan...."tambahnya sambil mendongak ke arah Osomatsu yang yang tengah berjongkok di tepi danau.

"Oh sebaliknya choromatsu-chan. Aku ingin kau memanggilku Osomatsu nii-san," balas Osomatsu lalu mengulurkan tangannya untuk membantu sang peri penjaga naik ke atas permukaan.

"....Baiklah," jawab Choromatsu begitu saja. Ini pertama kalinya dia berduaan dengan iblis, terutama yang berasal dari keluarga kerajaan. Sempai sekarang dia masih penasaran akan kedatangan makhluk sekuat itu. Apalagi darimana Osomatsu mengetahui wilayah kecil yang terasingkan seperti daerah kekuasaannya ini?

"Kudengar sebentar lagi kau akan hibernasi." Suara Osomatsu membuyarkan lamunan Choromatsu. Sang peri tidak menyadari kalau sedari tadi caranya menatap sang pangeran seperti mesin X-ray.

Tidak tersingung. Malahan sang pangeran memberinya senyuman kalem. Spontan Choromatsu mengalihkan pandangannya dan mengangguk kecil.

"Biasanya tidak ada yang mendatangiku di hari-hari menjelang natal," jelas Choromatsu agak kikuk. Entah kenapa, berduaan dengan Osomatsu membuatnya sedikit gugup. Seingatnya dia tidak pernah punya masalah untuk menghadapi orang baru.

"Bahkan Todomatsu?" tanya Osomatsu seraya mencondongkan setengah tubuhnya untuk bisa melihat lebih dekat wajah risih Choromatsu.

"Ah ya bahkan Todomatsu. Berbahaya bagi manusia untuk datang ke pelosok hutan di tengah salju lebat," jawab Choromatsu lalu menunduk, menyembunyikan wajahnya.

Ekor sang iblis menampar udara. Osomatsu menikmati reaksi Choromatsu yang menggemaskan. Entah sampai berapa lama si peri pemalu bisa menghindari darinya, batinnya diam-diam tersenyum geli.

"Apa kau tidak kesepian?" tanya Osomatsu lagi. "Ah. Kurasa aku sudah mendapatkan jawabannya." Sinar mata yang sebelumnya mengerling jenaka sekarang jauh lebih lembut. Pada wajah elok sang peri, masih terdapat sisa-sisa ia menangis. Osomatsu tidak tahan untuk tidak menyeka air mata di wajahnya.

Jari telunjuk Osomatsu menyapu bawah mata sang peri yang masih sembab. Tersontak pada perlakuan sang iblis yang sangat lembut kepadanya, Choromatsu sengaja menjatuhkan dirinya kembali ke dalam danau suci.

"Oi Choro-chan~ Bukannya beberapa hari yang lalu kau bisa berbicara normal denganku?" tanya Osomatsu sambil memajukan kepalanya mendekati permukaan air danau, dan menunggu peri pujaan hatinya untuk kembali muncul.

Tak lama kemudian. Kepala Choromatsu menyembul dari dalam air. Wajahnya merah padam, dia masih berusaha menyembunyikannya dengan hanya muncul setengah kepala. "I-itu karena ada Todomatsu dan yang lainnya...." jawabnya.

"He~ Kau lebih pemalu daripada yang kukira," komen Osomatsu. "Yah. Tapi itu juga salah satu daya tarikmu. Mau bagaimana lagi?" ocehnya seenak jidat. Pujian itu membuat Choromatsu semakin risih sekaligus segan, malu, semuanya menjdi satu.

"O-osomatsu nii-san!" Tak tahan akan serangan verbal dari sang pangeran. Choromatsu merasa sudah waktunya ia mengatakan sesuatu. "Bu-bukannya seharusnya kau datang bersama Todomatsu?" tanyanya yang berlahan semakin menyelam.

"Ah. Anak itu huh..." Begitu mengungkit nama Todomatsu. Senyuman Osomatsu berubah total. "Kau tahu? Dia bertingkah seperti pengawal mu. Karena ulahnya, selama bertahun-tahun aku tidak bisa masuk ke wilayahmu," ocehnya panjang lebar diikuti senyuman licik yang menginginkan balas dendam. "Tapi kelihatannya setelah aku berjanji untuk menemuimu sendirian. Sihir barirnya...melemah?"

Rona merah di wajah choromatsu menghilang sepenuhnya. "Intinya kau melanggar janjimu kan?" tanyanya memastikan. Iblis tetaplah iblis, Namun baru kali ini dia bertemu yang senakal Osomatsu. Di dunia sihir, perjanjian antara makhluk gaib dan manusia bukanlah sesuatu yang mudah untuk diingkari.

Itu berarti kekuatan Osomatsu lebih besar daripada janji itu sendiri. Dan itu sangatlah mengerikan. "Meskipun kau bisa melanggarnya setidaknya cobalah untuk mematuhinya," omel Choromatsu lalu keluar dari dalam air. "Makhluk sepertimu lah yang membuat 'peraturan' berakhir menjadi bahan lelucon."

"....Mau bagaimana lagi." Senyuman Osomatsu berubah lagi. Sinar matanya meredup, otot wajahnya melemas. Senyumannya terlihat loyo dan di paksakan. "Aku hanya ingin bertemu denganmu," ujarnya lalu mengulurkan tangannya untuk kedua kalinya.

Meski tidak tahu apa yang sedang terjadi. Alam bawah sadarnya menyuruhnya untuk menerima uluran tangan tersebut. Choromatsu mengikutinya, membiarkan tangannya menyentuh tangan sang iblis yang masih tersenyum sedih kepadanya.

"Maaf Choromatsu maaf...." Osomatsu berucap sambil meletakan tangan pucat sang peri ke pipinya. Secara tak langsung meminta belaian.

Choromatsu tidak tahan melihat kesedihan sang iblis. Lalu ia bergerak lebih mendekat, kedua tangannya menyentuh wajah tampan lelaki iblis itu.

"Walau aku tak tahu kenapa kau meminta maaf padaku. Entah mengapa aku mengatahuinya...." Sangat lembut. Sangat ringan. Sang peri mencium kecil dahi sang iblis yang tengah menangis. "Apabila aku sudah lama memaafkanmu, Osomatsu nii-san," lanjutnya dengan suara yang sangat menenangkan dan menghanyutkan.

Tiga hari menjelang malam natal. Setiap tahunnya Choromatsu selalu menangis sendirian. Tanpa mengetahui alasannya menangis, tanpa seorang pun menemaninya. Kini di hadapannya ada satu iblis yang menggantikan tempatnya. Menangis tanpa alasan yang jelas.

Tahun ini dewa takdir memberinya terlalu banyak hadiah. Dimulai dari pertemuannya dengan Karamatsu. Kepala biarawan yang ingin mencoba untuk mengahalu dari jalannya.

Lalu pertemuannya dengan Osomatsu. Pangeran iblis yang nampaknya hobi menjahili orang lain, namun menyimpan seribu rahasia.

Oh dewa bumi. Sebenarnya siapa gerangan mereka berdua?

Karena setelah bertemu dengan mereka berdua. Choromatsu merasa keganjalan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Setelah ini, rutinitasnya akan berubah total. Antara berubah menjadi lebih baik atau yang lebih buruk.

OXO

Sehari sebelum mendatangi Choromatsu. Akhirnya Osomatsu menemukannya. Pada rak deretan pertama, urutan ketiga, dan rak paling bawah, di pojok kanan. Ia mengambil folder berwarna hijau bertuliskan "Matsu"

Tidak ada yang berguna di dalam folder tersebut. Hanya menceritakan keseharian dari enam kembar pembuat onar. Pada masa itu, Osomatsu hanyalah lelaki yang di juluki "Kakak tertua sialan" oleh para adik kembarnya.

Ichimatsu mendekatinya. Raut wajahnya tenang begitu juga dengan langkahnya. "Oh kau menemukannya," ujarnya kalem sambil mengintip secarik kertas dokumen di pegangan Osomatsu.

Osomatsu mengerutkan dahinya. Sebelum Ia menemukan folder ini pun, Ichimatsu berkomen serupa. Terasa seperti di permainkan, ia menjejalkan folder tersebut ke tempatnya. "Na Ichimatsu-kun." Dihimpitnya sang dewa kematian yang terkenal akan wajah murungnya ke rak buku raksasa di belakangnya. "Selain folder Matsu ini. Masih ada folder yang lainnya. Jujur saja aku sama sekali tidak bisa membedakannya."

Ichimatsu masih terlihat tenang. Gertakan sang pangeran tidak berfungsi untuknya. "Itu karena kau tidak membacanya dengan baik," balasnya lalu membungkuk untuk mengambil folder hijau sebelumnya. "Apa setelah menjadi pangeran iblis kau jadi tidak peduli pada kehidupan-kehidupan yang lainnya?"

Dengan cekatan Ichimatsu menarik satu kertas dokumen dari dalam folder lalu mengacungkannya di depan muka si pangeran bodoh itu. "Apa kau sudah menemukan apa yang kau cari?" tanyanya setelah beberapa saat.

Ekpresi Osomatsu berubah total. Sepasang mata merahnya menatap horor kertas itu. Dia ingin berkata kalau apa yang dilihatnya itu hanyalah sebuah kebohongan, sebuah candaan. Namun sang dewa kematian tidak mungkin memalsukan catatan kehidupan.

Osomatsu mengigit bibir bawahnya, satu tangannya di rentangkan. Tanpa mengatakan apapun. Ia membuka portal hitam dan terburu-buru masuk ke dalamnya. Ichimatsu membiarkannya, menatap portal tersebut dengan datar, terus begitu sampai berlahan portal itu menghilang.

Kabarnya seharian penuh sang pangeran mengurung diri di kamarnya. Dari celah pintu kamar yang retak parah akibat perkelahian sepasang tunangan yang tak pernah akur. Para pelayan melihat Osomatsu duduk di meja kerjanya yang sudah lama terbengkalai, menghabiskan sebotol demi sebotol wine.

Saat Totoko menjenguknya pun. Sang pangeran tidak berkutik. Terus sibuk menegak minuman beralkoholnya. Itu pertama kalinya sang ratu melihat tunangannya begitu stress. Tanpa ditanya pun, insting perempuannya bisa menebak sumber kekesalan Osomatsu.

"karena Choromatsu kan?" Totoko tiba-tiba muncul di belakangnya, lalu merebut botol di tangannya. "Hmm....bahkan kau juga bisa merasa bersalah huh?" sindirnya lalu sedikit membukuk untuk menyamai tingginya dengan Osomatsu yang masih duduk manis di depan meja yang penuh botol kosong.

"Totoko-chan. Aku sedang tidak ingin....."

"Lalu, apa yang kau lakukan di sini?"

Totoko menyela. Senyum licik senantiasa menghiasi wajah cantiknya. Bagai ular berbisa memojokan mangsanya.

"Setelah Todomatsu menjadi mengikutku, aku sedikit berbagi memori dengannya. Kau tahu apa yang dipikirkan adik-adikmu pada mu, Osomatsu nii-san?"

Osomatsu memutar tubuhnya untuk berhadapan langsung dengan tunangan yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

Senyum Totoko semakin mengembang dengan cantiknya. Wanita iblis itu naik ke atas pangkuannya, lalu menarik kerah pakaiannya, sekaligus memaksanya untuk menunduk. "Kakak tertua bajingan......Itu yang dikatakan mereka. Kau pasti ingat betul julukan mereka kepadamu," bisik Totoko tepat di sebelah telinga Osomatsu yang semakin panas.

"Totoko-chan!"

Muak mendengarkan setiap ucapan yang menyindir dirinya. Osomatsu berteriak dan mendorong kasar tunangannya yang masih terus melihatnya dengan sinis dan rendah.

"Apa yang harus kulakukan?" serunya meneriakan pertanyaan pasrah.

Totoko tersenyum miring. "Aku bukan dewi cinta," jawabnya asal, lalu seenaknya saja membuka portal hitam yang menuju entah kemana.

"Tapi sebagai ratu iblis yang berkuasa atas dosa godaan dan nafsu birahi. Aku punya saran untukmu," lanjutnya lalu menarik lengan Osomatsu dan setelah itu tanpa satupun aba-aba, ia mendorongnya masuk kedalam portal.

Osomatsu tidak sempat berbalik badan untuk melihat wajah si pendorong, apalagi melakukan protes.

Sedetik kemudian, dia sampai di pinggir jalan setapak yang familiar. Menyadari dimana lokasinya. Ia terbang tinggi untuk memeriksa sekelilingnya.

Barir yang dibuat Todomatsu berkekuatan kurang dari setengah kekuatan aslinya. Dengan mudahnya Osomatsu masuk ke wilayah suci sang peri penjaga danau.

Begitu mendarat. Ia menemukan Choromatsu yang meringkuk sendirian sambil menangis di atas permukaan danau yang sepertinya tak pernah membeku.

Pemandangan itu sungguh menyakiti hatinya. Osomatsu berusaha tersenyum lalu berlari mendekati danau suci. "Choro-chan~" serunya memanggil, berharap kedatangannya bisa sedikit menghibur pujaan hatinya.

To be Continue

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top