BAB 2 - INSIDEN KECELAKAAN
Flower menenteng tas plastik yang berisi keperluan yang dibelinya di toko tadi.
Saat ini, dirinya berada di dalam bus angkutan umum yang kebetulan sekali masih lewat meski jam sudah sangat malam dan hujan masih turun dengan derasnya pula.
Penumpang yang berada di dalam bus tidak begitu banyak sehingga kondisi bus tak sesak seperti biasa. Beberapa menit lagi, Flower akan turun di depan. Di jalan bercabang yang salah satu jalannya menuju ke arah tempat tinggalnya.
Flower menatap hujan deras di luar sana melalui jendela bus. Sepertinya, malam ini hujan akan turun deras dan lama. Langit begitu pekat dan udara dingin yang berembus terasa menembus kulit dan membuat ngilu tulang dan persendian. Entahlah, kenapa malam ini terasa begitu berbeda dengan malam-malam sebelumnya.
Ckitttt!
Bus berhenti. Sepertinya tempat Flower biasa turun sudah sampai.
Flower pun bangkit dari duduknya kemudian turun dari bus setelah mengucapkan selamat tinggal pada sopir bus yang sudah dia kenal baik.
Untuk urusan membayar, kota Italia sudah memiliki sistem pembayaran canggih jadi, dia tidak perlu repot-repot membayar.
Flower turun dari bus setelah membuka payung yang dibawanya lagi. Dia mengeratkan pegangannya pada kantung plastik juga gagang payung yang dipegangnya.
Beruntung, dia memakai mantel yang sedikit tebal sehingga membuatnya tak begitu merasakan hembusan angin malam yang begitu dingin.
Suasana malam terasa begitu mencekam. Terlebih jalanan itu gelap, dan hanya memiliki pencahayaan di beberapa titik saja dan itu pun saling berjauhan.
Beruntungnya, tindak kejahatan di lingkungan ini tak begitu berbahaya. Mungkin, para penjahat sudah hafal betul jika orang -orang yang melintas di kawasan ini adalah orang-orang miskin yang tak punya apa-apa. Jadi, barang apa yang mau di jarah? Kemudian dijual untuk mendapatkan uang?
Sesekali, Flower menghembuskan napasnya pelan untuk mengurangi rasa dingin yang menjalari pipinya. Rambutnya yang tadinya, dia ikat dia biarkan tergerai agar memberikan rasa hangat.
Hingga beberapa menit kemudian setelah beberapa meter Flower melangkah, sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempatnya berada dan mobil itu mati sehingga lampunya tak menyorot seperti tadi.
Jalanan kembali gelap. Tak mau terjadi sesuatu yang buruk, Flower memilih bersembunyi ke pinggir jalan yang kebetulan banyak semak-semak belukar.
Bisa saja, mobil itu adalah milik penjahat yang bersiap untuk merampok, atau penjahat yang ingin membuang hasil rampokannya. Semua kemungkinan itu bisa terjadi, mengingat dunia kejahatan sangat berbahaya dan tak pandang bulu dalam melancarkan aksi kejahatannya.
Flower terus bersembunyi dan mencoba tak mengeluarkan suara apa pun. Terus berada di tempatnya tadi, sampai mobil itu pergi.
Sesekali kilat menyambar sehingga suasana menjadi terang dalam sekejap kemudian kembali gelap gulita.
Hingga tak lama kemudian, dua orang keluar dari mobil itu dan terlihat bertengkar. Flower tak mengetahui pasti apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja dia bisa melihat jika salah satu dari ke dua pria itu adalah pria tua.
Dan hal mengejutkan yang dia lihat selanjutnya adalah, pria muda tadi memasuki mobil kemudian dengan tega menabrak tubuh pria tua itu hingga tubuh pria itu terlempar beberapa meter ke depan dan tanpa belas kasihan, pria itu pergi membawa mobilnya tanpa bertanggung jawab atas perbuatannya tadi.
Flower keluar dari persembunyiannya. Dia berlari menembus hujan menghampiri pria tua itu. Setelah sampai, Flower mengangkat kepala pria tua yang berlumuran darah itu ke atas pangkuannya. Dia tak tega, melihat darah mengenang di sekitar kepala pria itu yang bercampur air hujan.
“Tuan, Tuan. Anda baik-baik saja ‘kan? Anda masih bisa mendengar saya?” tanya Flower begitu khawatir.
Dia mengambil ponselnya yang berada di dalam saku mantelnya kemudian menghidupkan senter. Kini, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah pria tua itu.
“Tuan, tolong bertahanlah. Saya akan segera memanggil bantuan,” ucap Flower lagi begitu pria itu masih membuka sedikit matanya dengan hembusan napas yang tersengal-sengal.
Flower menelepon nomor ambulans darurat. Berharap sambungan teleponnya masih bisa diterima di cuaca buruk seperti ini. Suara petir disertai kilat yang menyambar, menambah suasana yang semakin mencekam.
“Saya butuh bantuan. Ada seseorang yang mengalami kecelakaan di rute 16. Berjarak sekitar 10 meter dari rute utama 09. Tolong, kirimkan bantuan secepatnya.”
Klik!
Flower bernapas lega. Akhirnya, niatnya untuk meminta bantuan ambulans darurat tidak ada kendala.
Flower pun membuka mantelnya tadi kemudian menutupkannya ke atas kepalanya sendiri agar wajah dan tubuh pria tua itu sedikit terlindungi dari guyuran air hujan yang masih deras.
Entah tertinggal di mana payung beserta kantung plastik yang berisikan belanjaannya tadi. Yang pasti, karena terlalu terkejut melihat insiden kecelakaan disengaja tadi, membuat barang-barang penting itu tertinggal di semak belukar tempatnya bersembunyi tadi.
Pria tua itu membuka sedikit matanya. Di tengah pencahayaan yang cukup, dia bisa melihat jika Tuhan sudah mengirimkannya seorang malaikat penolong yang memiliki wajah cantik.
“To—long,” hanya kata itu yang bisa dia ucapkan untuk membuat wanita itu tak begitu khawatir. Dia kuat. Dia yakin bisa melewati semua ini. Dia masih memiliki hutang penjelasan pada sang putra atas kesalah pahaman yang terjadi.
Flower mengangguk. Air matanya malah terjatuh melihat betapa mengenaskannya pria tua itu sekarang. Wajahnya dipenuhi darah yang berasal dari kepala, dan beberapa bagian wajahnya juga mengalami luka-luka.
“Tolong bertahanlah juga, Tuan, “ lirih Flower dengan suara bergetar. Tak pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua sedari kecil, melihat pemandangan ini tentu saja membuat hatinya seperti disayat-sayat dan perih.
Tib-tiba, sirene ambulans terdengar. Flower segera membuka mantelnya dan menunjukkan sinar ponselnya sebagai penanda. Ambulans itu pun berhenti, tepat di dekatnya dan turunlah beberapa perawat yang ikut serta.
“Sepertinya, dia kekurangan banyak darah!” ujar Flower begitu para perawat yang berjumlah 3 orang itu mengangkat pria tua itu dari pangkuannya dan membawa masuk ke dalam ambulans.
“Kita akan mengetahui di rumah sakit, Nona. Sekarang ikutlah serta sampai pihak rumah sakit menemukan keluarganya.”
Perkataan perawat itu membuat Flower mengangguk. Dia pun masuk ke dalam mobil dan melihat seorang perawat lainnya sedang memasangkan alat bantu pernapasan sebagai pertolongan pertama pada pria tua itu.
Flower memilih duduk di samping kiri brankar di mana ada sebuah kursi. Begitu dia menatap pria tua itu, lagi-lagi pria itu juga tengah menatapnya meski kelopak matanya terbuka kecil.
Entah, pria itu masih sadar atau sudah tidak. Yang pasti, dia berharap pria itu tetap bertahan dan hidup lebih lama.
Beberapa menit terasa begitu lama. Flower merasa, jarak tempuh yang dilalui ambulans begitu lambat. Degup jantungnya semakin kencang di setiap menitnya begitu melihat pria tua itu sudah menutup matanya dengan begitu rapat.
Flower memejamkan matanya. Dia merapalkan doa begitu banyak berharap pria tua itu masih Tuhan berikan kesempatan ke dua untuk bisa bertemu lagi dengannya.
Bukan demi meminta imbalan atau apa pun, dia hanya ingin mentraktir pria itu minum kopi di restoran jika mau bertahan lebih lama.
“Kita sudah sampai, Nona,” ucap seorang perawat pria yang bersamanya sehingga membuat Flower mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk dalam.
Pintu mobil ambulans terbuka. Ke dua perawat pria tadi bergegas menarik brankar itu dan mengeluarkannya dari mobil. Bersamaan dengan itu, brankar itu pun perawat bawa ke dalam rumah sakit.
Flower berlari menyusul. Sepertinya, kondisi pria tua itu semakin kritis sehingga para perawat tadi mendorong brankar itu setengah berlari. Dan akhirnya, brankar itu di bawa masuk ke ruang ICU di mana Flower hanya bisa diam di depan pintu sembari menggigit jari.
Ya Tuhan, tolong selamatkan pria tua itu. Batin Flower tak berhenti sejak tadi.
Flower pun memilih duduk di kursi ruang tunggu. Sesekali mengusap tubuh dan rambutnya yang basah kuyup. Dia tak memiliki pakaian ganti atau pun uang untuk membeli. Jadi, akan dia biarkan tubuhnya berada dalam kedinginan selama beberapa jam ke depan asalkan dia bisa mendapatkan kabar baik jika pria tua tadi, selamat.
1 jam kemudian
Flower melangkah ke sana ke mari seperti orang tidak jelas.
Sudah 1 jam berlalu, dan dokter yang menangani pria tua itu belum juga keluar dan memberinya kabar.
Kecemasannya semakin bertambah. Bagaimana jika pria itu meninggal? Apakah dirinya yang akan dijadikan tersangka? Ke 3 perawat itu, pasti akan menjadi saksi jika dirinya lah satu-satunya orang yang berada di tempat kejadian. Untuk membela diri pun dan mengatakan semua kebenaran yang ada rasanya tidak mungkin karena dia pun tak mengetahui bagaimana wajah pria yang menabrak pria tua itu.
Astaga, bagaimana ini?
Flower mengusap wajahnya kasar. Sungguh, dia sangat khawatir. Namun, pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka memberinya sedikit harapan jika pria itu masih hidup dan dirinya tak akan menjadi tersangka atas kejahatan yang tidak dia lakukan.
“Dokter, bagaimana kondisi pria itu?” tanya Flower spontan begitu berhadapan dengan Dokter pria itu.
“Apa kau mengenalnya?” Dokter itu balik bertanya.
Flower menggeleng pelan. “Aku tidak mengenalnya, Dokter. Aku melihatnya terkapar di jalan, kemudian aku juga yang menghubungi ambulans dan membawanya ke rumah sakit ini,” jawab Flower dengan jelas. “aku ikut serta, karena perawat mengatakan demikian sebelum keluarga pria tua itu ditemukan.” Lanjutnya.
Dokter itu tersenyum kemudian menepuk pundak Flower pelan.
“Terima kasih untuk kebaikan hatimu, Nona. Kau sudah menyelamatkan nyawa pria dermawan di kota ini.”
“Memangnya siapa dia?” tanya Flower penasaran.
“Tuan Daverson,” jawab Dokter itu sembari tersenyum. “aku akan segera menghubungi keluarganya. Dan kau bisa menunggu di sini.” Imbuh dokter itu kemudian pergi dari sana.
Flower menghembuskan napasnya lega. Akhirnya, pria itu selamat dan pikiran negatifnya tak terbukti adanya.
Sekarang, pria tua itu tak lagi sendirian. Sebentar lagi, keluarganya akan datang dan kehadirannya di sini tentu saja tak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu, dia pun berbalik arah kemudian melangkah pergi.
Dia akan menemui resepsionis untuk memberitahukan jika pasien yang dibawanya tadi, sudah jelas identitasnya.
Tuan Daverson.
Dia akan mengingat nama itu, sepanjang hidupnya.
***
JANGAN LANJUT BACA YA! 🙏😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top