XXXIII. Untuk Mengalahkan Naga
XXXIII
Untuk Mengalahkan Naga
.
.
.
Arran berwajah pucat, binar rona yang selama ini mempermanis gadis berusia tujuh belas tahun itu telah sirna, menyisakan kebekuan dengan mata tertutup rapat. Kulitnya sebeku salju yang baru pertama kali turun di musim dingin, kuku-kukunya tak kemerahan. Ourin yang melihat hal itu, langsung mendekat dan mendudukkan diri di samping tubuh sang gadis, menyentuhkan tangannya kepada kepala berambut kemerahan itu, lalu ke bagian pipi dan suhu itu semakin jelas terasa di kulitnya.
Sorot matanya sedih, marah dan menyesal. Semua hal ini terjadi karena Arran dekat dengannya, juga dengan sang Raja Ferifatyn, tetapi tidak ada yang harus disalahkan karena ini adalah takdir. Tidak ada yang tahu kapan pertemuan akan terjadi, bencana dan juga perpisahan. Seperti yang pernah dirinya dan Ouran alami dahulu ketika orang tua mereka saling membunuh hingga menyisakan rasa sakit dan dendam.
"Berapa lama dia akan tetap seperti ini?" ia mengalihkan wajah, menatap Lucifer yang ada di belakang punggung agak jauh berdiri dan menatap datar.
Menggendikkan bahu, sang iblis menggelengkan kepala.
"Tergantung dengan keberhasilan misimu nanti, Pangeran Lucas. Walau aku tak yakin kau bisa mengalahkan naga nantinya, tetapi sebaiknya berusaha terlebih dahulu, bukan? Maka dari itu, sebaiknya segeralah melakukan apa yang kuinginkan, kau tahu yang terjadi pada gadis itu tidak akan bisa dipertahankan oleh tubuhnya. Dia perlahan akan semakin melemah dan mati, mungkin saja."
Tubuh Lucifer berbalik, melangkah, kemudian berhenti dan menghadapkan wajah ke samping hingga bisa melihat Ourin.
"Jadi, ayo kita mulai, Pangeran Lucas." Senyumnya tersemat di bibir, kemudian ia kembali berjalan dengan diikuti sosok gelap yang ada di belakangnya, ekspresi Ourin teramat dingin, matanya merah bersinar karena amarah. Namun, ia memilih untuk mengikuti segala yang diinginkan Lucifer demi keselamatan Arran. Dirinya tahu bahwa Ouran pun menginginkan hal yang sama.
.
.
.
Pandangan matanya terlihat kosong, ia duduk di ranjang dan bertopang dagu dengan menyatukan kedua tangan juga menaruh masing-masing siku di lutut. Dari tatapannya sedang telihat apa yang terjadi di Demonshire dengan Serbuk Perak yang ada di sabuk pedang Ourin. Napasnya berulang ia atur karena marah, cemas, dan sesak begitu kuat menggebu di dada. Apalagi saat mendengar perkataan Lucifer, benar-benar bisa membuat lelaki yang diutusnya bungkam.
Yang paling membuatnya tertohok hingga membangkitkan diri dan memaki adalah ketika melihat sosok Arran yang tertidur dan teramat pucat. Gadis itu sedang menjadi sosok tanpa jiwa, terlihat rapuh dan tak berdaya.
Tidak ada yang bisa ia lakukan selain bergantung kepada Ourin, bagaimanapun keselamatan Arran lebih diutamakan dalam situasi ini. Jika sampai mereka melakukan sesuatu dan gagal, bisa-bisa iblis bernama Mariposa itu langsung membuat Arran kehilangan nyawa.
Untuk saat ini, masalah Arran akan ia percayakan sepenuhnya kepada sang Kakak, sebab masalah pertahanannya juga sedang dalam masalah karena pasukan iblis mulai berulah.
Memikirkan orang yang sama, sekarang Ourin tengah berada di lapangan luas yang ada di halaman istana. Lucifer berdiri tak jauh darinya untuk menguji kemampuan dalam mengendalikan energi iblis. Sisa-sisa bulan purnama masih ada, sehingga tubuh iblis sekarang dipakai oleh dirinya.
"Untuk bisa mengalahkan Naga, kau harus mengendalikan energimu dengan stabil, energi iblis juga Elf yang kau punya. Dan aku ingin menguji seberapa besar kekuatan iblis yang ada di dalam tubuhmu, Pangeran Lucas."
Anggukan kepala terlihat, wajah serius dari pangeran iblis tak bisa ia tutupi, bagaimanapun sekarang dirinya sangat khawatir dengan keadaan Arran, gadis itu tengah tersegel jiwanya. Ia sangat takut keadaan si gadis semakin memburuk.
Menghela napas dan memfokuskan diri, Ourin pun bersiap karena Lucifer akan mengajarinya.
"Yang pertama harus kau lakukukan adalah mengenal dirimu lebih baik sebagai Half Blood. Untuk mengendalikan dan mencari kekuatan iblis yang tertutupi aura Elf di luar bulan purnama atau bekas-bekasnya. Jadi, kau harus memakan salah satu jiwa yang murni untuk mempermudah atau menyerap kekampuan iblis lain. Sebagai anak dari Anexta, aku tahu kau seharusnya memiliki kemampuan itu, Pangeran Lucas."
Tatapan tak percaya diarahkan kepada lelaki yang berdiri di hadapannya. Apa yang dikatakan Lucifer bahwa dirinya harus melakukan serentet hal mustahil untuk bisa menggali kekuatan iblisnya. Memakan jiwa manusia yang murni artinya adalah jiwa anak-anak, menyerap kekuatan iblis lain dan ia tahu hal itu akan dilakukan hingga iblis yang menjadi makanannya akan binasa.
Terdiam dan berpikir, apa ia pantas mengorbankan keselamatan mahkluk lain untuk keegoisannya, tetapi Arran juga tidak bersalah. Iblis telah melakukan banyak kerusakan di tanah ini, jadi mungkin tidak masalah jika dia membunuh satu iblis. Lagi pula, itu adalah tujuan mereka bersatu dengan Ferifatyn.
"Bagaimana, Pangeran Lucas?"
"Aku akan menyerap kekuatan iblis."
"Baiklah, tetapi jika kau tidak bisa melakukannya, kau terpaksa harus menyantap jiwa murni, kemudian menyerap kekuatan iblis lain hingga dia binasa, Pangaran Lucas."
Mendengar hal itu membuat alisnya mengerut karena kesal. Tidak ia sangka hal ini sampai terjadi, untuk mencari jati diri sebagai iblis, harus rela melakukan hal keji kepada seorang anak yang tidak berdosa. Sanggupkan ia?
"Aku akan menjadi iblis dengan menyerap kekuatan iblis lainnya. Hanya itu saja yang akan kulakukan."
Tersenyum dingin, Lucifer pun berbicara, "Kita lihat saja nanti, Pangeran Lucas."
Mengikuti apa yang diperintahkan kakeknya, Ourin yang masih berdiri di lapangan pun dihadiahi sosok iblis yang akan memberikannya seluruh energi untuk menarik kemampuannya dari dalam tubuh. Laki-laki itu berjalan ke arah dirinya, berlutut hormat dan menundukkan kepala. Bersedia dengan suka rela atau dipaksakan, entahlah karena Ourin tak ingin memikirkannya.
"Hisap energinya, Pangeran Lucas." Tatapan Lucifer yang dingin dan senyum tipis itu membuat dirinya teramat muak, ia pun menganggukkan kepala dan meletakkan sebelah tangan di kepala sosok iblis.
Sorot mata yang hitam semakin menajam, terbelalak ketika menerima energi begitu banyak, tubuhnya merespons dan bisa dilihat dari pupilnya yang serupa emas, terlihat bersinar.
"Sekarang tutup matamu, dan carilah sosok dirimu yang paling dalam. Temukan jati diri iblismu, setelah kau menerima keseluruhan dari energi iblis ini." Lucifer membimbing cucunya, semakin melebarkan senyuman yang terkesan jahat. Tubuh iblis yang menjadi sumber energi perlahan mengering, suara makhluk itu terdengar lirih menahan rasa sakit saat diambang kematian.
Bagi iblis pun, tentu saja kematian akan menjemput jua, tetapi tidak seperti Ras lain yang terlalu cepat mati, mereka hanya bisa mati jika energi mereka diserap paksa hingga habis, diserang dengan Serbuk Perak dan terluka teramat fatal, juga dibakar oleh Api Hitam Suci dari Neraka yang dimili Raja Hades ataupun Naga Hitam Agung. Sementara itu, Ourin tengah mencari sosok iblis yang ada di dalam hatinya. Banyak kekelaman yang menyelimuti tubuh ketika ia masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Kenangan-kenangan berkeliaran di pandangannya. Potongan-potongan menyakitkan pun terpintas, membuatnya sesak karena melihat ibunya yang terbunuh.
Napasnya mulai terengah, kenangan itu teramat banyak menyelimuti dirinya. Rasa takut, sesal dan marah karena tidak bisa berbuat apa-apa ketika ibunya merenggang nyawa. Apa yang harus ia lakukan untuk menghilangkan semua kenangan ini? Kenapa hal sedemikian malah terjadi di saat ia tak sudah membuang segala takdir buruk yang menimpanya?
"Kau harus fokus, Pangaran Lucas." Samar-samar, Ourin mendengar kakeknya membimbing. Dihirupnya napas dalam, mencoba menarik diri dari bayangan kelam di masa lalu, walau bagimanapun ia harus menyingkirkan semua kenangan menyakitkan itu, apalagi ada sosok yang harus ia tolong. Arran harus diselamatkan, gadis itu selalu menderita sejak kecil dan sekarang setelah lebih bahagia malah terjebak di antara pertarungan Iblis dan Elf.
Di dalam kegelapan pekat itu, Ourin melihat sebuah jalan batu yang curam, ia menengok ke bawah dan mendapati kegelapan pekat yang tak bisa ditebak seberapa jauh akan menyesatkannya. Berjalan, dengan alis berkerut dan memantapkan hati karena ia harus menemukan jati dirinya sebagai iblis. Setelah menguasai tentang energi Elf yang ada di dalam tubuhnya, dan bisa melakukan sihir para Elf yang termahsyur di Tanah Kuntara.
Matanya yang ada bekas luka menatap sebuah pintu raksasa, yang dijaga oleh raksasa hitam tanpa wajah. Tingginya melebihi benteng yang menyebar di setiap perbatasa negeri.
"Apakah aku harus melawannya untuk masuk dan menemukan jati diri iblisku?"
Saat ini, tubunya yang berada di alam bawah sadar berbentuk Elf, berambut pirang dan bermata biru. Apa ia harus menggunakan sihir? Atau harus menggunakan cakar iblisnya karena bekas purnama masih terlihat, tetapi itulah seharusnya yang terjadi? Ourin terbelalak, seharusnya fisiknya masih berbentuk iblis, tetapi sekarang ia adalah seorang lelaki dengan fisik Elf. Dengan rasa terkejut, ia menatap kedua tangannya. Melihat kulit para Elf yang lebih pucat dan kuku yang bukan hitam legam dan runcing yang seharusnya masih ada di sisa-sisa purnama.
"Untuk mengalahkan Penjanga ini, seharusnya aku menggunakan cakar iblisku, bukan? Namun, kenapa berbentuk Elf?"
Tercekat, sosok monster hitam itu menyadari kehadirannya, bersuara mengerikan yang tak ia mengerti apa maksudnya. Panik menguasai diri, ketika sosok iblis yang seharusnya masih ada karena sisa purnama, tidak kunjung merubah wujudnya? Padahal dengan sayap ia bisa menghindar. Bagaimana ini?
Kuku-kuku raksasa yang hitam dan mengerikan itu teracung kepadanya, teriakan menggelengar kembali terdengar, dan hantaman cakar langsung mengarah ke arahnya.
"Sial! Ayolah sayapku!" Ourin berteriak, bagaimana cara menghindarinya, tubuh iblisnya tak mau merespons. Ketika beberapa senti lagi cakar itu akan menghancurkan kepala dan merobek tubuhnya, Ourin berteriak sekuat tenang.
"Grindna Ars!" matanya terpejam, tubuhnya terjatuh dengan sebelah lutut yang menyangga diri di atas jalan curam di kekelaman alam bawah sadarnya. Napas terengah-engah, kewarasan sekejab menghilang, apakah ia telah tiada. Di dalam batin terus bertanya-tanya, tetapi ketika ia merasakan dorongan kuat pada pelindung sihir yang ia ciptakan, maka ia tersadar dan langsung membuka mata.
Terbelalak, ia tak menyangka di tempat ini, kekuatan sihir Elf yang dipelajari bisa digunakan. Sorot mata lega terlihat, tetapi tetap saja, ia tidak akan bisa terus-terusan bertahan dengan pelindung yang ia buat. Kekautan makhluk ini benar-benar tak terkira, bisa-bisa jalan curam ini retak dan hancur, dan ia terlempar ke arah jurang kelam.
"Baiklah, jika sihir bisa dipakai di tempat ini, maka akan kuperlihatkan apa yang sudah diajarkan kepadaku!"
Dengan sebelah telapaknya, ia mencoba menggerakkan, sementara yang sebelah lagi menahan pelindung agar tak ditembus raksasa ini. Ia harus menjauhkan makhluk ini untuk beberapa saat agar ia tak terus ditekan.
"Ciensa Sierd!" sebelah tangannya mengeluarkan sinar emas yang teramat banyak, sorot matanya tajam dengan keyakinan, untuk bisa menyelamatkan Arran, terlebih dahulu ia harus menyingkirkan makhluk ini. Melihat dorongan yang terjadi tidak terlalu berarti bagi sang Penjaga, maka Ourin pun berteriak nyaring, menegakkan tubuh dan memakai kedua tangan untuk menambah kekuatan.
"Arrggg! Musnahlah! Useus Rar!" sinar emas berubah menjadi segel berbentuk lingkaran dan berbintang segi enam. Membuat makhluk itu terkunci dengan mantra sihir dan tak bisa menggerakkan tubuh. Semenata itu, napas Ourin terengah bukan main, keringat mengaliri seluruh tubuh. Ia harus bisa menyingkirkan makluk ini, ia akan membakarnya, memusnahkannya dari pandangan agar bisa masuk ke pintu yang dijaga.
Giginya gemeletukan, bagaimanapun ia harus menyingkirkan makhluk ini.
Tanpa disadarinya, sebelah mata yang dipunya bersinar keemasan. Darah hitam mengalir bagai air mata.
Mengerutkan alis semakin tajam, menatap sosok itu dengan pandangan membunuh, Ourin kembali beriak dan melayangkan mantra yang tercap.
"Nafdiem Fifnael!" Penjaga raksasa yang tersegel, kini ia bakar dengan api yang membara dari telapak tangan. Dengan keyakinan membara, darah hitam di sebelah mata yang keemasan, semakin banyak keluar. Tiba-tiba api yang merah berubah menjadi sekelam tinta.
Ourin membelalakkan matanya. Melihat makhluk itu terbakar tak bersisa.
.
.
.
.
.
Bersambung
Mulmed itu Arran ya hehe. Erza gambar karena greget.
Nah ini Ouran dan Arran yang di sini masih belum jadi sebenarnya. Hihih, tapi sayangnya ketika dah jadi malah ouran ada salah di bibir huaaaa cacat banget jadinya. :"(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top