XX. Arran dan Penyihir
BAB XX
Arran dan Penyihir
.
.
.
Tidak menerima usulan yang diberikan Ourin dan Daveus, Ouran pun mengadakan rapat dengan para petinggi kerajaan. Oscar, Martin, Jhonatan, Richard dan pamannya yang baru saja datang―bernama Arvid, mereka duduk di meja bundar dan membahas permasalah yang bisa saja menimpa Kerajaan Ferifatyn kelak. Selama ini, kerajaan mereka tidak pernah membentuk aliansi, mungkin yang melakukannya hayalan Guenestin dan Delaverna yang memang melakukan kerjasama untuk meruntuhkan kerajaan lain.
Dari semua permasalahan, akan sangat fatal jika nantinya Lucifer mendapatkan Ourin dan menemukan kekuatan tersembunyi sang Darah Terlarang.
Apalagi iblis bedebah itu ingin menyingkirkannya dan menguasai seluruh negeri sebagai penguasa tertinggi. Tidak akan Ouran biarkan.
"Kalau begitu, awasi gerak-gerik Ourin dan Daveus, jangan izinkan mereka keluar dari istana dan kerajaan ini. Sangat berbahaya bagi Ferifatyn jika informasi sampai bocor kepada Lucifer."
Mereka mendiskusikannya dan mencari jalan keluar terbaik, hingga beberapa jam setelah melakukan musyawarah, akhirnya rapat ini dibubarkan karena mereka sudah menemukan solusi cukup baik, yaitu jika dikatakan kalangan iblis itu benar adanya maka mereka memang harus membentuk aliansi antar kerajaan.
Saat rapat telah selesai, melihat sang pemuda berjabatan tertinggi di kerajaan ini, Arvid pun mendatangi Ouran dan berjalan berdua bersama keponakannya. Memandang anak dari kakak lelakinya yang sekarang sudah berusia dewasa, dan menjadi seorang Raja Muda di negeri semakmur Ferifatyn.
Membayang-bayangkan sosok Ouran di masa kecil, Arvid menjadi mengingat sesuatu tentang gadis berambut ikal kemerahan.
"Ah, Paduka Raja, gadis itu yang bernama Arran ... seharusnya kau tak berharap lebih kepadanya."
Mengembuskan napas, laki-laki muda itu mulai tahu ke arah mana pembicaraan ini akan dibahas apalagi menyebut nama gadis yang telah merubah kehidupannya akan berlanjut.
"Aku tahu, Arvid."
Gelengan kepala dan dengusan pun membuat wajah sang Raja kesal seketika, ia memandang pamannya dan mendelik karena tak suka.
"Tidak, Ouran. Aku akan mengingatkanmu karena kau adalah anak dari kakak lelakiku. Gadis itu, dia adalah anak dari penyihir paling dicari di Delaverna, yang menempati Ferifatyn secara tersembunyi sampai akhirnya dihukum mati. Kau yang membakar habis orang tuanya, Ouran."
Napas kuat terembus, menandakan kemarahan Ouran terpancing karena mendengar ucapan pamannya. Ia tak meminta lelaki itu untuk menasihatinya karena ada orang yang berkompeten dan dipekerjakan dalam hal ini, sedang sekarang sang Paman tiba-tiba membahas masalah kehidupannya dan mencoba memperingati. Laki-laki satu ini harus tahu kalau ia adalah bukan jenis orang yang mau dicampuri urusan kehidupan pribadinya.
"Penyihir dan iblis terlarang di Ferifatyn, kau seharusnya telah mengetahui hal ini sejak lama, Arvid."
Terperangah, lelaki bermata seindah emerald itu langsung berbicara kenyataan yang ada.
"Ouran, kau membakar mereka tanpa mau memedulikan pembelaan sepasang suami-istri itu. Dan sekarang kau jatuh hati kepada putri mereka."
Jalan sang Raja semakin cepat, ia ingin segera menuju ke kamarnya dan beristirahat, mendengar celotehan pamannya bisa-bisa membuat ia semakin marah.
"Jangan mendikteku seolah kau adalah ayahku, Arvid. Aku tak membutuhkan segela nasihatmu yang tak penting itu."
Dengan sekali hitungan detik, tubuh Ouran sudah menghilang bak ditelan bumi, meninggalkan Arvid yang menatap lorong kosong dengan nanar. Tak habis pikir takdir seperti ini akan menimpa keluarga Sahraverta. Dari kakaknya yang jatuh hati kepada iblis dan merupakan musuh bebuyutan mereka, tragedi terbunuhnya Raja dan Ratu keenam Kerajaan Ferifatyn dan masuknya Ourin Carlos Sahraverta ke sel tahanan karena dosa ibunya. Dan yang paling tak bisa Arvid cegah adalah penobatan Ouran menjadi raja termuda sepanjang sejarah kerjaan ini, bahkan laki-laki itu berubah menjadi dingin dan kejam, hingga langsung menghabisi pasangan penyihir yang mencari pertolongan karena diperlakukan tidak adil oleh Ratu Laverna Janequid, sebab akan menghabisi siapa saja yang tidak sejalan dengan pemikiran Ratu Penyihir itu.
Arran Cobelt, fisiknya sangat menyerupai Calista Cobelt, dengan rambut merah bata menawan, mata yang indah dengan bibir semerah delima. Penyihir wanita yang membuat Arvid jatuh hati ketika menjelajah dahulu, tetapi nyatanya cinta yang ia punya tak terbalaskan dan Calista pun menikah dengan sosok lelaki baik hati yang merupakan penyihir tingkat tinggi. Mereka hidup bahagia dan melanjutkan penelitian tentang kekuatan sihir, hingga akhirnya mereka melakukan pemberontakan karena mengetahui keinginan Ratu Laverna. Kemudian melarikan diri dan memohon pertolongan untuk berlidung di Ferifatyn dengan Arvid sebagai jaminan saat itu, apalagi Ace yang merupakan Raja keenam bersedia menampung mereka dengan bujukannya, tentu saja dengan syarat tak boleh ada yang mengatuhi jati diri orang tua Arran sebagai penyihir.
Kematian Ace dan dinobatkannya Ouran, membuat semuanya berubah di kerajaan ini. Anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu terobsesi untuk mencari anak dari pembunuh orang tuanya yang bersembunyi entah di mana di kerajaan ini. Hingga mempertemukannya dengan orang tua Arran dan langsung membinasakannya ketika mengetahui jati diri mereka adalah seorang penyihir.
"Calista, anakmu sekarang berada di istana ini. Tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik hati seperti dirimu, tetapi sungguh ironi, bukan? Bagiamana Raja yang bertindak kejam dan menghabisi kalian tanpa pandang bulu dahulu, sekarang menjadi sosok yang terdepan untuk merawat dan menjaga putri kalian? Bahkan, jatuh hati kepada sosok menawan dari Arran Cobelt. Aku tak tahu, bagaimana nantinya kisah ini akan berakhir? Namun, aku berdoa agar putrimu bebahagia dengan dilimpahi hati yang besar untuk menerima kenyataan pahit ini nantinya, bahwa Ouran adalah orang yang telah membakar kalian hidup-hidup dahulu, Calista, Hardon."
Dengan berakhirnya monolog yang dilakukan Arvid maka lelaki itu memejamkan kelopak hingga setetes air mata mengalir di pipi. Ia sungguh sangat menyayangi Ouran, begitu pula dengan Calista yang sangat ia cintai sampai sekarang. Bermantab diri dan berpikir, akan menyerahkan keponakannya berhati sekeras batu itu kepada sosok gadis berambut kemerahan yang tak lain adalah anak dari penyihir kuat yang paling dicari, Arran Cobelt. Semoga saja, hati batu dan sedingin es itu bisa terpecahkan. Mengembalikan keponakannya yang dahulu, si murah senyum dan baik hati.
.
.
.
Sang gadis sedang diajari menari, hari ini adalah kelasnya bersama Nyonya Elsa, wanita muda beranak satu, tetapi sebenarnya telah berusia lebih dari tiga ratus tahun. Dengan bimbingan Elf wanita itu, Arran pun melangkahkan kakinya mengikuti irama yang berasal dari tepukan tangan. Melangkah dari lantai yang satu ke lainnya, berputar dan membungkukkan tubuh.
Suhu udara yang semkin menurun dari hari ke hari tak membuat si gadis berambut kemerahan berkeringat karena aktivitasnya, dengan penuh semangat ia pun kembali mengikuti bimbingan Elsa, untuk latihan menari solo.
"Baiklah! Sudah cukup, Nona Arran. Anda hebat sekali." Tepukan tangan mengakhiri gerak tarian yang masih berusaha dihafal muridnya ini. Tersenyum kecil memuji hasil latihan yang cukup meningkat.
"Terimakasih atas bimbingannya, Nyonya Elsa." Arran membungkuk dan memegangi rok gaunnya, tersenyum menawan saat menatap guru yang sangat difavoritkannya itu.
Mereka lantas beristirahat sejenak, duduk di sofa sambil meminum teh dan camilan yang sudah disediakan oleh pelayan. Membicarakan hal-hal ringan, memberi Arran nasihat tentang cara berbicara yang baik dan bagaimana sikap yang harus ditunjukkan jika menghadap seorang yang pangkatnya lebih tinggi daripada mereka.
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepala, dalam batin harus mengingat apa yang disampaikan Elf wanita ini kepadanya.
"Saya mengerti, Nyonya Elsa." Senyuman Arran pun mulai ia tata agar tak terlalu lebar, membuat sedemikian rupa agar keanggunan tercipta.
"Benar begitu, Nona Arran. Sebisa mungkin, ucapkan kata 'saya' karena itu lebih baik dan sopan, dan jika menghadap seseorang yang pangkatnya lebih tinggi dari kita, maka ucapkanlah kata 'hamba'."
"Ah, Arr―eh, maksudnya saya baru mengetahui hal ini, jadi jika berhadapan dengan Paduka Raja maka saya harus memakai kata 'hamba'. Saya benar-benar berterimakasih atas bimbingannya, Nyonya Elsa."
.
.
.
Dalam kamarnya yang sunyi dan luas, sosok tersebut hanya duduk berdiam diri di kursi kebesarannya. Sebuah meja dan peralatan menulis tersaji di atas benda berbahan kayu mahoni itu. Si pemilik tubuh tengah menutup kelopak, hingga mata yang sejernih kolam mutiara kini tak tampak. Pikirannya mulai mengarah kepada ucapan sang Paman beberapa saat lalu.
Tiba-tiba saja, nama Arran Cobelt menggema di kepalanya. Berkedip, kepalanya pun ia tundukkan, menggunakan tangan kanan untuk mengurut batang hidung yang terasa berdenyut. Benarkan yang ia rasakan ini adalah tanda-tanda seseorang yang sedang jatuh hati? Ouran tahu dirinya mengagumi gadis itu dahulu, dan sekarang setelah mengingat dan berjumpa, dirinya pun masih mersakan perasaan kagum dari wajah ceria yang selalu menghiasi harinya akhir-akhir ini. Namun, bagaimana caranya Arvid mengetahui bahwa ia jatuh hati kepada Arran, sedang dirinya sendiri tak menyadari hal ini?
"Apakah Arran akan membenciku?"
Dan meninggalkanku sendirian? Benaknya membatin pilu.
Napasnya ia keluarkan dengan teratur, berdiri dan melangkahkann kaki dengan cepat karena ingin menemui sosok gadis yang sejak tadi terbayang-banyang olehnya.
Mata perak Ouran menatap para dayang yang langsung memberi penghormatan dan akhirnya menemukan Arran yang sedang bersama Ourin dan Daveus, pamannya tak terlihat dan entah berada di mana.
"Ah, Paduka Raja." Suara Arran lembut dan lebih teratur, gadis itu lalu membengkokkan kakinya dan mengembangkan rok dengan kedua tangan, membungkuk untuk memberikan hormat kepada seseorang yang adalah penguasa negeri Ferifatyn.
"Arran," bisik Ouran dan mendekati gadis itu.
"Apakah Anda telah memutuskan, Paduka Raja?" Daveus berkata ketika sang Raja sudah berada di hadapan mereka. Namun, laki-laki itu tak menjawab dan masih memandangi gadis yang rambut kemerahannya telah ditata apik dengan sebuah hiasan jepit rambut terbuat dari perak.
Kerutan alis kini terukir jelas ketika ia menatap Daveus, iblis satu ini masih belum bisa ia percaya, dirinya pun mengatakan bahwa Ourin dan Daveus tak akan dibiarkan keluar dari istana maupun Ferifatyn untuk meminimalisir risiko terjadinya pengkhianatan. Kemudian, dirinya sudah memutuskan akan mengirim surat kepada Kerajaan Revmarmedian dan Surtaherus. Sementara itu, Tanah Drakos akan ditangani olehnya secara langsung.
"Undangan untuk pertemuan ini sudah dikirim ke dua kerajaan atas pertimbangan yang telah kami bicarakan, sedang untuk Naga Hitam Agung, aku sendirilah yang akan mendatanginya dan mengundangnya secara langsung."
Keputusan sang Raja masih dicerna oleh dua orang yang memiliki darah yang sama, mereka masing-masing memikirkan kenapa Ouran tak mengirimkan undangan kepada Guenestin? Jika dengan dirinya sendiri mengundang Naga Hitam Agung, maka mereka mengerti akan hal itu, tidak sembarangan bagi mereka untuk bisa masuk ke kawasan wilayah Tanah Drakos.
"Bagaimana dengan Guenestin, Paduka Raja?" akhirnya Daveus mengatakan apa yang ada di kepala Ourin.
Lelaki aristrokat itu mengelengkan kepala, dan mendengus dengan senyuman amat sinis.
"Aku tak membutuhkan Raja yang akan melakukan apa saja untuk mencari keuntungan sendiri. Mereka tidak pantas beraliansi dengan Ferifatyn setelah apa yang mereka lakukan kepada kerajaanku ini." Wajah dingin Ouran tentu amat menyeramkan, sorot mata perak itu sangat tegas dan kejam, membuat Arran memandangnya dengan takut-takut karena memang berada di hadapan sang lelaki. Mereka hanya terpisah oleh meja yang terbalut kain sutra berlapis permata dan rajutan benang emas.
"Drakos tempat para Naga? Ah, pantas saja, Ayah dan Ibu dahulu pernah bercerita tentang Drakos yang dilindungi Naga. Mereka sangat hebat dan perkasa, Paduka Raja." Kemudian, setelah mengatakannya Arran terkejut, dirinya merasa malu dan menyesal karena telah berbicara seenaknya di hadapan Raja Ferifatyn, padahal pendapat itu sama sekali tidak dibutuhkan. "Eng, ma-maafkan hamba, Paduka Raja." Kontan saja, perkataan Arran membuat ketiga pria yang duduk bersamanya terheran-heran, apalagi Ouran karena kalimat tesebut memang ditujukan untuknya.
"Arran, tidak apa. Angkatlah wajahmu, jangan menyesalinya karena kau tak melakukan kesalahan. Aku senang mendengar pendapat dan ceritamu itu." Laki-laki itu tersenyum tipis, ketika Arran mengangkat kepalanya dan menatap dirinya.
Anggukan kepala dan senyuman ceria kembali ditorehkan Arran untuk membalas kebaikan hati dari Raja Ferifatyn itu, dirinya sama sekali tak sadar bahwa Ouran telah banyak berubah karena kehadirannya, jika dilihat dari pertama kali mereka berjumpa lebih dari dua bulan yang lalu, Ouran adalah sosok Raja yang digambarkan dingin dan kejam.
"Tentang Naga Hitam Agung, sebaiknya jangan gegabah, mereka kebal sihir dan senjata dari dunia ini. Apalagi Api Hitam Suci dapat memusnahkan apapun yang tersentuh olehnya, bahkan iblis dari Neraka." Daveus memperingati, bukanlah perkara kecil untuk mengajak Naga Hitam Agung berdiskusi ataupun beraliansi, mereka tidak akan mau mengurusi hal-hal duniawi, bahkan dirinya sendiri tak mengetahui kenapa Naga Hitam Agung sampai berada di dunia ini.
.
.
.
.
.
Bersambung
Erza Note:
Pict yang di atas adalah Calista Cobelt, ibu dari Arran Cobelt.
Haloooo Ourinan sudah up, cieeeeeee yang jatuh hati sama Arran nyeheheheh. Unyu sih Arran. Oh iya, nanti temen Erza si Murinatan yang collab bareng untuk buat komik, bakal buat fanart Ouran dan Arran, katanya dia gemes sama Arran nyehehehe.
Ditunggu vote dan komentaranya.
Salam sayang dari istri Daveus,
zhaErza.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top