XLIII. Berdamai
BAB XLIII
Berdamai
.
.
.
Saat berada di meja makan, Arran menceritakan mimpinya kembali setelah membantu sang Raja tiba-tiba tersedak mengerikan hingga air yang ditelan keluar dari hidung dan mulut. Tentang yang dimimpikan, ia berkomentar bahwa hal itu sangat aneh karena baru pertama kali terjadi di dalam hidupnya ini. Bagaimana tidak, ia dicium oleh kedelai dan itu membuatnya bingung.
"Namun, Arran ingat sebelum mencium, keledai membelai wajah Arran dengan sebelah tangannya."
Daveus langsung mengerutkan alis, sangat tak wajar, mimpinya saja sudah tak wajar sebenarnya.
"Nona Arran, yang pertama, aku tahu di dalam mimpi semua yang abstrak akan terjadi walau aku tak pernah merasakannya, kedua, bagaimana bisa keledai membelai wajahmu sedangkan mereka hanya punya kaki?"
Mendengar hal itu, Arvid yang duduk dan masih berkutat kepada menu penutup pun memutar bola matanya, tak disangka sekarang mereka malah membahas mimpi seorang gadis yang baru saja menginjak masa kedewasaannya, walau benar-benar dikategorikan sebagai gadis yang polos.
"Setidaknya tidak perlu kau bahas, Daveus. Di dalam mimpi kau berubah menjadi beri dan kutusuk garpu pun tak masalah, itu hanyalah angan-angan tidur, bunga tidur." Seperti yang dikatakan Arvid, buah beri pada kue yang ia punya ditusuk dengan garpu dan membayangkan kalau itu adalah wajah Daveus.
Melihat itu Ourin yang selalu kalem pun mendengus tawa, dirinya lalu mengelus kepala Arran dan mengatakan kepada gadis itu agar tidak perlu mengkhawatirkan mimpinya, walau yang jadi pertanyaan sekarang adalah kenapa Raja Ouran terlihat tak tenang. Apalagi sampai tersedak seperti tadi karena mendengar penyataan Arran mengenai dirinya yang di dalam mimpi dicium oleh keledai.
Beraliansi selama beberapa bulan, musim semi pun akhirnya tiba. Para iblis yang ada di kerajaan Demonshire, terutama Lucifer seperti sudah tidak akan membuat keributan lagi, walau begitu sesekali Kerajaan Delaverna dan Guenesine menyerang Kerajaan Surtaherus, tetapi berkat adanya Naga Hijau yang sekarang menjaga tanah suci Orc, kerajaan itu pun menjadi lebih kuat dan tidak perlu bergantung kepada Ferifatyn. Namun, tentu saja aliansi masih tetap bertahan.
Ourin dan Ouran sendiri sudah tak terlalu memikirkan masa lalu, di mulai dari kedatangan Arran yang sekali meminta kepada Ouran untuk membicarakan apakah dirinya masih menyimpan benci dan dendam, kemudian sang Raja mendatangi kakaknya dan mengajaknya bertarung sekali lagi.
Saat itu, Ourin yang telah lebih baik menguasai ilmu sihir pun bisa mending kekuatan Ouran, tetapi tetap saja dia masih belum bisa menang jika hanya mengandalkan sihir padahal yang dikatakan Raja Sahraverta itu adalah jika saja Ourin bisa menang melawannya, maka dia akan memaafkan segala yang terjadi di masa lalu mereka. Namun, takdir belum memihaknya.
Melihat sang Pemuda duduk terdiam, Arran mendatanginya. Sepertinya Ourin tidak sadar karena sedang melamun, ketika bagian bahu disentuh, barulah terlihat pemuda itu tersadar.
"Apa Ourin memikirkan perkataan Paduka Raja?"
Tersenyum, Ourin menggelengkan kepala, kemudian mengusap rambut Arran karena tak ingin gadis itu khawtir.
"Aku berencana ingin bebas, Arran. Hanya sedang memikirkan itu."
Tidak terlalu mengerti, Arran memiringkan kepalnya dan berpikir kenapa malah mengganti topik pembicaraan. Apa mungkin Ourin tak ingin membicarakan Ouran? Apa jangan-jangan menjadi membenci raja mereka?
"Ng, kenapa? Ourin ingin bebas ke mana? Terus bagaimana dengan Arran dan Paduka Raja? Bersabarlah Ourin, Paduka Raja pasti memaafkan Ourin, dia sangat baik walau wajahnya sering seram."
Saat ini, sang Half Blood malah tertawa kecil. Mungkin Arran tidak sadar saja kalau Raja mereka memang hanya berbaik hati dan menjadi lebih lunak terhadap si rambut kemerahan. Dan sepertinya Arran pun masih belum menyadari perasaan Ouran yang menyukai gadis itu, kalau terus begini, nanti Arran bisa jatuh cinta kepada pemuda lain karena sang Raja terus-terusan tak menyatakan cinta.
"Paduka Raja sudah memaafkanku, Arran. Dan ya, kau benar karena dia adalah lelaki yang baik." Terdiam sejenak, Ourin menatap jendela, mereka tengah duduk di kusen yang kordennya terbuka lebar hingga menampakkan langit malam. "Aku ingin melihat dunia, selama ini aku terkurung Arran, hanya itu impianku ketika aku keluar dari penjara."
Wajah si gadis berbinar, dia takjub.
"Wah, itu sangat luar biasa, Ourin. Kalau begitu kita akan pergi bersama karena Arran juga tidak pernah keluar jauh. Ini pasti sangat menyenangkan."
"Sayangnya, tak mungkin kau mengikuti, Arran. Ketika memulai perjalanan, akan banyak bahaya yang menimpaku sebagai Half Blood, dan aku tak ingin kau dalam bahaya karena aku. Di sinilah tempatmu yang paling sempurna, bersama Yang Mulia Raja Ouran, mengerti."
Mata sang Gadis berkaca-kaca, seperti yang sering terjadi, mendadak ruangan ini bergoncang beberapa kali. Tersadar, gadis itu menarik napas walau sesak di dada tak bisa ia hindari. Menatap khawatir, Ourin pun menarik tangan Arran dan memeluknya erat. Tak ingin gadis itu bersedih, walau ini cukup berat untuk diterima. Ia mengerti, bagi Arran dirinya berharga, begitu pula baginya. Gadis ini sudah seperti saudarinya, adik yang akan ia lindungi, tetapi ia juga tak ingin membawa Arran bersamanya ketika menjelajah melihat dunia karena ia yakin bahaya akan mendatanginya dan dirinya belum cukup kuat untuk menjaga Arran. Satu-satunnya yang bisa melindungi secara absolut adalah Ouran dan anugrah serbuk perak sang Raja.
Ia merasa gadis itu tidak menangis, tetapi napas-napas itu terengah. Jadi, walau teramat sedih, Arran lebih memilih mengubur perasaannya daripada menimbulkan bencana. Sepertinya nanti hal ini harus dibicarakan lagi dengan Ouran, sang Raja harus bisa melatih Arran untuk mengendalikan kekuatan istimewa sebagai salah seorang dari kaum penyihir.
.
.
.
Beberapa hari sebelum pergi, tentu saja Ourin sudah membicarakan hal ini kepada Daveus dan Ouran. Laki-laki yang adalah Raja tidak terlalu banyak berkomentar, sepertinya setuju-setuju saja, tetapi ketika membahas Arran, air muka sang Raja berubah serius.
"Arran harus bisa mengendalikan kekuatannya, agar bisa menangis jika dia ingin. Selama ini dia menahan diri, itu lebih terlihat menderita daripada menguraikan air mata, Paduka Raja."
Terkadang, orang yang paling kuat pun akan menangis, walau begitu tangisan juga bukanlah tolok ukur apakah dia berhati lemah. Dan Arran tidak pernah menangis, ketika dia ingin. Bertahan walau hatinya remuk sekalipun agar orang-orang yang terkasih baginya tidak celaka karena gadis itu mengira sumber tangisan yang dipunya akan membawa musibah dan kutukan. Terkutuklah mereka yang mendoktrin Arran dengan segala perkataan sampah itu. Ouran mengumpat.
"Dan tentang jati diri Arran, sampai kapan Paduka Raja akan menyembunyikan kebenarannya. Dia berhak tau, Adik."
Ouran memang tak pernah mengucapkan kata memaafkan Ourin, tetapi sifatnya yang jadi lebih lembek kepada pemuda itu membuat semua orang telah menebak, termasuk sekarang. Namun, hal ini teramat menyinggungnya, jika tak ingin dikatakan membuatnya ketakutan.
Arvid yang juga berada di sana pun menimpali, teramat setuju dengan perkataan Ourin.
"Benar, Paduka Raja. Anda harus menjelaskan kebenarannya. Arran adalah gadis yang pemaaf."
"Ah, jangan lupakan, jiwanya yang teramat murni meski usianya sudah menginjak kedewasaan. Iblis mana yang tak ingin menyantapnya, Paduka Raja." Daveus pun berceloteh tanpa berpikir panjang, tidak nyambung dengan percakapan mereka semua, lagipula apa maksud iblis satu ini dengan mengatakan bahwa tiada iblis yang akan menolak Arran sebagai makanannya?
"Kau ingin dikirim kembali ke Neraka, Iblis." Arvid mengeluarkan Serbuk Perak, naik darah karena kelakuan iblis satu ini. Ia sendiri tidak tahu entah kenapa sering cekcok dengan Daveus? Sunggu Elf dan iblis sangat tidak cocok, dan menjadi kebingungan kenapa Ace bisa jatuh hati pada iblis wanita. Tidak sadar diri, padahal diirnya pun pernah jatuh hati kepada penyihir yang sangat tidak cocok dan tidak diterima di Kerajaan ferifatyn.
"Permasalah itu akan aku urus." Ouran memejamkan mata, alisnya berkerut dan ada jeda dalam perkataannya. "Namun, aku masih butuh waktu untuk menjelaskannya." Decakkan terdengar, Ouran sekilas terlihat frustrasi, berpikir kenapa dahulu di begitu bodoh.
Dan hari itu tiba, kepergian Ourin dan Daveus karena ingin menjelajah dunia. Arran masih tak rela, berusaha tidak menangis walau wajahnya sudah terlihat begitu nelangsa. Dirinya terus memujuk Daveus agar diperkenankan ikut, lelaki itu begitu kuat pasti bisa melawan marabahaya yang mendatangi. Namun, nyatanya sekarang yang tak mengizinkan malah Ouran, sang Paduka Raja berpendapat bahwa Arran hanya akan menjadi beban jika sampai tetap ingin ikut di perjalanan ini, lagipula tak mudah terbang dengan membawa seorang gadis.
Tidak bisa membantah, Arran murung bukan main. Perkataan Ouran memang keterlaluan, tetapi seketika membuat si gadis tidak membantah lagi.
Melihat gadis itu membalikkan tubuh dan berjalan meninggalkan mereka yang sudah berkumpul untuk melepas kepergian Ourin dan Daveus, membuat sang Half Blood lantas langsung mengejar. Menarik pelan tangan si gadis dan menundukkan kepala agar tinggi mereka sama. Telapak tangannya yang berkuku tajam karena dia sedang memakai fisik iblis, pun menyentuh wajah Arran dengan hati-hati.
"Aku pergi, bukan berarti kita tidak akan bisa bertemu kembali. Lagi pula, aku bisa memasuki kepalamu dengan mudah sekarang karena sudah mengendalikan energi iblisku. Nanti, aku akan membujuk Raja untuk sesekali berlibur dengan berkunjung ke tempat di mana aku bersinggah." Gadis itu masih menundukkan kepala. "Arran, di sini kau bisa berlatih dengan Paduka, mengendalikan kekuatanmu agar kau tak perlu berpikir dan menahan tangismu lagi. Saat kita bertemu kembali, kau harus memelukkan dan menangis sekencangnya di dadaku, bagaimana?" memeluk erat Ourin, Arran menganggukkan kepala. Dirinya sudah tidak bisa berbicara karena berusaha teramat keras untuk tidak menangis.
Namun, tiba-tiba saja tubuhnya tertarik dari arah belakang, itu adalah Paduka Raja yang sekarang terlihat membujuknya, walau kata-kata yang diucapkan sama sekali tidaklah cocok.
"Sudalah, Arran. Ourin tidak akan mati, jadi jangan khawatir."
Daveus dan Arvid hanya bisa menggelengkan kepala, si bodoh ini sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya memanjakan wanita.
"Paduka Raja, Arran hanya tidak ingin berpisah dari Ourin."
"Arran, ada aku di sini. Lagi pula, dilihat dari mana pun, aku jelas lebih baik darinya dalam segala hal. Kau tidak perlu khawatir, aku akan selalu berada di sisimu, Arran."
Kedua bahu Arran dipegang dari belakang, sedang kedua tangan Arran masih menggenggam bajunya Ourin. Kepala gadis itu ditolehkan untuk melihat sang Raja yang berbicara dan sepertinya memaksanya untuk tenang walaupun bagi Arran tidaklah mudah.
Tersenyum, Ourin membelai kepala Arran yang dengan jelas langsung mengalihkan atensi si gadis dan mendapatkan pelototan dari Ouran.
"Benar yang dikatakan Paduka Raja, Arran. Sekarang, sebaiknya kami pergi sebelum hari semakin siang."
Mendengar hal itu, Arran murung kembali, ia berusaha untuk memeluk Ourin sebagai salam perpisahan tetapi bahunya ditahan oleh tangan Ouran dan membuat darinya mengerut.
"Paduka Raja, Arran ingin memeluk Ourin untuk salam perpisahan."
Menghela napas, dirinya melangkah agar bisa lebih dekat dengan sang gadis, tidak peduli Raja Ferifatyn itu menyorotinya tajam, tetapi yang terpenting baginya adalah mengindahkan keinginan Arran sebelum mereka berpisah. Dahi sang gadis dikecupnya, kemudian ia tesenyum menatap Ouran dan langsung menghilang sebelum diamuk sang Raja. Bersama Daveus yang sudah menunggu di balkon, mereka pun mengepakkan sayap dan terbang menuju dunia yang ingin disaksikan secara langsung oleh sang Half Blood, walau dirinya harus meninggalkan orang-orang terkasih.
Dirinya tidak masalah, Ouran akan menjadi lebih baik jika ada Arran di sampingnya. Gadis itu adalah pelipur lara dan cinta sang adik. Akan ia lakukan apa pun untuk membuat Ouran menjadi sosok yang lebih bijaksana, dengan Penasihat dadakan yang sekarang berada di dalam pelukan adiknya itu. Sepertinya Ouran masih kesal karena dirinya mengucup kepala Arran, hingga sang gadis tidak diizinkan lepas dari pelukan sepihak pemuda itu.
.
.
.
.
.
Tamat
Haloooo akhirnya tamat juga dipublish, sebenarnnya ourinran tuh dah lama tamat tapi baru sempet up lagi karena laptop sempet bermasalah. Huhuhu
Terima kasih semuanyaaaaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top