Ichi
Upacara pemakaman itu tidak besar, hanya segelintir orang yang menghadirinya. Mereka adalah para penghuni gereja itu sendiri. Tiada sanak saudara yang ikut menghadiri upacara perpisahan terakhir itu.
Ichimatsu Matsuno.
Nisan itu sederhana. Hanya hiasan kecil seadanya, beberapa bunga menghiasinya. Beberapa orang menangisi kepergian salah satu teman mereka. Beberapa lainnya mencoba tabah dan menerima berita yang tiba-tiba itu.
"Jadi... Ichimatsu-chan menyamar menjadi adiknya yang bernama Todoko? Oleh karena itu ia memaksakan dirinya menjadi pelayan dewa meskipun tubuhnya lemah? Aku tidak pernah menyangka hal ini terjadi padanya... " Totoko berbicara dengan pelan. Air matanya telah mengering, digantikan oleh isak samar dari bibirnya.
"Bahkan orang tuanya sendiri tidak hadir disini... Malang sekali nasibmu, Ichimatsu-kun. " Kata kepala pendeta seraya menunduk.
"... Saya... Seharusnya berada di sisinya ketika ia kesulitan... Tapi... " Penyesalan Karamatsu tak pernah selesai. Ia harus kembali menelan pil pahit atas pilihannya yang salah. Kenapa hal yang sama harus terjadi? Kenapa orang yang disayanginya haruslah pergi?
"Nii-san, Choromatsu-sama ingin bicara denganmu. Bisa sekarang? " Jyushimatsu muncul secara tiba-tiba dengan baju pelayat. Ia memang masih belum kembali menjadi malaikat untuk menemani kakaknya.
"Tentu saja. Antarkan aku, Jyushimatsu. " Karamatsu mengikuti Jyushimatsu yang dengan riang memimpin jalan.
***
Di belakang gereja—tepatnya di danau suci Choromatsu, sudah ada dua pria bersetelan baju duka disana menanti.
"Ah, Karamatsu... Pemakaman Ichimatsu sudah selesai? Aku ingin memberimu nasehat. Sejujurnya aku ingin menceramahimu. " Kata Choromatsu sedikit kesal. Karamatsu kebingungan.
"Ada apa, Choromatsu-sama? "
"Ini tentang kematian Ichimatsu. Ini bukan salahmu, saat itu memang sudah akhir masa hidup Ichimatsu. Kau memiliki kecenderungan menyangkut-pautkan dirimu dengan orang lain. Kau terlalu baik. Sekaligus terlalu bodoh! " Karamatsu tersentak dengan umpatan Choromatsu.
"Kau terlalu suka menahan diri, akibatnya kau sering lepas kendali ketika marah. Semuanya tampak gelap di matamu, dan kau mengacaukannya... Yah, walau perasaan marahmu sangat lezat bagiku, hehe. " Osomatsu meletakkan telunjuknya di bawah hidung.
"Osomatsu-sama... Apa Ichimatsu akan ikut bersamamu? " Tanya Karamatsu pada Osomatsu.
"Tentu~ jarang sekali ada penghuni secantik dia. Lumanyan untuk cuci ma—ADUH! " Osomatsu langsung dipukul oleh Choromatsu. Karamatsu menunduk sedih.
"Tapi... Ini bukan salahnya... Tidak seharusnya ia berada ditempat seperti itu."
"Setiap manusia diberi pilihan dalam hidupnya. Ichimatsu memilih menggantikan adiknya dan berbohong kepadaku selama akhir hidupnya. Tidak semudah itu aku memaafkannya. " Ucap Choromatsu tegas. Mata Karamatsu dan Jyushimatsu berkaca-kaca. "Eh—ya, pada akhinya perbuatan baiknya akan menuntunnya kembali ke surga. Walau butuh waktu juga. " Lanjutnya kemudian.
"Haaah... Jadi perlu waktu ya? " Karamatsu mengernyitkan keningnya.
"Lagipula Osomatsu, kau sudah boleh kembali ke Neraka? Kenapa tidak dari dulu saja? " Choromatsu menyadari perkataan Osomatsu yang aneh.
"EH?! Ah~itu karena aku baru mengetahuinya beberapa waktu lalu. Kau tahu, disini sinyalnya jelek sekali~ jadi aku tidak dapat informasi seputar Neraka secara up to date. Hahaha. " Osomatsu beralasan, Choromatsu masih memandangnya dengan curiga.
'Bagaimana bisa kukatakan... Kalau alasanku masih berada disini adalah... Dirimu. ' Pikir Osomatsu dalam hati.
"Kalau begitu, sana pergi! Awasi para bawahan abnormalmu agar tidak menyentuh seujung jari pun Ichimatsu! " Perintah Choromatsu pada Osomatsu.
"Lalu apa gunanya dia disana?! " Teriak Osomatsu protes. Osomatsu kemudian berubah menjadi wujud iblisnya. Sayap kelelawarnya direntangkan. "Kalau begitu, aku akan kembali setelah Ichimatsu menuju surga. Jangan rindukan aku lho~ Choromatsu-kyuun~"
Sebelum sepatu Choromatsu mengenainya, Osomatsu langsung memasuki portal ciptaannya untuk melarikan diri.
(Keesokan paginya)
"Pus-pus~ kemarilah, aku membawakan makanan untuk kalian~" Totoko membawa semangkuk ikan kering. Ia hendak memberi makan kucing-kucing liar yang selalu Ichimatsu beri makan.
Totoko terus mencari seraya menyibak semak-semak gundul dengan salju bertumpuk di sekitarnya. Sampai ia menemukan sesuatu dibalik semak-semak itu.
"Are?! Ini kan... Kucing-kucing itu... Sudah mati? " Tiga bangkai kucing itu berada di dekat pohon samping bangunan gereja. Mereka tampak tenang dan tentram, seperti hanya tidur siang biasa. "Kenapa kalian... Malah ikut bersama Ichimatsu-chan?... Apa kalian kesepian berada disini? Atau kalian ingin bersama Ichimatsu-chan lagi di atas sana? " Gumam Totoko, ia meneteskan air mata untuk kesekian kalinya.
***
"Jadi begitu... Aku sudah menguburkan mereka bertiga. Semoga benar mereka bisa bertemu dengan Ichimatsu lagi ya... " Karamatsu menepuk punggung biarawati itu pelan.
Karamatsu kembali masuk ke dalam gereja. Masih ada banyak pekerjaan baginya pagi ini. Jyushimatsu asyik bermain salju dan membuat orang-orangan salju di belakang gereja. Karamatsu memandangi kegiatan adiknya dengan pandangan kosong.
"Jangan menyalahkan diri... Kah? Bagaimana bisa aku melakukannya? " Katanya pelan. Ia melanjutkan kembali perjalanannya yang sempat tertunda.
Di danau suci, Choromatsu sedang menggerutu. Entah kenapa kepergian Osomatsu membuat suasana hatinya memburuk.
"Kenapa tempat ini terasa sepi saat iblis bodoh itu pergi? " Ucapnya kesal. "Ah—tapi diriku sendirilah yang menyuruhnya untuk pergi dari sini dan mengawasi Ichimatsu... Haha! Seharusnya dia pergi saja selamanya! Dengan begitu ketenangan yang menyenangkan ini akan berlanjut selamanya! Hahahaha... Haha.. Ha... Cepat kembalilah... Bodoh."
"Yo! Sudah merindukanku? "
***
Jyushimatsu terbang menuju jendela kamar kakaknya yang terletak di lantai dua. Ia dengan riang menembus dinding kamar kakaknya dengan senyum lebarnya.
"Karamatsu-niisan! " Teriaknya tiba-tiba. Karamatsu yang sedang membaca buku malah melemparkan bukunya karena kaget.
"A-Ada apa, Jyushimatsu?? Kenapa kau berteriak? " Tanya Karamastu bingung.
"Kemarilah, Nii-san! Hustle! Hustle! Muscule! Muscule! Lalu~HOME RUN! " Jyushimatsu melompat dari jendela kamar Karamatsu. Disusul Karamatsu yang berteriak panik.
"JYUSHIMAAAAAATTSSU!!!" kepakan sayap Jyushimatsu menyadarkan Karamatsu dan menyakinkannya untuk membuka matanya. Ia lupa bahwa Jyushimatsu bisa terbang.
"Ada apa, Nii-san? " Tanyanya tanpa rasa bersalah telah membuat kakaknya hampir jantungan.
Jyushimatsu mendaratkan kakaknya dengan selamat sampai keatas tanah yang tertutup salju. "Fyuh, syukurlah... " Gumam Karamatsu yang masih menenangkan jantungnya.
"Nii-san kaget? " Tanyanya polos.
"YA JELAS BANGETLAH! " Teriaknya penuh emosi. Jyushimatsu malah tersenyum lebar.
"Souka! Sebentar lagi kakak akan semakin kaget lho! " Katanya senang. Ia segera menyingkir ke sebelah Karamatsu, pemandangan danau Choromatsu terlihat jelas diantara butiran salju.
***
—Indah—
Adalah suatu kata yang dirasa tidak cukup untuk mengungkapkan dirimu
Setiap jengkal dirimu
Sebenarnya sangat kurindukan
Sayonara adalah hal yang tidak ingin kudengar darimu
Selamat tinggal, adalah kata yang tabu bagiku
Terpisah
Begitu jauh
Aku tak ingin hal itu terjadi lagi
Jika kita bertemu lagi, akan kupastikan kepadamu
Bahwa aku akan menjaga senyummu
Senantiasa memelukmu
Dan terus bersamamu
—Ichi—
***
Lelehan air mata itu tak terkira. Kaki yang bagai membeku, tiba-tiba tergerak. Ia mengetahui tujuannya, kemana ia akan pergi, dan mengapa harus pergi.
Di bawah butiran salju, diatas tumpukan salju, hanya untuk bertemu dengan sosoknya yang tersenyum.
"Aku sudah menunggumu begitu lama... " Karamatsu memeluknya erat. Sehingga ia tidak bisa lari lagi, tidak menjauh darinya.
"Maaf membuatmu menunggu... " Pelukan itu terbalas, lelehan air mata semakin tak terkira.
Sosok itu lebih kecil darinya. Terlihat rapuh, namun memiliki hati yang begitu kuat. Sepasang sayap indah menempel di punggungnya. Kini ia tak sama, tapi itu tak merubahnya sama sekali.
"Sangat... Sangat kurindukan... " Kata Karamatsu lagi.
"Sekarang aku sudah disini, jangan menangis dan tataplah mataku." Karamatsu merenggangkan pelukannya, dan menatap sosok itu. "Lihat? Aku sudah kembali. "
"Terimakasih, Ichimatsu. "
The End
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Eits! Sudah cukup untuk kata-kata drama kalian! Setidaknya lihat situasi dong, Karamatsu! Bukan hanya kau dan Ichimatsu saja yang berada disini tahu! " Osomatsu berkacak pinggang mengomentari kedua orang (?) di hadapannya.
"Apa?! Padahal sebentar lagi mungkin akan ada adegan seru seperti cium atau gimana gitu?! Diamlah! Osomatsu! " Protes Choromatsu.
"Apa perlu mob-mob untuk adegan itu? Aku bisa menjadi seribu bayangan untuk Nii-san! " Kata Jyushimatsu semangat.
"Please. Jangan jadi seribu bayangan. " Mohon Osomatsu dengan sangat.
"Baumu harum. Aku suka. " Karamatsu menciumi tengkuk Ichimatsu mesra.
"Te-terimakasih, para dewi memandikanku sebelum aku kesini. Baunya sangat harum dan nyaman. Aku tidak benar-benar tahu apa yang terjadi. " Kata Ichimatsu.
"Tiga ekor kucing kecil. Merekalah yang menarik Ichimatsu dari sana. Perbuatanmu, benar-benar mereka balas dengan baik. " Osomatsu tersenyum. Ichimatsu berkaca-kaca, ia benar-benar tidak tahu hal kecil yang hanya ia bisa lakukan dengan tubuh lemahnya saat itu berbuah manis.
Osomatsu kemudian menoleh ke arah Choromatsu. "Bagaimana? Apa kau merindukanku? " Tanyanya dengan seringai jahil andalannya.
Choromatsu bersedekap. "Tentu saja tidak! Jangan mengharapkan apa-apa, karena aku bukanlah seperti yang kau pikirkan, Osomatsu. "
"Aku tahu kok. " Suara Osomatsu terdengar dingin.
Choromatsu spontan menoleh, wajahnya merengut—tidak terima. "Nah, penyangkalan seperti itu, sudah cukup untukku. " Senyum jahil itu ternyata masih terpasang apik disana.
"Ka-Kau!—uhum! Ada hal yang lebih penting dari kejahilanmu ini, Osomatsu. Nah, Ichimatsu. Mulai hari ini kau akan menjadi malaikat pelindung tempat ini, bersama denganku, Jyushimatsu, Karamatsu... dan Osomatsu... Kita akan membimbing manusia dengan segenap kekuatan kita. Kau mengerti? " Kata Choromatsu dengan penuh ketegasan.
"Aku mengerti, Choromatsu-sama, Osomatsu-sama, Jyushimatsu... Dan juga—" Ichimatsu mencium bibir Karamatsu sekilas. "—Pendeta Karamatsu." Ia kemudian tersenyum tulus, senyum yang tak akan lenyap dari bibirnya lagi.
The End.
The real the end :D
Semoga suka dengan akhir kisah mereka ini ya!
Tinggalkan kesan dan pesan di komentar kalian :') jangan lupa votenya!
Arigatou, minna-san! ♡(∩o∩)♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top