Bagian: 16
Suara serangga musim panas dan teriknya matahari pagi membuatku menggeliat. Merasa tak nyaman, aku akhirnya mencoba membuka mataku.
'Sudah pagi... Tenggorokanku terasa kering... Air... ' Aku bangkit dari tiduran, menguap kecil. 'Ah? ' Aku mengusap pipiku. Itu sedikit basah, seperti aku baru saja menangis semalaman. Apa aku benar-benar menangis?
"Ichimatsu? Kau sudah bangun, selamat pagi." Seorang dengan alis tebal seolah-olah orang yang pemarah dan kejam padahal sebaliknya, dia sangat baik dan adalah orang yang kukagumi.
"Pagi... " Aku mengucek mataku pelan. Sepertinya mataku membengkak karena menangis.
"Kau tidak apa? Kemarin aku mendengarmu menangis, aku takut kau akan semakin sedih dan bingung kalau aku bangunkan saat itu. Apa seharusnya aku membangunkanmu?" Tanyanya khawatir.
"Tidak. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku menangis. Lebih baik aku segera mencuci muka. "
"Neet-tachi! Kalian tidak mau sarapan?! Cepat turun! " Panggil ibu kepada kami semua. Mendengar kata sarapan membuat semua orang yang masih bergelung di atas futon segera bangkit.
"Kami segera datang, ibu! "
"Aku datang, ibu! "
"Mommy! Wait for me! I'm coming! "
"Makan! Makan! "
Berbagai sahutan diucapkan oleh saudara-saudara kembarku. Aku segera melipat futon bersama adik kesayanganku—Jyushimatsu, lalu mengikuti yang lain menuju lantai bawah.
***
Sarapan pagi diisi dengan pembicaran yang biasanya, makanan yang tersaji pun seperti biasanya, dan rasanya pun seperti biasanya.
"Apa rencana kalian hari ini? Ku sarankan untuk segera mencari pekerjaan! Kita semua sudah dewasa, kita harus segera mandiri dan meneruskan kehidupan kita! " Choromatsu segera mulai dengan pembicaraan pekerjaan yang bahkan tak pernah nyata dihadapinya.
"Meskipun kau bilang begitu, kau pasti hanya mencari alasan untuk bisa pergi ke konser idol kesukaanmu itu! Setidaknya kau harus bisa xxxxx dengannya, lalu dia xxxx lalu kalian xxxx —" Osomatsu melanjutkan dengan obrolan kotornya seraya menyantap makanan tanpa dosa.
"Um~ kurasa aku akan pergi keluar seharian ini~ " Todomatsu berkata seraya memainkan hp dengan tangan kirinya.
"AKU SELESAI! MAU BERMAIN BASEBALL! HUSTLE! HUSTLE! MUSCULE! MUSCULE! 100% SEMANGAAAT!!! " Jyushimatsu seperti biasanya dengan bersemangat menyelesaikan sarapannya lebih awal dari yang lain dan langsung melesat pergi.
"Hum, kurasa aku akan membuat lagu yang baru dan menyanyikannya begitu saudara-saudaraku tersayang pulang dengan lelah... Nantikan konser perdana Karamatsu malam ini, my buraazaa. " Aku mendecakkan lidah saat kata-kata penuh duri itu sampai di telingaku.
"Diamlah! Kusomatsu! Akan kubunuh kau! " Kataku kesal. Semua orang serentak menoleh ke arahku.
"Apa yang kau katakan, Ichimacchan? Itu tidak sopan, dan keterlaluan. Bahkan untuk Karamatsu. " Kata Osomatsu dingin.
"Ichimatsu, ingatlah bahwa hanya kau yang paling jarang mencari pekerjaan dan hanya bermain-main dengan kucing-kucing liar. Terkadang kau bahkan membuat bulu-bulu kucing bertebaran di seluruh rumah. Ketahuilah kedudukanmu disini. " Choromatsu menceramahiku dengan keras. Oke, aku memang tidak punya hak berbicara disini. Aku adalah orang yang 100% beban orang tua, bahkan Karamatsu sesekali menyanyi di bar-bar kumuh dan mendapat uang dari bekerja disana.
"Maaf... " Aku melanjutkan sarapan tanpa banyak kata. Todomatsu memandang remeh padaku.
"Sudah kubilang, kau tak pernah cocok dengan kakakku. "
"Apa?—"
"Yak! Aku akan keluar untuk bermain pachiko dan pacuan kuda! Doakan aku beruntung! " Osomatsu beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari sana. Aku memandang Todomatsu aneh.
"Kau bicara sesuatu? "
"Apa? Aku tidak. Terimakasih makanannya! " Si bungsu segera membereskan piring-piring kotornya dan meninggalkan tempat makan.
"Kau tidak apa, buraazaa? Ini bukan salahmu, dan Choromatsu tidak bermaksud membuatmu sedih... " Karamatsu menepuk pundakku lembut. "Ini hanya masalah kebenaran. Ketahuilah posisimu. " Karamatsu kemudian tersenyum dingin, kemudian membereskan peralatan makannya.
"... Apa?... " Aku termenung. Apa ada yang salah? Kurasa tidak, mereka hanya bertingkah seperti biasanya.
***
Aku tengah menikmati keseharianku yang membosankan dengan kucing-kucing kecil yang biasanya berada di sekitar rumah. Sedang tidak ada orang di rumah. Ibu sibuk membantu ayah bekerja... Hingga tidak beristirahat... Banyak masalah di kantor... Mereka sudah terlalu banyak beban, ditambah diriku.
"Aku pulaaang~" Suara pintu digeser dan hentakan kaki saat mendaki tangga menyerukan bahwa Osomatsu lah yang memasuki rumah. "Ichimacchan~ aku pulang. Kau ada uang? Aku pinjam doong~" Mintanya seraya menyatukan kedua tangannya.
"Uangku minggu lalu belum kau kembalikan, bodoh. " Ucapku kesal. Kucing-kucing kecil yang berada di pangkuanku berhamburan karena terkejut dengan teriakan Osomatsu.
"Yah, tidak apa-apa kan?! Toh kau hanya menganggur di rumah. Ah! Bagaimana kalau kau berlatih bersamaku? Yang kalah berikan 1000 yen pada yang menang! Setuju?! " Dia dengan bersemangat meloncat dan mencengkram kedua pundakku.
"Tentu saja aku akan kalah. " Aku tau dia licik dan menggunakan kehebatannya dan aku tidak akan bisa menolak.
"Ah~ kau tidak seru! Aku pinjam Choromatsu saja! " Osomatsu membuka jendela. Aku yang terkejut saat ia menghilang dari ambang jendela berlari melihat keluar. 'Bukankah ini lantai dua?! Apa tidak apa-apa melompat dari sini?! '
Memang sudah beberapa kali kami terjatuh dari atap, tapi hal itu selalu mengakibatkan luka. Osomatsu sudah gila?!
"Hup! Ah, ada apa Ichimacchan?! kau khawatir? Bukannya ini sudah biasa ya? " Osomatsu mendongak memandangku dengan heran. Aku termenung sesaat. Bukannya ini sudah biasa ya? Kenapa aku sekhawatir itu?
Aku masih termenung dengan pemikiranku sendiri sampai suara pintu terbuka terdengar kembali.
"Ah~ hari ini aku sangat stress... Aku tidak tahan lagi dengan bentakan atasan. " Suara ayah membuatku tertegun.
"Kalau saja anak-anak kita bisa berguna. Terutama Ichimatsu, kita sudah menyekolahkan mereka dengan baik. Tapi apa balasan yang kita dapat? " Ibu dengan sedih menanggapi.
"Aku ingin mengakhirinya saja, aku ingin mati saja. "
"Kalau begitu aku juga. Tak mungkin aku bisa menangani mereka semua sendirian"
Perkataan mereka semakin membuatku khawatir. Aku memutuskan untuk turun dan berbicara kepada kedua orang tuanku.
"Dimana mereka? " Kukira mengira mereka masih berada di pintu depan, tapi tidak ada seorang pun disana. Aku beralih menuju ruang makan, tidak ada juga. "Apa mereka sudah berada di kamar mereka? "
Aku melangkahkan kakiku menuju kamar orang tuaku, tepat di depan kamar mereka aku terdiam. "Kenapa... Aku merasa terlambat? " Kuhiraukan pemikiranku, ku geser pintu geser dan malah menjumpai pemandangan yang mengerikan.
Krieet...
Krieet...
Di hadapanku, terjuntai dua tubuh kaku dengan kaki yang tidak menapak. Lututku langsung lemas, aku jatuh terduduk. Air mataku mengalir deras.
"Ayah... Ibu... " Bagai terpukul oleh suatu kesadaran, aku langsung bangkit berdiri untuk memanggil bantuan. "Tolong! Siapapun! Ayah dan ibuku—" Aku berlari bagai kesetanan menuju luar rumah sebelum menubruk tubuh seseorang hingga pantatku mendarat di tanah dengan keras. "Akh! "
"Ichimatsu? Kau tidak apa, my buraazaa? Maafkan aku yang secara tidak sengaja menabrakmu. Apa terjadi sesuatu? Kau kelihatan ketakutan. " Karamatsu tersenyum lembut kepadaku.
"Ka-Karamatsu! Ayah dan ibu—me-mereka... "
"Ayah dan ibu? Ichi, kita sudah tidak punya orang tua kau tahu. Apa yang kau pikirkan, hum? "
Aku tersentak kaget. "Jangan bercanda! Kita masih bisa menolong mereka jika kita cepat memanggil bantuan! " Air mataku mulai mengalir. Karamatsu dengan tenang memelukku.
"Kau pasti syok. Tidak apa, karena mulai saat ini aku akan bersamamu. " Katanya pelan.
"Apa? " Aku melepas paksa pelukan itu. Karamatsu kembali tersenyum dingin.
"Selamat Ichi! Akhirnya kau berguna juga untuk keluarga ini! Kau akan dijual kepadaku. Dengan begitu kita bisa menjalani hari-hari berdua saja dan menumbuhkan ikatan cinta yang sesungguhnya. " Aku sangatlah kesal dan marah dengan kata-kata yang keluar dari mulut Karamatsu. Segera kutampar dirinya dengan keras, lalu berlari menuju mayat kedua orang tuaku.
"... Tidak ada... Dimana mereka? Jelas-jelas tadi mereka disini... " Aku mencari ke segala sisi ruangan. Apa aku memang salah? Apakah memang sejak awal orang tuaku sudah lama mati?
Ada apa denganku sebenarnya?! Ini adalah hal yang seperti biasanya! Tidak ada yang salah. Tidak ada yang menyimpang dari seharusnya! Apa aku mulai gila?
"Aku pulang! Hustle-hustle! Muscule-muscule! " Suara bersemangat Jyushimatsu membuatku berhenti mencari mayat kedua orang tuaku dan hendak meluruskan pemikiranku yang semrawut.
"Jyushimatsu! Aku——" Aku tertegun saat adik kecilku duduk bersimpuh di depan foto kedua orang tuaku.
"Nii-san... Kau tidak akan meninggalkanku seperti ayah dan ibu, bukan? " Kata Jyushimatsu sedih. Ternyata benar orang tuaku sudah lama meninggal. Aku ikut duduk di sebelah Jyushimatsu.
"... Te-Tentu saja. " Jawabku ragu. Entah kenapa aku merasa tidak bisa menepatinya.
"Tapi... " Ia menoleh ke arahku. Seketika itu jantungku serasa hampir copot dari tempatnya. Sisi kiri Jyushimatsu rusak oleh luka bakar, kenapa aku tidak menyadarinya dari tadi?!
"Jyushimatsu, kau terluka parah! Te-tenang saja, aku akan memanggil bantuan! Bertahanlah! " Aku hendak berlari untuk menelpon ambulans sebelun tangannya mencengkram pergelangan tanganku.
"Kenapa? Padahal... Nii-san lebih parah. Nii-san yakin tidak akan meninggalkanku? " Tanyanya seraya menatap kosong. Aku menunduk untuk melihat tubuhku. Ada... Sebuah pedang menancap di dadaku.
"AAAAAARRRGGHH!!! " Aku jatuh ke lantai. Rasanya sangat sakit sampai hampir membuatku merasa bahwa mati adalah lebih baik. Jyushimatsu memandangku dengan air mata mengalir.
"Pada akhirnya... Nii-san juga meninggalkanku... Hiks-hiks! " Jyushimatsu terus menangis di sampingku yang kesakitan. Kesadaranku mulai habis.
"Ti-Tidak!... Jyushimatsu! "
Aku bahkan tidak bisa membuat adikku satu-satunya terus tersenyum. Aku kakak yang buruk. Sampah hanya akan mati menjadi sampah. Setelah semua kekacauan yang kubawa menuju keluargaku, aku akan mati layak seperti Sampah.
Pada akhirnya... Aku akan mati juga... Itulah takdirku sebagai seorang bidak.
Perlahan aku menutup mataku. Kurasakan ototku yang menegang rileks perlahan. Darahku menggenang sangat banyak. Perlahan semua terasa gelap.
"Ichi... "
.
.
.
.
.
.
.
.
"NII-SAN! "
DEG!
Suara itu bagai menarik kesadaranku menuju cahaya terang. Aku mengernyitkan mata dari cahaya lampu yang sangat terang. Walau samar, beberapa orang sedang memandangiku dari balik kaca. Aku mengedipkan mata beberapa kali.
"Nii-san! Ichimatsu-niisan kau sudah sadar!... Huwaaaa!!!! " Jyushimatsu menangis meraung-raung dari balik kaca. Aku memandang ke arah bayangan samar sosok adikku.
"Ichimatsu-sama, bagaimana keadaanmu?! Apa ada yang terasa sakit?! Apa anda bisa melihat atau mendengar saya? Tolong balas dengan anggukan. " Seorang berjubah putih berbicara denganku dari balik kaca. Aku dengan lemah mengangguk.
"Syukurlah... Nah, saya akan membuka kapsul anda. " Pria itu memencet suatu tombol yang membuat kaca itu terbuka. Sesaat, Jyushimatsu langsung memelukku erat. Air matanya masih mengalir deras.
"Nii-san... Nii-san... " Aku membalas pelukannya dengan lemah. Membisikkan kata-kata penenang agar Jyushimatsu tidak menangis lagi.
Aku memandangi ruangan di sekitarku. Tampaknya ini adalah ruang pengobatan kerajaan. Dan pria tadi adalah Atsushi, dokter kerajaan.
"Jyushimatsu-sama, biarkan saya memeriksa keadaan Ichimatsu-sama terlebih dahulu. " Jyushimatsu segera menyingkir dengan tidak rela. Setelah beberapa pemeriksaan sederhana, aku segera ditempatkan di ranjang pasien.
"Penyembuhan anda berjalan dengan baik. Tidak ada bekas luka, tidak ada kecacatan di semua indra. " Atsushi mencatat semua hasil pemeriksaannya. Ia memandangiku sebentar sebelum kembali menulis.
"... Dan berhasil tersadar dari koma setelah 3 tahun. " Aku seketika itu membeku. Aku hendak membuka mulutku sebelum pintu ruangan itu terbuka dengan keras.
BRAK!
"Ichimacchan! Kudengar kau sudah bangun ya?! Bagaimana keadaanmu?! Aku bosan latihan sendiri! Segeralah sembuh dan temani aku! " Osomatsu berteriak dengan bersemangat saat memasuki ruangan. Tak lama Choromatsu langsung memukul kepalanya.
"Ia baru saja sadar, bodoh! Pikirkan kesehatan Ichimatsu-sama!" Teriak Choromatsu pada Osomatsu. "Bagaimana perasaan anda, Ichimatsu-sama? " Tanyanya padaku.
"Aku... Baik... Kalian berdua? "
"Tentu saja saya baik. Terimakasih sudah mengkhawatirkan hambamu yang terbelakang ini... " Choromatsu menjawab dengan sopan. Ia tersenyum canggung, seperti ada sesuatu yang membuatnya risau.
"Aku ingin menelpon Fuyu-niisan dan Yuki-neesan dulu." Jyushimatsu melenggang pergi. Sekilas, aku melihatnya melayangkan tatapan dingin ke arah Choromatsu dan Osomatsu.
"Choromatsu, bisa kau... ambilkan aku minum? " Mintaku pada Choromatsu. Dengan sigap, Choromatsu mengambilkan minum untukku. Aku mulai meminumnya perlahan.
"Jadi... Aku koma? Dan itu terjadi selama 3 tahun? " Tanyaku pelan.
"Ya tuanku. Ketahuilah bahwa hamba sangat mengkhawatirkan anda. Semua orang dan bahkan rakyat negeri ini mengkhawatirkan anda. " Kata Choromatsu padaku. Aku kembali memberikan gelasku pada Choromatsu.
"Lalu... Dimana Karamatsu? "
Praang!
Choromatsu membuat gelas yang ia pegang jatuh berkeping-keping. Aku menatapnya aneh, ia terlihat amat tegang dan ketakutan.
'Ada sesuatu yang aneh selain mimpi itu. '
Bersambung...
Ada yang tau maksud chapter ini? ╮(╯▽╰)╭ maksudnya adalah semua mimpi tadi adalah khayalan Ichimatsu yang tercampur dengan ingatannya, bagian orang tuanya meninggal, Jyushimatsu yang menangis, pernikahannya dengan Karamatsu, semua terkacaukan di dalam mimpi.
Jangan nyesek dulu, chapter depan bakal semakin nyesel soalnya
(wajah watados) (๑•́ ₃ •̀๑)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top