#7


Cw: cringe, cringe, cringe, cringe, cringe, cringe, cringe, cringe, cringe, cringe—

Disarankan untuk tidak membaca. Tapi kalau pngn baca silakan, intinya ini chapter cringe ooc sama gk nyambung bgtt!

.
.
.

***

3rd Person POV

Semilir angin begitu halus menjelajah buana. Tidak ingin mengganggu lelap dalam jiwa damai. Deru halus terasa lembut menyentuh kulit bening. Perhiasan permata semesta berhamburan tak berarah. Dengan sengaja menghamburkan harta ketika materi gelap menguasai.

Rembulan dengan gagah memimpin langit kelam. Bersinar temaram dengan tenang. Meski tidak bisa mewarnai kanvas langit menjadi biru, Rembulan memberikan kedamaian abadi dalam kesunyian gelap. Waktu berjalan setiap detik bergerak. Tengah malam berlalu dengan halus.

Makhluk hidup di dunia memanfaatkan kesempatan untuk menyelam dan bertahan hidup di pulau sendirian. Tenggelam dalam bunga tidur yang sengaja di rancang oleh akal budi. Akan tetapi, tidak dengan gadis manis pemilik surai berkah Mentari. Bola mata batu berlian terbuka lebar. Menerawang jauh dalam diam. Menyapu pemandangan luas tidak berpenghuni; mencoba untuk memahami dunia asing.

Sudah berapa lama dia berada di sini?

(Y/n) menghela nafas pelan. Keajaiban tidak akan pernah tunduk pada gadis itu. Dengan senang hati membiarkan sang dara berkuasa penuh untuk memenuhi perintah hati kecil-tidak. Sosok yang kerap diagung-agungkan sebagai Dewa Pencipta pun pernah merasakannya. Dunia hanya sebuah perantara fana untuk kesenangan semata. Langit dengan jenaka menertawakan panggung sandiwara. Hiburan mereka selalu berhasil menarik minat. Menyebabkan takdir dengan berat hati menuruti kehendak untuk kembali mempermainkan mereka.

"Kau sepertinya ingin sekali sakit, ya." suara berat sedikit serak mengudara. Dengan tidak sopan mengetuk gendang telinga; membawa gadis manis kembali pada kenyataan hina. Bola mata batu berlian bertabrakan dengan kilauan debu gemintang. Tanpa sadar membentuk benang halus untuk menghubungkan rumah hangat.

"Begini-begini aku kuat kalau berhadapan dengan angin malam," sungut gadis itu. Jika dalam kondisi normal, mungkin sang dara akan melontarkan sejumlah godaan pada pria tampan tersebut. Seperti, "Heli, kau begitu mengkhawatirkanku sampai menyusulku kesini? Aku terharu." atau, "Tidak masalah kok kalau harus sakit. Karena ada Pangeran tampan yang akan merawatku. Siapa yang tidak ingin coba."

Maklum, gadis itu sedang masuk mode galau sebab banyak pikiran.

Yah, jangan lupa juga. Memang gadis itu bisa sakit setelah mendapatkan sejumlah Skill seperti [Ketahanan Suhu] atau [Pengebalan Tubuh] dan masih banyak lagi Skill yang belum di sebutkan?

Lagipula, sistem yang merangkap nama sebagai Adonis tidak akan membiarkan gadis manis untuk bertindak gegabah pun ceroboh. Sang Teman Hidup tidak ingin hal merepotkan terjadi. Sedikit kesal jika mengingat kejadian saat ini kembali terulang. Konyol tapi menggemaskan, pikirnya.

Kaki panjang dengan santai berjalan mendekat. Salah satu alis tegas pria dengan helai mahkota langit kelam terangkat. Sekilas terlihat seperti sedang meragukan penuturan gadis manis. Lengan kokoh pria tersebut terlihat penuh. Membawa sesuatu untuk kondisi saat ini. "Oh, begitu?" ucap Helios. Pria tampan tersebut dengan kentara menggunakan nada mengejek. Dengan tidak bersalah, sang Tuan mendaratkan bokong pada lantai marmer dingin. Tepat di samping sang dara duduk.

//iklan bentar maap. Btw ini posisinya mereka lagi di balkon.

Pandangan jatuh pada sesuatu. Binar cerah meletup sempurna menghiasi bola mata batu berlian. Memberikan energi kehidupan untuk mewarnai dunia gelap. "Aku tahu kita adalah orang asing. Tapi aku tidak menyangka kau akan perhatian seperti ini padaku."

"Perhatian apa?" tanya Helios bingung. Untuk kesekian kalinya, bola mata batu berlian kembali bertabrakan dengan debu gemintang. Labium merah muda terkatup pelan. Jemari lentik menunjuk barang pada lengan kokoh. Yang sedari tadi pria itu bawa. "Kau membawakanku selimut, kan?" tanya gadis manis dengan senyum manis merekah.

"Bigini-bigini iki kiit kiliw birhidipin dingin ingin milim." Helios meniru ucapan gadis manis beberapa saat sebelumnya. Menggunakan nada sarkas agar gadis itu mengukir kejengkelan dalam hati. "Maaf saja, Nona. Aku membawa selimut ini untuk diriku sendiri."

Wajah manis dengan segera berubah. Kerutan tipis terlukis pada kening. Labium merah muda tanpa sadar mencebik pelan. "Dih, tidak gentleman sekali," ucap gadis itu malas. Untuk sekarang, giliran Helios mengerutkan dahi. Sedikit terheran dengan ucapan sang dara. Apa katanya tadi—jentelmen? Pria tampan tersebut seumur hidup baru pertama kali mendengarnya.

(Y/n) membenarkan duduk; mengalihkan perhatian dari sosok lebih besar di hadapannya pada pemandangan luas. "Kupikir kau sudah tidur. Apa yang kau lakukan tengah malam begini?" meski begitu, gadis manis tersebut kembali memberikan pertanyaan. Bola mata batu berlian sedikit melirik. Memperhatikan gerak sang Tuan setiap detik berjalan. Menunggu dengan sabar jawaban atas pertanyaan yang sempat terlontar.

"Tidak sepertimu yang gabut sampai melamun dan tidak tidur terlebih menjadi beban, aku punya pekerjaan untuk diselesaikan," balas pria tampan tersebut. Bola mata debu gemintang menaikkan pandangan. Menuju langit bebas dengan segala gemilang perhiasan berkilau.

"Enak saja. Meski pekerjaanku selama ini hanya rebahan dan numpang makan, aku tidak segabut itu sampai menjadi beban," ucapnya tidak terima. "Yah, meski bagian melamun itu benar, sih." bisiknya pelan. Berharap agar sang Tuan tidak mendengar. Meski kenyataan tidak memihak.

"Aku dengar, kalau sering melamun nanti akan dirasuki setan. Hati-hati kesurupan," balas sang Tuan lagi. Jemari panjang sedikit mengeratkan pegangan. Pandangan tidak pernah menurun. Perhiasan permata di atas sana begitu menggoda untuk dilewatkan.

"Dan kau adalah setannya." tawa manis mengudara. Memenuhi tempat tidak berpenghuni dengan kehidupan. Memberikan secercah harapan untuk kembali bangkit. "Sialan," rutuk Helios mendengar ucapan gadis manis tersebut.

Tidak hanya mengetuk pada gendang telinga—tawa sang dara berhasil masuk ke dalam ruang hati pria dengan helai mahkota langit kelam. Dengan tidak bersalah mengukir sebuah nama yang akan selalu mengganggu pikiran. Mengharapkan untuk mengisi hari bersama. Puspa merah muda dengan segera mekar hingga ke wajah tampan. Menghias cantik meski tertutup bayangan materi gelap. Secara tidak sengaja, berhasil menarik perhatian ribuan kupu-kupu untuk singgah dan terbang.

"Aku sedang memikirkan bagaimana caranya untuk membuatmu jatuh cinta padaku," gurau sang dara. Suara begitu bangga dalam baluran tindakan kecil. Seperti baru saja memamerkan sesuatu yang tidak ternilai. Dalam kata lain, sombong. Helios bergidik geli. Bagaimana bisa gadis manis tersebut dengan santai membicarakan hal sakral seperti itu?

"Bercanda, kok. Tapi kalau mau serius juga boleh," sambung (Y/n). Cengiran terlukis lebar pada labium merah muda. Sang dara menikmati setiap detik untuk menggoda pun membuat sang Tuan menjadi jengkel.

"Jika kau kembali berbicara atau meneruskan ucapanmu, aku bersumpah akan menendangmu dari kediaman ini," ancam pria dengan helai mahkota langit kelam. Nampaknya pria jangkung tersebut tertekan dengan sisi buaya dari si gadis. Canda.

"Tidak seru. Mainnya pakai ancaman, situ laki bukan, sih?"

"Kenapa? Tidak senang?"

"Tidak senang sama sekali!"

"Yasudah, deritamu."

(Y/n) mencebikkan labium merah muda. Batin sudah memberikan peringatan untuk diam. Sebab tidak ingin mengambil dampak berlebih. Dia bisa saja kembali membacot untuk membuat sang Tuan terkena mental. Pria tampan tersebut tidak akan tega untuk menelantarkan dirinya. Terlebih ketika malam berkunjung.

Ah, tidak juga sih. Buktinya pria tampan tersebut membiarkan gadis manis kedinginan—katanya. Sedangkan sang Tuan sendiri dengan nyaman memeluk kehangatan. Menggunakan selimut sebelumnya tentu saja.

Hening.

Dua insan tenggelam dalam dunia masing-masing. Tidak ada pembuka bicara seperti sebelumnya. Desir angin dengan lembut mengisi kekosongan. Sudut hati terkecil mengharapkan agar mereka kembali berceloteh dan bercanda untuk menemani Rembulan. Sebab meski bergelimang harta, Penguasa Langit Malam selalu sendirian dengan kegelapan memeluk.

Hela nafas terdengar lembut. Bola mata debu gemintang mengerling sejenak. Apa pria itu terlalu berlebihan? Canggung, batin pria tampan tersebut. Tidak, sih. Hanya sang Tuan yang merasakan. Berbanding terbalik dengan gadis manis pemilik surai berkah Mentari. Bibir merah tua dengan perlahan terbuka, "Kenapa malah diam?" tanya Helios pelan.

Bola mata batu berlian melirik sekilas. Sedikit memberikan tatapan sinis meski hanya bercanda. "Ogah, yang punya rumah galak dan menjengkelkan. Tadi dia berkata kalau kembali berbicara akan di usir. Ketika sudah diam malah bertanya kenapa," gerutu gadis manis.

Kalau kata orang sih, ngambek. Sudut bibir merah tua sedikit berkedut. Menahan keras untuk tidak mengukir bulan sabit. Percuma. Sang Tuan dengan kentara tersenyum lebar. Menggemaskan sekali, jadi ingin beneran mengusirnya, pikir Helios.

Pluk!

Kain tebal lembut menyentuh halus tubuh mungil. Menutup sebagian raga dalam balutan hangat. Melindungi sang dara dari dunia hina sebab lebih berharga dari sekedar permata. Labium merah muda tidak tahan untuk melukis senyum geli. Kekehan pelan terdengar mengudara. Memenuhi tempat sunyi untuk memberikan hadiah kepada Rembulan.

"Iya, yang punya rumah memang galak dan menjengkelkan. Lalu kau mau apa?" balas Helios seraya menyilangkan lengan kekar. Salah satu alis tajam sang Tuan terangkat. Menentang gadis itu dengan arogan. Tidak, kok. Mereka hanya bercanda. Lihat saja bibir merah tua pira dengan helai mahkota langit kelam. Melengkung sempurna sedikit menggoda. Begitu lebar sampai Harumi selaku penonton disini takut bibirnya akan robek.

"Inginku nikahi! Kalau menolak akan ku kasih makan ke naga. Biar tidak berani lagi dengan majikan, dasar babu," ucap gadis manis cepat. Bola mata batu berlian memberikan tatapan sengit pada debu gemintang. Sebagai tanda bahwa gadis itu menerima ajakan pria dengan helai mahkota langit kelam untuk beradu.. Candaan?

"Kasih makan ke naga saja. Memangnya siapa yang ingin menikah denganmu? Lalu, aku tidak pernah setuju untuk menjadi babumu."

"Dih, aku tidak pernah berkata ingin menikahimu, tuh? Dan, kau sudah menjadi babuku semenjak hari pertama."

"Hari pertama kita bertemu?"

"Hari pertama aku mencintaimu, hehe."

"Sinting!"

CUKUP HARUMI GK KUAD. MARI KITA AKHIRI SAMPAI DISINI.

.
.
.

TBC

Maaf ya kak kalo gaje. Harumi gk percaya diri buat up ini. Karena isinya cuma bacotan dan gk berhubungan sama sekali sama jalan cerita. Terlebih ooc parah. Gatau kok tiba-tiba nulis kaya gini, pngn nangis gk bohong. CRINGE BGTT AJSJWJSW//tolong lempar Harumi ke isekai.

Maka dari itu, sebagai gantinya chapter depan (insyaallah) bakal masuk konflik. Senang gk? Senang dong. Karena bentar lagi konflik, artinya bentar lagi ketemu Rimuru, hehe. Gk deng, konflik nya bakal panjang;)

Oiya satu lagi, Harumi kemarin ada edit dikit chapter 6.10 bagian terakhir. Ceritanya Harumi ubah:) terus ada edit juga chapter Playlist, ada tambahan character baru disitu hehe—

Bonus:

Anggap aja ini (Y/n) sama Heli hehe.

Manhwa; Villain's Savior
(Kalo nama manhwa nya salah atau bukan, kasih tau ya. Biar Harumi langsung perbaki.)

Helios : "Eh, coba lihat di atas sana. Itu sapi terbang bukan?"

(Y/n) : "Salah! Itu ide Harumi yang lagi main kejar-kejaran."

Harumi : "Bantuin, kak. Jangan duduk sama pacaran doang. Itu ide nya lari terus—"

Adonis : "...."

17 Desember 2021

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top