40. Special Chapter
Mumpung aku lagi ultah, nih aku kasih special chapter~
Yang uwu dulu, ya. Mau, kan?
Ramein in-line comment, boleh?
Happy reading~
***
"Siapa?"
Una menurunkan ponselnya, lalu mendongak menatap Riam yang memandanginya dengan kening berkerut. Salahnya, kebablasan mengobrol dengan Rahma sampai lupa soal-soal yang harus ia kerjakan.
"Temen~"
"Temen siapa?" tanya cowok itu, menggagalkan usaha Una untuk kembali fokus pada tugasnya dan kembali harus menoleh.
Una membuka mulut hendak menjawab, tetapi, lagi-lagi Riam mengagalkannya. "Chatting terus. Belajar."
Astaga! Iyam lebih kejam dari Bunda kalo nyuruh belajar! Kayak Ibu tiri!
"Apa liat-liat?!"
"Nyari jawaban!" dengus Una asal. "Iyam kan kamus berjalan, siapa tahu nanti jawabannya muncul sendiri di jidat!"
Lalu, sebelum Riam kembali memukul kepalanya dengan buku setebal lebih dari lima ratus halaman, Una telah bergerak menjauh dan dengan refleks melindungi kepala dengan tangan, membuat Riam harus membatalkan niat. Kepadanya, Una memeletkan lidah.
"Bleh nggak kena~"
Hal yang ia hentikan segera saat melihat Riam mengangkat bukunya lagi ke udara. Tetapi, cowok itu tidak memukulnya. Riam membuka bukunya, dan melanjutkan bacaannya, entah apapun itu. Judulnya saja sudah sulit dibaca.
"Omong-omong Iyam tahu, nggak? Rahma baru putus sama pacarnya."
Riam menoleh, jelas ia tidak mungkin mengetahui gosip semacam itu. Ia tidak peduli. Tetapi kali ini, ia tidak mengatakan apa-apa sehingga Una melanjutkan kalimatnya.
"Cowoknya selingkuh sama mantannya! Kurang ajar banget selama ini Rahma Cuma dijadiin pelampiasan! Jadi Rahma besok mau bawa gunting gede!"
"... Bawa apa?"
Riam tidak memiliki banyak ekspresi di wajah, tetapi seandainya ia seekspresif Mitha, niscaya telah ada keringat menetes di dahinya, atau bulu kuduk yang meremang.
"Buat motong lah!"
Putus cinta, dikhianati, gunting dan ada yang akan dipotong. Hanya satu yang bisa Riam pikirkan. Tidak sulit untuk menghubungkannya.
"Motong apa?"
"Motong rumput! Rahma itu aneh banget! Kalau kesel pasti bawa gunting, terus bantuin tukang kebun motong-motong! Pokoknya kalau Iyam lihat rumput pitak di taman atau bonsai yanga gak gundul, nah itu dia pelakunya."
Riam terkekeh. Ia menutup bukunya. Percuma, ia tidak akan bisa berkonsentrasi membaca selama Una terus mengajaknya ngobrol. Lagipula, dan ia tahu akan menyesal telah memikirkan ini, tapi ... untuk saat ini, menatap Una terasa lebih menarik.
"Kalau lo gimana?" tanyanya, hampir tanpa sadar. "Apa ... yang bakal lo lakuin?"
Sebentar, Una tampak berpikir, ujung jemarinya mengetuk-ngetuk dagu sebelum beberapa saat kemudian, cewek itu menggeleng. "Belum pernah ngalamin. Belum pernah pacaran jadi nggak kepikiran."
Riam tersenyum, kembali hampir tanpa sadar. Sementara di sisinya, Una menutup buku, berusaha mengakhiri sesi belajar mereka yang menyiksa.
"Udah sore. Pulang yuk~"
Dan Riam setuju. Bayang-bayang mereka telah terbujur panjang di sisi tubuh ketika Riam dan Una berjalan menuju tempat parkir yang sepi. Cewek itu melanjutkan ceritanya soal Rahma hampir sepanjang perjalanan. Hingga mereka tiba di tujuan dan topik itu serta-merta berakhir. Una meraih helmnya, tetapi bahkan ketika Riam telah naik ke atas motor, memasang helm dan menyalakan mesin, cewek itu masih belum beranjak dari tempatnya.
"Iyam ... hari ini nggak usah nganter sampai rumah. Una naik angkot aja."
"Kenapa?" Riam menyipitkan mata, tidak berkaitan dengan sinar matahari yang memantul di kaca helmnya.
Jangan-jangan ... dia dengan enteng mengutuk orang selingkuh tapi ternyata dia yang mau selingkuh! Setan merah di sisi kiri Riam berbisik-bisik.
Nggak mungkin, Yam! Una bukan cewek yang kayak gitu. Si malaikat berjubah putih di sisi lain membela.
"Enggak. Ada ... janji sama temen."
"Temen siapa?"
"Ya temen biasa."
Kali ini, setan merah di sisi Riam mendominasi, terus membisikinya kecurigaan. Si Kak Nan waktu itu, kayaknya? Saingan kamu, Riam.
"Cowok?"
Una mengernyitkan alis. Harus bagaimana ia mendeksripsikan Rifai? "Hmm... Setengah."
"Nggak boleh," putus Riam.
Una yang tadinya memeriksa arlojinya seketika mengangkat kepala dengan cepat. "Kenapa?"
"Pokoknya enggak."
Kaki Una menghentak, wajahnya ditekuk sementara kedua tangan dilipat di dada. "Nggak mau tahu. Pokoknya pulang duluan aja sana~" Didorongnya pelan pundak Riam.
Yang tidak disambut cowok itu dengan begitu baik.
Kenapa dia pengen banget ngejauhin kamu, Riam? Pasti karena si cowok belah tengah itu!
Sabar Riam, si malaikat berargumen. Orang sabar pantatnya cetar~
Dan, ketika Una mulai beranjak untuk meninggalkannya, dengan sigap cowok itu meraih tangannya, menahannya di tempat.
"Mau kemana? Gue antar."
"Tapi Iyam bukan tukang ojek!"
Langit mulai gelap di belakang Una, hampir magrib. Dan angkot, tidak menjamin keselamatan sama sekali.
Riam berkeras. "Hampir gelap. Bahaya. Naik."
Tiga kata yang diucapkan dengan datar, dingin, dengan wajah bahkan tidak menatap Una dengan benar. Namun makna yang terkandung di dalamnya, serta merta membuat senyum Una rekah.
Cewek itu membekap mulutnya dengan telapak tangan.
"Ya ampun! Iyam khawatir!" Sementara, matanya berkaca-kaca, coba merefleksikan tatapan anak anjing.
Dan Riam membuang pandang, tidak ingin terpengaruh. "Enggak!" tolaknya.
"Iya! Iyam khawatir!"
"Enggak!"
Una tidak mendebat setelahnya. Tetapi, cewek itu mengambil satu langkah maju, mendekati Riam yang duduk di atas motor, memandangi pemandangan gerbang sekolah di depannya. Lalu, Una mengecupnya satu kali. Singkat. Di pipi.
"Makasih, Iyam~"
Senyum yang Una perlihatkan kemudian mengingatkan Riam kembali akan apa yang cewek itu katakan sebelumnya. Thank you. I love You.
Thank you. I love you.
Sederhana. Kata yang amat sederhana.
Riam hanya perlu membuka mulutnya, kata itu telah berada di ujung lidahnya. Ia hanya perlu menyingkirkan ego dan mendorongnya sedikit. I ... probably love is too strong of a word, but i certainly like you. I want you. I'm happy being with you.
I ... am happy with you.
Tetapi ketika mulutnya benar-benar terbuka, yang dapat ia katakan justru ...
"Banyak omong."
***
Nikmati dulu ke-uwuan ini sebelum badai datang~ 😁
See you soon!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top