With You - 🤝

Warning! Slight dirty talk tapi lawak
Diikutsertakan ke fanfic festival di campdenoren

Head Canon! Fluff Romance! Teenager

Disclaimer: Karya fiksi ini murni milik saya. Beberapa nama di dalamnya digunakan untuk kepentingan entertainment, dan tokoh tokoh yang digunakan bukan hak cipta milik saya.

.

.

.

______________

Renjun pikir dirinya hampir berbagi paranoid yang sama dengan Jisung tentang ke kamar mandi sendirian. Akan tetapi suara halusinasi yang menganggu saat di dalam kamar mandi memang disengaja oleh pelakunya. Bagaimana tidak, jika kalimat yang ia dengar terasa dejavu.

"Kita bicara habis ulang tahunmu lewat," bisik suara itu dari luar.

Ia hanya menatap datar pelaku yang kini cengengesan di depan pintu. Tapi Renjun mau-mau saja dibawa duduk di pinggiran jendela padahal niatnya cuma ingin ke kamar mandi sebelum mager turun dari kamar di lantai dua hasil suit sama Jisung.

"Jadi mau bicara apa?" ucapnya masih senyum senyum jahil.

Renjun menghela napas, "memangnya ulang tahunmu udah lewat?"

"Ya belum sih, masih ada sejam lagi udah tanggal 24."

"Ya berarti kita belum bisa bicara, Jen." Renjun menarik tangan yang sedari tadi dielu-elus sayang oleh Jeno. Ia mendekap kedua lengan memainkan dengan minat 'pura-pura ngambek'-nya.

Di pelataran terbatas yang ada di depan jendela, Jeno memajukan dirinya hingga berdekatan dengan Renjun. Mungkin mereka hampir bisa berbagi oksigen yang sama karena jarak yang terlalu minimalis. Renjun sih sontak mundur meski rasanya ada kehangatan yang memikatnya ingin dekat-dekat.

"Jadi kamu serius bilang tadi? Ngambek beneran karena aku ambil kamar yang paling enak?" Serentetan pertanyaan diborong tepat di wajah Renjun. Khas dengan raut muka yang kaget tapi antusias seperti puppy minta ndusel.

Renjun memiringkan wajahnya, menelisik di setiap bagian wajah remaja di depannya yang benar-benar jatuh dalam jebakan ngambek manis milik Renjun. Sepertinya ada kesalahan terima ketika julukan pure boy disematkan. Jeno lebih cocok nih kayaknya.

"Menurutmu?" pancing Renjun.

Jeno kembali mengamit telapak tangan Renjun. Kedua tangan remaja yang lebih besar menenggelamkan telapak Renjun dalam genggaman. Dia mengelus-elus pelan punggung jempol Renjun seperti saatnya gugup ataupun sedih. Di wajahnya yang kali ini benar-benar mirip samoyed terpampang rasa bersalah serta kasih yang diam-diam dicurahkan. Renjun jadi tidak tega.

Untuk yang entah ke berapa kali malam ini, Renjun menghela napas lagi, "aku bercandaan tadi, biar pas suasananya."

"Tapi kamu tetep pengen bobo di kamar yang itu kan?" tanya Jeno sungguh-sungguh.

"Ya siapa yang gak mau? enak ada kamar mandi di dalem, jadi gak perlu kayak aku gini turun ke bawah buat ke kamar mandi," tutur Renjun. Akan tetapi dia juga menambahkan lagi, "cuma kan kamu yang menangnya, kamu milihnya kamar itu jadi gak masalah gitu loh."

Seusai penjelasan Renjun, remaja yang diceramahi menatapnya dalam. Lebaynya mungkin sampai tak berkedip. Sampai Renjun ingin menggubrakan diri sendiri, di atas Jeno lebih oke lagi sih.

"Kalau gitu tidur sama aku yuk?" tawar Jeno hampir seperti om-om hidung polkadot yang suka menggaet saripati anak muda. Renjun meringis tapi lebih ingin menggetok kepalanya yang sudah berkelana jauh.

Tidak jauh dari mereka, Jisung yang berada di kamar bawah sekitar sana berteriak, "JENO HYUNG KAYAK OM-OM!"

Ternyata bukan hanya dirinya yang berpikir kejauhan.

"GAK GITU YA SUNG!" balas Jeno sebelum dia kembali memfokuskan diri memandangi Renjun. Jari-jemarinya kini menyelip di sela-sela jari Renjun dan mereka saling berpegangan. Tangannya yang lain menepuk-nepuk pucuk kepala Renjun, kemudian turun menyisipkan helaian rambut Renjun ke belakang telinganya. "Aku nawarin bobo di kamar aku aja, kan kamu suka kamar yang itu."

"Kita tukeran kamar?" Renjun memastikan karena dia sendiri agak linglung maksud Jeno bagaimana.

Jeno dengan perlahan beranjak dari spot duduk kecil depan Jendela, membawa Renjun turut serta berdiri. Seakan menuntunnya pergi bersama. "Cobain dulu aja bobo di sana."

Renjun melirik curiga Jeno yang kini memberikan mata tersenyum maut andalan. Ia berceletuk, "tapi kamu beneran mirip om-om ngajak ONS kalau gini."

"Aa~ Renjun!" protes Jeno lebay.

〰️〰️〰️

Biasanya bunyi jangkrik terdengar sewaktu Renjun masih tinggal di Jilin. Hidupnya memang sudah berubah 180 derajat sejak menaiki panggung dunia hiburan, hal-hal sepele seperti jangkrik berkumandang di malam hari tidak pernah ia rasakan saat mulai tinggal di apartemen. Atau hari-harinya yang dulu tak pernah bersama 24 jam dengan teman sebaya, kini mungkin sudah ribuan jam tak terhitung berapa lama kebersamaan mereka. Serta sosok yang menambah kesehariannya semakin berbeda.

"Teduarnya gesuorwan dwong!" (Tidurnya geseran dong)

"Mm." Ia hanya berdeham tanpa melakukan yang diminta. Terlanjur nyaman dengan posisinya saat ini.

Renjun bergelung dalam posisi tidurnya yang meringkuk. Kupingnya masih samar-samar menikmati suara jangkrik hampir membuatnya terlelap. Padahal guyonan yang ia dan Jeno lakukan di bawah sempat membuat kantuk hilang.

"Itwo khamuo gwak pvindwah-pvindwah, nwanthi akghu bwobwo dimwana?" (Itu kamu gak pindah-pindah, nanti aku bobo dimana?)

Namun yang diprotesi malah menggeliat berbalik arah, meninggalkan punggungnya pada Jeno yang komat-kamit tidak jelas dengan sikat gigi yang masih bersarang di mulutnya. Renjun cuma berceletuk cepat sebelum kembali terlelap, katanya, "Sikat gigi dulu yang bener!"

Racauan tidak jelas terdengar lagi hampir lebih keras dari yang sebelumnya. Sengaja menganggu yang mulai nyaman mengarungi dunia mimpi. Walau suara-suara tak jelas artinya berubah menjadi guyuran air serta bunyi gesekan baju. Hingga selang beberapa menit, suara peer dari tempat tidur yang tertekan menjadi penutup bising-bising malam.

Meski begitu Renjun tetap bergeming menuju pulas. Ia mengindahkan entitas lain yang berusaha mencari celah dengan mendorongnya sedikit demi sedikit. Siapa suruh menawarkan, kan jadinya Renjun menetapkan hak paten pantatnya harus bersama kasur ini. Akan tetapi mereka memanglah sepasang kekasih yang keras kepala. Renjun yang benar-benar sudah tenteram di tempat tidur tag-annya sejak awal datang, ditimpa setengah badan Jeno.

Benar-benar dijatuhi setengah tangan, badan, pinggul dan kakinya yang panjang itu ke tubuh meringkuk Renjun. Dan nakalnya! tangan Jeno menggerayang ke depan dada Renjun!!!

"Jangan macem-macem om," tukas Renjun segera dengan mata tetap terpejam.

"Siapa yang mau, yey!" Usai berkata begitu, Jeno memegang ujung bahunya. Mungkin rasanya seperti naik kora-kora, dalam hitungan detik tubuhnya digulingkan ke ujung kasur. Lantaran tempat tidur yang berbentuk bundar, memberikan Renjun ruang sisa yang sempit sementara Jeno langsung memanjangkan kaki dan tangan memenuhi seluruh kasur.

Jeno terkikik puas dengan tingkahnya yang mengambil alih kasur. Tetapi ia tidak mau kalah, Renjun lantas bangun dengan posisi merangkak kemudian menerjunkan dirinya sendiri ke atas Jeno hingga remaja tersebut mengaduh keras.

"AGH!"

"Katanya suruh cobain tapi aku tetep diusir juga!" serang Renjun sembari menggelitik leher serta perut Jeno tanpa henti.

"AKH HAHA MAKSUDNYA COBAIN BARENG AKU HAHA UDAH TOLONG HAHA TOLONG AKU DISERANG KUCING!"

"Bareng-bareng gimana? Kasurnya mentok muat satu orang!" Serangan Renjun melebar tak hanya di dua titik terlemah Jeno, remaja yang lebih kecil semakin menggebu-gebu melancarkan kelitikan ketika Jeno tertawa makin keras. Dua tangan Jeno yang menghalang serbuan Renjun memeluk lehernya, sama seperti tadi, menggulingkannya ke sisi lain. Dia pun memberi jarak guna mengantisipasi serangan Renjun lagi meski hal itu tak terjadi. Jeno memandangi wajah Renjun yang tampak bersinar saat tertawa, kurva senyum lebar yang membentuk di mulutnya begitu indah dan kedua pipinya yang naik karena tawa, dia menangkupkan telapak tangan di sana.

"Kita bakal dimarahin tengah malam gini berisik," ujar Renjun kala tawanya reda.

Nilai yang sepadan untuk hadiah yang menakjubkan, batinnya. Jeno menoel ujung hidung Renjun, "Jangan nakal makanya."

"Siapa yang duluan!" pekik Renjun menutup hidungnya dengan kedua tangan. Tetapi ia memajukan tubuh, menyembunyikan wajah pada badan sosok remaja di hadapannya. Jeno tergelak puas atas shy shy cat-nya Renjun. Dia mengusap-usap pelan belakang rambut Renjun.

Renjun bergumam rendah tak jelas, merasa keenakan atas elusan yang Jeno lakukan pada kepalanya. Rasa kantuk mulai merambat lagi membuat kelopak matanya memberat. Ia pun semakin merapatkan diri dengan tubuh Jeno.

"Jen," ucapnya teredam pelukan Jeno.

Jeno balas dengan dehaman singkat. Tangannya masih senantiasa menina-bobokkan Renjun.

"Kasurnya sempit," celetuk Renjun terdengar seperti keluhan. Jeno membayangkan Renjun yang terpejam tetapi sambil manyun menghadap dadanya.

"Kakinya gak bisa dipanjangin...," tambah lagi keluhan Renjun.

Jeno merapatkan Renjun dalam pelukan dan membawanya agak dekat ke kepala tempat tidur. Walau agak percuma karena mereka dua remaja laki yang sedang tumbuh-tumbuhnya dan kasur yang ditempati berbentuk bundar tidak sepenuhnya bisa menampung kaki panjang keduanya.

Renjun melontarkan keluhan lain, dengan cemberut dan kantuk, "Tau gitu tidur di kasur yang snow white aja masih bisa manjangin kaki."

"Nanti aku gendong ke sana, sekarang di sini dulu."

"Uhum ...," gumam Renjun malas.

Remaja yang lebih kecil menggeliat, mencari posisi yang nyaman tanpa membuat kakinya menggantung. Lantas Renjun mengaitkan kakinya pada Jeno meski sebenernya lebih menimpa di atasnya saja. "Geser, Jen," cicitnya seraya merapatkan diri (alias mendorong Jeno).

Jeno ingin mengintip wajah Renjun yang tersembunyi bersama dadanya akan tetapi padamnya lampu dan eratnya dekapan tak membuahkan penglihatan apa pun. Dia menggoyangkan dahinya di atas poni Renjun. Gemas.

"Yaa Jeno bobo! Bobo!" erang Renjun sebal.

"Banyak maunya sih." Jeno terkekeh tanpa suara. Dia berusaha menahan tidak menyemburkan tawaan ketika Renjun menggiringnya untuk mengelus kembali kepalanya. Jeno mengalihkan tawa tertahan dengan berkata, "padahal kan aku yang ulang tahun."

"Terus kamu maunya apa?"

"Kamu."

Renjun sedikit berjengit tetapi segera kembali biasa. Ia melayangkan tangannya ke belakang pundak Jeno dan memeluknya. Mengindahkan detak yang tak pernah biasa jika Jeno menggoda. "Mm, aku di sini."

"Selamat ulang tahun, Jeno," ujarnya final sebelum tenggelam dalam tidur.

Kecupan singkat Jeno layangkan pada dahi berbalut helaian poni. Dia menarik selimut hingga batas dagu Renjun dan menyusulnya tidur. Hari ini mungkin hari yang panjang, mereka masih harus bekerja, pergi ke sana-kemari tetapi hari yang spesial semakin berarti dengan kehadiran sosok yang memiliki arti, untuk mengakhirinya dengan malam yang menyenangkan.

.

.

.

.

.

.

Haloooo ini fenfik repost habis diikuti fanfic festivalnya campdenoren
So kalo pernah baca berarti bacanya dari sana hehehe

Soon menyusul yg lain update

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top