Unfulfilled - 📖

Warning! Slight hint Major Character Death

Angst! 

Disclaimer: Karya fiksi ini murni milik saya. Beberapa nama di dalamnya digunakan untuk kepentingan entertainment, dan tokoh tokoh yang digunakan bukan hak cipta milik saya.

.

.

.

______________

Renjun berbagi kemelutnya di dalam benak sepanjang lorong sekolah tetapi begitu kakinya menyentuh lantai kelas, semua pikiran itu buyar. Seperti biasa yang selalu terjadi di kelasnya, Jaemin membuat keramaian lagi dengan masalah asmaranya. Hampir menjadi rahasia umum kelas ketika anak itu lagi-lagi mengeluh tentang anak kelas sebelah, pacarnya yang tidak peka, kak Minhyung. Renjun menunduk, menggeleng kecil kemudian pergi ke bangkunya.

Dia tidak punya waktu, tidak punya status, tidak punya ketertarikan untuk terlibat.

Pemuda yang memisahkan diri ini menghela napas saat menjatuhkan pantatnya di kursi. Memikirkan hari panjang kosong yang akan ia lalui seharian ini. Meski begitu, akan lebih baik baginya membuang waktu di sini daripada ikut terseret ke tempat penuh bau obat menyengat.

Samar-samar Renjun menangkap pembicaraan anak kelas perihal saran mereka terhadap Jaemin. Walau pada akhirnya Jaemin bersikukuh dengan caranya sendiri. Selalu begitu. Makanya Renjun selalu bilang percuma, dia keras kepala.

Perhatian Renjun teralih lagi, suara tepukan di depan kelas meminta atensi anak-anak dari masalah Jaemin. Tanpa diperintahkan, banyak yang berlarian ke meja mereka sendiri. Ketua kelas mereka yang sudah melepas jabatan Ketua MPK sekolah memang cukup disegani walau begitu anaknya juga lumayan menyenangkan.

"Berhubung seminggu lagi terakhir kita sekolah di sini, sebelum semua sibuk sama urusan buat kuliah, hari ini kita bikin daftar resolusi tiap anak kelas terus dibacain sama-sama, oke? Sekalian ngisi jam kosong," jelas Ketua kelas yang semangat. Beberapa anak sudah mulai bercuap bebek, mengutarakan pertanyaan-pertanyaan terkait kegiatan mereka ini. Beberapa lainnya ribut menyuarakan yang tidak perlu.

Ketua kelas yang sesekali melucu itu menambahkan, "oh iya, bawa juga foto 3×4 kalian yang aku bilang di grup kelas."

Oh, tidak.

Renjun melirik hati-hati reaksi setiap anak kelas tetapi tak ada dari wajah mereka yang merasa bingung. Ia mengepalkan tangan dan perlahan mengendurkannya. Buru-buru menghapus yang baru saja jatuh ke meja.

Ia bergegas bangun dari kursinya dan berlari keluar. Tanpa mengucapkan apa-apa pada anak dekat mejanya ataupun mengatakan alasan terhadap anak kelas yang sempat Renjun lewati.

Beberapa menit yang sudah ia gunakan ketika ke kamar mandi membuatnya terlewat dalam barisan menulis daftar resolusi. Renjun diberitahukan tepat saat kakinya baru mau masuk ke dalam kelas. Katanya, "Renjun tulis resolusi kamu di meja Airen sana soalnya tadi kamu kelewat." Ia hanya mengangguk diam, tetap berjalan ke mejanya sendiri. Bersusah payah mencabut fotonya dari buku tabungan lantaran tidak membawa apa yang ketua kelasnya perintahkan.

Semua murid tampak tengah berceloteh satu sama lain. Tidak ada yang memedulikan atau memperhatikan Renjun, lagi pula untuk apa peduli padanya. Murid yang biasa-biasa saja. Lantas Renjun berjalan ke meja Airen dengan acuh tak acuh. Di sana sudah terbuka buku memo kecil yang dijadikan daftar resolusi anak-anak kelasnya.

Renjun sempat melirik resolusi yang dibuat anak-anak lain, sangat panjang, ada yang sampai memenuhi satu halaman. Ia menggeleng kecil. Renjun tidak punya banyak hal untuk dituliskan terlebih berdiri begitu lama untuk menulis sepanjang itu, Renjun tidak sanggup.

Ia mengambil lem di sisi buku yang sudah disediakan, mencolek sebagian kecil perekat tersebut ke belakang fotonya tetapi noda yang turun darinya meluncur bebas. Tak ada cara untuk menutupi hal tersebut selain dengan menaruh fotonya di atas kembang merah yang merona.

Hanya satu kalimat yang ingin Renjun tuliskan.

I want to live and die happily

Namun dua tetes noda yang lebih kecil lain ikut meluncur. Renjun berjengit kaget. Ia segera meninggalkan meja Airen dengan was-was.

"Ku harap itu terlihat seperti corak dasar bunga yang di buku," ucapnya rendah saat kembali ke meja. Renjun mencengkeram kedua tangannya erat.

Ia tidak menyadari setelahnya duduk, orang di belakang bangkunya berlari ke tempat Airen. Renjun terlalu sibuk memakai jaketnya dan berlindung dalam tudung hoodie. Untung saja jaket yang ia pakai bewarna gelap sehingga apa pun yang jatuh mengenainya tak terlihat jelas.

Kemudian ketua kelas mereka mengambil buku itu dan meletakannya di ujung meja lain. Berlawanan arah dengan urutan menulis resolusi tadi, sosok murid lain membaca resolusi murid lainnya. Renjun masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan suaranya yang jarang dipakai mengobrol itu lantaran dia terlewat tadi.

Ia mengambil novel yang belum selesai dibacanya sejak kemarin beserta gawai. Sesekali memeriksa timeline dari aplikasi burung biru lalu menghabiskan beberapa lembar membaca. Hingga suara rusuh kertas bergesekan dan buku yang dioper dari belakang terdengar.

Seharusnya itu bagianku, batin Renjun dalam hati. Ia melirik kecil ke belakang kemudian kembali meletakkan fokusnya membaca novel.

"Toh tidak akan ada yang peduli." Renjun membalik halaman novelnya sembari berkomentar pelan. Telinganya sedikit mendengar suara bangku bergeser. Perlahan napas yang bersiap itu mengeluarkan suaranya. Diam-diam Renjun menangkap kata 'resolusi Renjun' lalu seisi kelas menjadi hening.

"I want you live happily."

Tuk

Novel Renjun terlepas dari genggaman dan jatuh begitu saja. Lantas Renjun membalikkan diri menatap seseorang yang telah mengubah kalimatnya. Ia menatap nyalang pemuda yang malah membalasnya senyum. Renjun bangkit dari bangkunya hendak meneriaki anak itu tetapi dia justru menyodorkan buku memo resolusi tanpa mengucapkan sepatah kata.

Anak-anak kelas mendesaknya untuk segera membaca. Membuat Renjun mau tak mau membacanya.

"Resolusi Jeno, i want you," jelas dari Renjun yang membaca tiap kata. Ia melirik lagi Jeno yang masih memasang senyum sampai matanya hilang seperti bulan sabit.

Pemuda itu berkata, "i want you." Renjun tidak mengerti bahkan menyadari ketika ia dan Jeno sudah ditarik ke depan kelas. Berdiri saling berhadapan berdua.

Jeno mengambil dua tangan Renjun dan mengenggamnya lembut. Mata mereka saling bertemu satu sama lain. Jeno melabuhkan tatapan penuh kasih sementara Renjun berkerut dahi menatap dengan bingung. Dia akan berbicara lagi.

"Renjun, i want you ... i want you happy and i want you live happily with me."

Renjun merasakan jari Jeno mengusap pelan punggung tangannya. Meski terasa sangat menenangkan ia tetap tidak menangkap apa yang terjadi. Matanya menatap nanar wajah Jeno, entah itu karena air matanya yang mulai keluar membanjiri mata atau rasa sengit di kepala yang menyerangnya. Wajah Jeno yang tampan rupawan semakin kabur di mata Renjun. Rasa mengalir di hidungnya tak dapat dihentikan lagi. Tetesan merah meluncur cepat, mengenai tangannya sendiri juga Jeno bahkan lantai.

Renjun masih bisa mendengar suara Jeno yang memanggilnya beberapa kali. Memanggil namanya dalam kepanikan. Memanggil namanya terus menerus hingga rasa lembut Jeno di tangannya hilang. Hingga wajah tampan Jeno tidak terlihat lagi.

Hingga rasa sakit itu menang mengambil alih Renjun yang tidak kuat bertahan.

"RENJUN!"

.

.

.

.

.

.

Pertama kalinya aku nulis kemungkinan mcd 😃

Ini aku dapet idenya dari mimpi
Beneran aku mimpiin ini jadi pas bangun takut sendiri
Terus aku terinspirasi sama lagunya Wang Yibo - Never Forget/Bu Wang ost untamed

Emang gak nyambung sih tapi berasa perfect banget sambil dengerin tu lagu

Critic and suggest diperbolehkan
Hehe
Jangan lupa komen yaaaw

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top