Tolong atau Tidak

"Hujannya deras sekali," keluh seorang gadis yang tengah berteduh.

"sabarlah, sebentar lagi juga reda." disampingnya seorang pemuda menjawab dengan tabah. Matanya menatap butiran butiran air yang jatuh dari langit. Sesekali terdengar gemuruh dari atas sana.

Keduanya terdiam di bawah atap dari sebuah gubuk kecil di tepi hutan. Saat itu keduanya baru saja selesai berjalan pagi sembari mengumpulkan beberapa buah yang akan mereka jual nantinya ketika mereka terhadang hujan deras ini. Akhirnya terpaksa mereka meneduh sebentar. Yah, tidak bisa dikatakan sebentar sebetulnya. Mereka berteduh nyaris selama seperempat hari.

Beberapa menit kemudian, seorang wanita tua yang memakai payung melintas dan terhenti ketika ia melihat kedua muda mudi tersebut.

"wahai anak muda, kulihat kalian terjebak hujan?" tanya wanita tua itu setelah mendekat ke arah mereka.

"ah, benar, nek! Kami hanya akan menunggu hujannya reda," jawab sang pemuda dengan sopan sedang sang gadis di sebelahnya tersenyum ramah dan mengangguk.

"oh, kalau begitu..." si nenek meraih tas nya dan mengeluarkan sebuah payung lipat dan satu set jas hujan. "pakailah ini, kalian bisa pulang sekarang."

Si pemuda dan si gadis saling bertatapan. "Bolehkah?"

Si nenek mengangguk dan tersenyum tipis. "ya, pakai saja. Lagipula aku punya payung untuk diriku sendiri."

Akhirnya kedua muda mudi itu setuju dan menentukan siapa yang memakai payung atau jas hujan. Setelah melewati perdebatan singkat, akhirnya di putuskan bahwa si gadis akan memakai jas hujan dan si pemuda memakai payung. Mereka cukup terkejut menyadari kalau sang nenek menunggui mereka.

"lebih baik kita berjalan bersama," ucap sang nenek sebelum keduanya sempat bertanya.

Setelah siap, ketiganya segera meninggalkan gubuk itu dan berjalan menyusuri jalan setapak yang becek. Semuanya berjalan lancar. Bahkan hujan sudah mulai reda hingga si pemuda memutuskan menurunkan payungnya.

"hati hati, jembatannya mungkin akan jadi sedikit licin," ucap si nenek ketika ketiganya sampai di salah satu jembatan yang memisahkan kawasan hutan dengan desa terdekat.

Dua anak muda di belakangnya mengangguk dan meniti jembatan itu perlahan lahan. Ketika melintasi jembatan itu, si pemuda mengedarkan pandangan dan menemukan sesuatu di bawahnya.

"serangga apa itu?" tanyanya.

Si nenek yang mendengar pertanyaan itu segera menatap apa yang di maksud sang pemuda.

"Yeith. Serangga besar dari hutan. Sepertinya dia terpleset dari jembatan ini," jawab si nenek. "sepertinya masih kecil. Yeith dewasa bisa mencapai sebesar kucing atau mungkin anak domba."

"apakah Yeith ini berbahaya?" tanya si gadis begitu melihat serangga berwarna hitam legam dengan capit seperti kalajengking dan memiliki ukuran yang nyaris sama dengan anak anjing itu terjebak di satu batu di tengah sungai.

"kalau kau tak mengusiknya? Tidak. Tapi kudengar, selain capitnya yang bisa memutuskan tanganmu—itupun hanya Yeith dewasa yang bisa— beberapa Yeith punya sengat." si nenek menjelaskan.

Sang gadis mengangguk paham sedangkan si pemuda menyandarkan tubuhnya di pembatas jembatan. "dia terjebak," ujarnya.

Si gadis mengerutkan keningnya. "ya, semua orang juga tau kalau ia terjebak."

Si pemuda terdiam. Si nenek sudah nyaris mencapai ujung jembatan. Si gadis sendiri memutuskan untuk menunggu temannya itu.

Tiba tiba, si pemuda menegakkan tubuh dan mencoba meraih Yeith muda itu menggunakan payungnya.

"apa yang kau lakukan?!" si gadis terang saja menjadi panik.

"aku hanya penasaran apa tubuh Yeith ini keras atau tidak." pemuda itu mengetuk ketukkan payungnya pada serangga besar itu.

Namun, ternyata tanpa sengaja ia malah menggeser mahluk itu dan membuatnya tercebur. Yeith muda itu terlihat bersusah payah menaiki batu itu namun berakhir hanya mencapit tanaman yang kebetulan tumbuh di bawah batu itu.

"Oops!"

"Oh! Kau membuatnya jatuh!" si gadis memukul bahu pemuda itu kesal.

"aku tidak sengaja!" Si pemuda terlihat menyesal dan mencoba untuk meraih Yeith itu lagi.

"sekarang apa yang kau lakukan?!"

"menolongnya, apa lagi?"

"untuk apa? Hanyutkan saja! Apa kau tak dengar kata nenek, mahluk itu mungkin punya sengat!"

"kau kejam sekali. Apa kau tak kasihan?"

"kenapa kalian bertengkar?" mendengar keributan, si nenek yang sudah mencapai ujung jembatan berbalik dan kembali mendekati si gadis dan si pemuda.

Si gadis memasang wajah masam. "Lihat, nek! Dia menjatuhkan Yeith itu!"

"dan kau menyuruhku untuk menghanyutkannya!" si pemuda tak mau kalah. Ia masih mencoba meraih Yeith itu.

Si nenek terdiam. Ia hanya menatap muda mudi itu bertengkar lagi.

"meski besar, Yeith tak pandai berenang," ujarnya. Si gadis menatapnya lalu menatap si pemuda garang.

"lalu bagaimana?" tanya si pemuda. Ia bisa saja menghanyutkan Yeith itu. Namun, ia juga merasa kasihan pada mahluk malang itu.

"jangan buat dia menderita," ucap nenek itu. "kau punya 2 pilihan, menolongnya dan membiarkannya hidup atau menghanyutkannya dan membuatnya terbunuh. Ingatlah, Yeith adalah mahluk yang liar."

Si gadis melempar tatapan menusuk pada pemuda itu. "lebih baik kau hanyutkan saja! Kita harus cepat cepat kembali dan menjual semua buah ini," bisik gadis itu sebelum melenggang menyusul sang nenek yang mulai berjalan lagi.

Si pemuda menghela napasnya. Ia menggerakkan payungnya untuk melepaskan capitan Yeith itu. Ia sendiri sebenarnya tak tega tapi mau bagaimana lagi.

Namun, yang terjadi kemudian sungguh diluar dugaan. Yeith itu malah mencapit payung si pemuda. Awalnya si pemuda berubah pikiran dan hendak menarik Yeith itu ke atas ketika tiba tiba Yeith itu menarik payungnya sampai si pemuda ikut tertarik. Si pemuda menjerit kesakitan ketika tubuhnya menghantam bebatuan sungai yang beberapa di antaranya cukup tajam dan berhasil membuatnya terluka.

Si gadis yang mendengar jeritan si pemuda, langsung berbalik dan mencoba menyelamatkan si pemuda. Namun, belum sempat kakinya melangkah lebih jauh, Yeith muda itu mengeluarkan ekornya yang terlihat tajam.

"Berhenti! Jangan dekati dia! Yeith itu punya sengat!" Si nenek segera menahan sang gadis yang hendak berlari mendekati pemuda itu.

"Dia dalam bahaya, Nek! Aku harus me..." keduanya langsung tertegun ketika melihat ekor Yeith itu menusuk kepala si pemuda.

Si pemuda sendiri tak sempat melakukan perlawanan karena tubuhnya memang sudah sangat lelah. Apalagi setelah terjatuh dan mendarat di bebatuan tajam di tengah arus air membuatnya tak bisa banyak bergerak. Ia hanya menjerit keras ketika sengat yang menyakitkan itu menusuk kepalanya. Tubuhnya langsung saja terkulai lemas setelah mengalami kejang kejang dan sakit yang luar biasa.

"HURA!!" Sang gadis mulai menangis melihat kawannya mulai di lahap oleh Yeith itu. Ia tak akan segan berlari kalau saja sang Nenek tidak menahannya.

"Wrant, ini pasti ulah Wrant! Kita harus pulang dan memberitahu warga tentang ini!" Si nenek segera menyeret sang gadis yang masih menangis keras sambil terus memanggil nama temannya menuju ke desa tempat mereka tinggal.

Mereka meninggalkan si pemuda yang sekarang di kerubungi oleh Yeith lainnya yang mulai keluar dari hutan. Yeith Yeith itu memiliki ukuran yang sama dengan Yeith yang menyengat si pemuda. Mereka terus mencabik dan memakan pemuda itu hingga akhirnya hanya tersisa tulang yang kemudian hanyut bersama beberapa Yeith yang sial mendapatkan jatah terakhir.

Setelah menghabiskan mangsanya, salah satu Yeith itu memanjat salah satu batu di tengah sungai dan menunggu mangsa selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top