:: Orange Lily ::


Tok, tok,
"Permisi!"
Pintu yang baru saja gadis itu ketuk terbuka setelah beberapa detik berlalu. Memunculkan seorang gadis kecil pemalu yang menatap oknum yang tengah berada di depan pintu dengan tatapan takut. Perlahan ia membukakan pintu, mempersilahkan sang gadis masuk dan meninggalkannya akibat malu.

Sang gadis terdiam, lantas terkekeh pelan. Memang sudah biasa ia melihat adik dari Tsukinaga Leo—Tsukinaga Ruka, berlari tatkala melihatnya.

Sekarang, gadis yang disebut sebagai (Full Name) tersebut pun mengambil langkahnya, berjalan kearah salah satu kamar yang berada di kamar itu, kamar teman sekelasnya.
"Leo-kun, sudah bangun? Kita mau berangkat, lho," ujar sang gadis. Sesaat, suara berisik terdengar dari dalam kamar Leo.

(Name) kebingungan, sangat. Namun beberapa saat setelahnya, orang yang (Name) tunggu sedari tadi—Tsukinaga Leo, menampakkan dirinya.
"(Name)! Sudah menunggu lama, ya~!"
"Tidak lama juga—tunggu. Tadi itu, suara apa?"

"Oh, itu!" Leo tersenyum, lantas menunjuk kearah dalam kamarnya yang sangat berantakan, bak kapal pecah yang dibiarkan begitu saja. (Name) menganga, lantas ia kembali bertanya, "Kenapa bisa jadi seperti itu?!"

Leo tampak berpikir, terdiam.
"Ng ..., kenapa, ya? Tadi, aku lagi menulis. Saat mendengar suara (Name), aku langsung bergegas keluar! Eh, eh, ternyata, kakiku tersangkut di selimut. Jadi, barang-barang yang aku letakkan di atas selimut, semuanya jadi jatuh, deh!" jawabnya, lugu.

(Name) menepuk jidatnya.
Ia heran, namun tak ingin heran. Sosok yang ada di depannya ini adalah Tsukinaga Leo, bukan Sena Izumi. Jadi, ia tak berhak heran.
Setelah menghela napas panjang, (Name) kembali berkata, "Baik. Pulang nanti, akan kubantu beberes. Ayo cepat, sebelum kita terlambat."

☆☆☆

Waktu telah menunjukkan pukul 16:00 sore. (Name) merenggangkan tubuhnya, menguap sejenak, lantas merebahkan kepalanya di atas lipatan tangan di meja. Ia memejamkan kelopak matanya sejenak, berniat untuk tidur. Namun, mendadak—,
BRAK!
—seseorang menghancurkan ketenangan itu.

(Name) tersentak, lantas menoleh kearah asal suara. Leo—yang berlari kearah (Name), lantas mengguncang-guncangkan tubuh (Name) kuat.
"(Name), (Name)! Pulang, mau pulang!"

Baik, (Name) sangat sabar.
(Name) kembali duduk tegak, mengucek matanya yang sedikit terasa berat.
"Pulang sekarang?" tanyanya. Lantas, Leo mengangguk senang. "Tapi aku malas gerak ...," sambungnya.

Wajah Leo pun berubah menjadi cemberut. Ia menarik-narik tangan (Name), memaksanya untuk pulang.
"Ayo pulang, (Name)~! Aku belikan bunga, deh!"

Sontak, (Name) bangkit.
"Ayo, Leo-kun! Katanya, mau pulang~?"
"Iya!"
"Tapi beneran lho, ya. Beli bunga!"

Leo membuat pose hormat, tersenyum.
Perlu diketahui, bahwa oknum bernama (Full Name) ini sangat menyukai hal-hal berbau bunga. Rumah tempat ia tinggal memiliki begitu banyak bunga indah, mulai dari bunga hidup sampai dengan bunga hias yang ia letakkan di dalam rumah.

Dan hal itu bisa menjadi bujukan untuk (Name) tatkala Leo menginginkan sesuatu darinya.

☆☆☆

Kring,
"Selamat datang—! Oh, (Name)! Hari ini datang lagi?"

(Name) tertekeh, lantas menjawab, "Iya."
"Eh, oh? Bawa pacar?"
'PACAR?!'

"Oh, bukan! Dia ini teman dekatku. Namanya—,"
"Iya, aku ini pacarnya (Name)! Namaku Tsukinaga Leo, salam kenal! ☆,"
Sontak, (Name) menyikut lengan Leo menggunakan sikunya, membuat Leo mencibir.

"Ahahahah, begitu. Semoga langgeng, ya!"

Mendengar itu, (Name) hanya bisa mengangguk dengan wajahnya yang mulai panas akibat rona yang muncul di pipinya. Tak ingin Leo melihat wajahnya yang sekarang ini, (Name) dengan sigap pergi ke bagian daerah bunga yang paling sering ia kunjungi dengan langkah yang cepat. "Tunggu, dong~!," ujar Leo.

(Name) bersama Leo (yang cuman ngikut) berada di barisan bunga Lily. Di sana, terdapat banyak bunga Lily yang maknanya juga beragam.

Seharusnya, (Name) merasa senang.
Namun, ia justru tampak kesal dan malu kali ini. Ia sontak berbisik, "Kenapa harus ngaku-ngaku seperti tadi, sih? Kita kan, tidak pacaran!"

"Ihh, kan, tidak apa! Kenapa (Name) mempermasalahkan hal itu?!" jawab Leo, tak terima.
"Tentu saja aku tak terima. Nanti, orang-orang mengira bahwa aku suka padamu, tahu! Bagaimana jika ada kabar palsu yang mengatakan bahwa kita ini pacaran? Gawat, kan?"

Leo mencibir, kesal.
Ia tak lagi menjawab perkataan (Name) dan justru fokus kearah bunga-bunga yang ia sendiri tak tahu apa maknanya. Setelah ia memperhatikan banyak-nya bunga Lily yang tertera di sana, Leo menyadari sesuatu. Lantas, ia bertanya kepada (Name), "(Name), kenapa tidak ada bunga oranye-oranye?"
"Hah? Bunga oren-oren? Apaan?"

"Hiih. Ini kan, bunga—bunga, bunga apa namanya? Bunga apaaa~?"
"Bunga Lily, tahu."
"Oh, oh ya, bunga Riri! Itu, kenapa tidak ada bunganya yang warna oren-oren?"

(Name) terdiam, lantas memegang dagunya. "Bunga itu tak seharusnya ada di sini," ujar (Name). "Aku tak bisa mengatakan alasannya—, kau akan tahu suatu saat nanti," sambungnya.

"(Name) tak boleh main rahasia-rahasiaan!" protes Leo.
"Boleh" kok," (Name) berkata, terkekeh. Mengacuhkan Leo yang berkali-kali bertanya akan makna bunga oranye-oranye—yang bisa disebut sebagai Orange Lily.

Namun, (Name) tak kelak menjawab pertanyaannya itu. Ia hanya diam, tersenyum melihat tingkah Leo.
"Tak ada yang perlu kau ketahui sekarang."

☆☆☆

Leo mengunjungi banyak toko bunga. Ia berpikir, "Sepertinya, (Name) sangat menginginkan bunga tersebut. Karenanya, (Name) jadi sedih karena tidak mendapatkannya, jadi tidak mau memberitahuku! Aku harus carikan untuknya!"

Namun, stock Bunga Lily Orange tidak pernah ia temukan, bahkan walau dia telah mengunjungi toko besar di kota sekalipun.

"Aku lelah, kenapa tidak ada di mana-mana, sih~? Menyebalkan!"

Leo menggusak surainya orange-nya, kesal.
"Apa orang-orang segitunya membenci warna orange? Aku tersinggung, nih!"
Di sela ia menggerutu, netra hijau Leo berhasil menangkap sebuah toko bunga tua yang sangat menarik perhatiannya. Toko kuno yang sangat unik, terlihat beberapa jenis bunga yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Leo pun berjalan menuju toko itu, lantas menanyakan mengenai Bunga Lily Orange tatkala melihat penjaga toko yang sudah berumur tua itu.
"Kau mencari Bunga Lily Orange, anak muda? Tentu saja toko nenek menjual bunga unik semacam itu ...," ujarnya.

Mendengar itu, netra hijau Leo sontak berbinar. "Sungguh?!" ucapnya, tak percaya. Sang nenek mengangguk, lantas berjalan pelan dan kembali seraya membawakan bunga Lily Orange yang dicari-cari oleh Leo.

Layaknya bunga Lily pada umumnya. Namun, warna orange yang terang benar-benar membuat bunga itu menjadi bunga yang mencolok. Leo menatap bunga indah itu dengan senang, lantas membayar dan berjalan cepat menuju tempat (Name) berada.

"Tunggu sebentar, nak."
Mendengar panggilan sang nenek, Leo terhenti dan menoleh kearah belakangnya. "Kenapa, nek?" tanyanya.

"Mau kau berikan ke siapa bunga itu?"
"Ke orang yang aku cintai!" jawab Leo, lugu. Mendengar hal itu, senyuman sang nenek luntur. Diganti dengan kalimat, "Berhati-hatilah, nak."

Leo tampak kebingungan, namun ia tak terlalu memperdulikan omongan sang nenek. Setelah keluar dari toko tersebut, Leo pun merogoh sakunya, mencari nomor yang akan ia hubungi dan lantas menelfonnya—(Name).

☆☆☆

(Name) terduduk diam pada sore itu. Netranya bergerak melirik bunga-bunga yang tengah bersamanya. Sesekali ia bersenandung, seraya tersenyum kecil.
"(Name)!"

Perlahan, (Name) menoleh, mendapati Leo yang berlari kearahnya seraya membawa bunga Lily yang ia sembunyikan di belakang punggungnya.
"Ada apa, Leo-kun?"

"Jeng, jeng~☆! Bunga Lily Orange untuk (Name)!" Leo berkata dengan lugunya. Melihat itu, netra (Name) sontak melebar. Tangannya bergetar, ia tak mampu membalas perkataan Leo. Melihat itu, Leo merasa kebingungan, lantas menatap wajah (Name) dari jarak yang lebih dekat.

"(Name)?"
Tak menjawab, (Name) sontak berlari meninggalkan Leo. Leo yang kaget pun sontak mengejar (Name), namun ia kehilangan jejak.
"(Name) kenapa ...?"

☆☆☆

Semenjak saat itu, (Name) tak lagi pernah menunjukkan dirinya.

Leo cemas—sangat.
Tak tahu lagi harus berbuat apa, Leo pun pergi ke toko bunga kuno punya sang nenek saat jam pulang sekolah telah berbunyi.

Kring,
"Oh? Anak muda? Kau datang lagi, ya."
"Nenek, apa maksud dari Bunga Lily Orange itu? Kenapa aku merasa bahwa bunga itu tidak memiliki makna yang baik?" tanya Leo, cemas. Sang nenek terdiam, senyumnya tak luntur.

Setelahnya ia bangkit dari kursi kayu yang selalu menjadi penopang dirinya, lantas berjalan kearah buku usang yang ia panjang di rak buku besar miliknya.
"Apa terjadi sesuatu kepada orang yang kau suka?" tanya sang nenek. Leo mengangguk, berdehem.

"Dia tak pernah terlihat lagi semenjak hari itu. Nek, apakah aku telah membuat kesalahan?"

Sang nenek membalik lembaran buku itu.
"Bukannya sudah nenek bilang, agar kamu berhati-hati?"

"Eh?"
"Bunga Lily Orange memang bermakna memberikan kepercayaan dan rasa semangat.

Tapi,

—Bunga Lily Orange juga bermakna sebagai lambang kebencian, kesombongan dan penghinaan,"

Sang nenek berbalik.
"Secara tak langsung, kau memberikan fakta, bahwa kau membenci dirinya.

Apakah itu benar, anak muda?"

Leo terdiam, mematung.

— Fin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top