Part 20
Di kursi itu para pengunjung duduk menikmati makanan yang telah mereka pesan. Sama halnya seperti Seruni, tetapi bedanya tidak ada apapun di depannya selain buku menu yang sedari tadi diabaikan olehnya.
Berkali-kali Seruni menatap jam yang ada di layar ponselnya. Sudah satu jam lamanya dia menunggu seseorang penuh dengan kesabaran. Duduk seorang diri di tengah-tengah ramainya orang membuat Seruni seperti orang asing meskipun di negeri sendiri.
Berkali-kali matanya menatap ke seluruh sudut restoran yang ada, tetapi Seruni tidak kunjung menemukan seseorang yang ditunggunya.
"Sembari menunggu, Kakak mau pesan apa?"
Seruni terkejut, gadis itu menoleh dan tersenyum ke arah pelayan restoran. Dia tersenyum lalu menggeleng.
"Tidak. Saya sedang menunggu orang di sini. Jika saya mau pesan, nanti pasti akan memanggil," jawab Seruni dengan ramah.
Pelayan tersebut mengangguk masih dengan senyum yang sama, "Baiklah." Lalu ia melenggang pergi melayani pengunjung yang lain.
"Maaf, sudah membuatmu menunggu lama."
Seruni hampir saja loncat dari tempat duduknya. Suara berat itu sangat mengejutkannya.
"Tidak apa," jawab Seruni dengan senyum yang dipaksakan.
Lelaki berpakaian ala kantor lengkap itu duduk di depan Seruni, dengan begitu Seruni bisa melihat jelas wajah lelaki yang sedari tadi dia tunggu.
"Mau pesan apa?" tanya si lelaki itu.
"Tidak," tolak Seruni cepat. "Saya hanya ingin bertanya dan tidak mau berbasa basi terlalu lama."
Lelaki itu mengangguk sembari membenarkan jam mahalnya.
"Apa yang mau ditanyakan?"
"Apa betul ini anda?" Seruni memperlihatkan ponselnya yang terdapat foto seorang laki-laki berjas di samping mobil mewah sedang mencium bibir seorang gadis siapa lagi kalau bukan Dalila orangnya.
Wajah laki-laki itu terlihat menegang, namun tertutupi oleh wajahnya yang datar.
"Betul itu saya. Kamu siapa? Kenapa lancang sekali mengambil foto tanpa izin."
Terlihat jelas wajah lelaki itu menampilkan mimik tidak suka. Namun, Seruni tetap tenang seperti air di lautan lepas.
"Jika anda tahu saya ini adalah Adik dari perempuan tersebut, apakah anda masih mengatai saya lancang?" tanya Seruni, semakin menatap lelaki itu dengan berani.
"Lingga Juan Prananta, seorang pengusaha sukses tetapi beberapa bulan belakangan ini dikabarkan bangkrut. Anda juga sudah mempunyai istri dan satu orang anak perempuan berusia 2 tahun. Betul?"
Lelaki bernama Lingga itu terkejut.
"Sebenarnya apa maksud kamu meminta saya untuk datang ke sini? Saya tidak punya banyak waktu untuk membicarakan hal yang tidak penting."
"Tidak penting menurut anda!" potong Seruni cepat. Kesabaran gadis itu semakin diuji.
"Anda sudah mempunyai istri dan mempunyai anak perempuan berusia 2 tahun. Jika, suatu saat nanti ada lelaki bejat yang menghamili putri anda, bagaimana perasaan anda saat mengetahuinya?"
"Maksud kamu apa? Saya semakin tidak paham!" Lingga terlihat mulai tersulut emosi. Namun, sedikit pun tidak membuat Seruni takut.
"Anda telah menghamili Kakak saya yang bernama Dalila. Saya meminta anda datang ke sini untuk meminta pertanggung jawaban anda sebagai laki-laki."
"Kamu gila! Saya sudah mempunyai istri dan anak."
"Jika anda sadar sudah memiliki seorang istri dan anak, lalu mengapa masih berselingkuh dengan Kakak saya?"
"Dia yang merayu saya terlebih dahulu. Jadi, bukan sepenuhnya salah saya!"
"Di mana ada asap, di situ juga pasti terdapat api, Tuan Lingga yang terhormat. Jika Kakak saya yang memulai, andai saja anda tidak menanggapi pasti ini semua tidak akan pernah terjadi dan jika saja iman anda kuat, pasti anda tidak akan terbawa dengan rayuan Kakak saya."
Tatapan Seruni membidik tajam ke arah Lingga. Sosok laki-laki yang dikenal berwibawa di kalangan pengusaha lainnya, tetapi pada kenyataanya dia adalah seorang pengecut tidak berguna.
Sebelum Seruni datang menemui Lingga, gadis itu mencari tahu terlebih dahulu siapa sosok ini. Ternyata dia sudah memiliki istri dan anak perempuan yang sangat lucu.
Di awal Seruni mencari tahu tentang Lingga, Seruni terkejut, ternyata lelaki itu sudah memiliki keluarga dan terlihat sangat harmonis. Istri yang cantik dan bisa melahirkan keturunan. Kurang apa lagi hidup lelaki itu sampai mencari perempuan lain? Begitulah pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepala Seruni.
"Sekarang bagaimana keadaan Lila?" Lingga kembali membuka suara setelah lama terdiam.
"Dia ada di rumah. Hanya bisa menangis karena tidak tahu langkah apa yang harus diambil," jelas Seruni.
"Bagaimana dengan janinnya?"
"Jadi benar anda adalah Ayah biologis dari janin tersebut?"
Lingga diam beberapa saat, lalu dia mengangguk lirih satu kali. Terlihat jelas dari raut wajahnya menyimpan beribu penyesalan.
Seruni menghela napasnya kasar setelah mengetahui kebenarannya. Hatinya tersayat memikirkan perasaan sang kakak. Tidak akan pernah mungkin terjadi Lingga akan bertanggung jawab. Karena di rumahnya sudah ada anak dan istri yang tidak akan pernah dia tinggalkan untuk perempuan lain.
"Apakah anda ingin bertanggung jawab?" tanya Seruni, berat sekali bibirnya bertanya.
Lingga menggeleng, lagi-lagi terlihat sangat lemah tidak berdaya.
"Seperti yang kamu tahu, saya sudah mempunyai istri dan anak," jawab Lingga masih menunduk penuh dengan penyesalan.
"Setidaknya datanglah ke rumahku, beri penjelasan untuk kedua orang tuaku."
Lantas Lingga mendongak, "Itu tidak mungkin!"
"Jika anda berani berbuat, maka harus berani bertanggung jawab. Setidaknya berani menampilkan wajah di depan mereka. Jangan bersembunyi dibalik jas mahalmu itu."
Lingga tidak bisa lagi berkata-kata lebih. Bibirnya benar-benar bungkam seketika.
***
Eliza dan Hadrian terdiam setelah melihat Seruni membawa seorang laki-laki yang jauh lebih tua darinya.
"Kamu membawa siapa Seruni? Jangan berbuat ulah di saat masalah keluarga ini sedang kalut," ujar Eliza menatap Seruni dengan tajam.
"Seruni hanya ingin membantu keluarga ini untuk keluar dari masalah, Mah."
"Pah, melalui orang ini Papa bisa tahu semuanya," ujar Seruni kepada Hadrian.
"Seruni, bisakah saya melihat keadaan Lila sebentar saja?" pinta Lingga berucap lirih.
"Mah, Pah, apakah kalian berdua mengizinkan dia untuk bertemu dengan Kak Lila?" tanya Seruni kepada kedua orang tuanya.
"Setelah ini saya berjanji akan menjelaskan semuanya," sambung Lingga cepat.
Hadrian dan Eliza saling menatap lalu tidak berselang lama keduanya mengangguk mengizinkan Lingga untuk melihat kondisi Dalila.
***
Terlihat Dalila sedang memeluk guling dengan pandangan mata kosong. Pikirannya melayang jauh entah ke mana sampai dia tidak tahu kehadiran seseorang di sana.
"Lila."
Suara itu juga belum membuat kesadaran Dalila kembali.
"Lila, ini saya."
Saat Lingga mengguncang tubuh Dalila, di situlah kesadarannya mulai kembali.
"Mas Lingga!" wajah Dalila berseri bahagia.
"Mas, aku hamil." Air matanya kembali berlinang sembari tangannya mengusap perutnya yang masih terlihat datar.
Lingga tidak bisa berkata-kata lebih. Tatapannya iba. Dia juga sempat menatap perut Dalila yang terdapat anaknya di sana. Akan tetapi, Lingga tidak bisa berbuat lebih.
"Jadi benar kamu adalah Ayah biologis dari janin itu?" tanya Hadrian.
Lingga mengangguk lirih, "Maafkan saya Om."
"Maaf tidak bisa mengembalikan semuanya." Hadrian berucap datar.
"Sekarang, kapan kamu akan menikahi anak saya untuk mempertanggung jawabkan semuanya?" Hadrian kembali bersuara dengan wajah yang datar.
Lingga menggeleng, "Maaf Om, Tante, saya tidak bisa karena saya sudah mempunyai istri dan anak di rumah."
Tangan Hadrian terkepal erat. Cepat-cepat Seruni menenangkan sang papa agar tidak terjadi pertengkaran di sana.
"Lalu, bagaimana dengan nasip putri saya dan anak yang ada di dalam kandungannya?" kali ini Eliza yang bersuara.
"Berapapun uang yang kalian minta, akan saya beri. Asalkan bayi itu digugurkan."
"TEGA KAMU MAS!" jerit Dalila.
"SADAR MAS! INI ANAK KAMU, KENAPA KAMU TEGA INGIN MELENYAPKANNYA!" emosi Dalila semakin menjadi.
"Maaf Lila. Tapi, aku tidak bisa, aku sudah mempunyai istri dan anak di rumah." Rasa penyesalan terlihat jelas di wajah Lingga.
Di Awal pertemuan mereka, Lingga memberikan janji seolah lelaki itu ingin menikahi Dalila, tetapi pada kenyataanya semua itu hanya janji manis belaka.
Dalila tertawa keras dengan air mata yang masih mengalir deras di kedua pipinya.
"Kamu belum punya istri dan anak Mas. Itu yang kamu bilang sama aku." Tawa Dalila semakin terdengar keras membuat Hadrian dan Eliza semakin tersayat hatinya.
Seruni juga masih terdiam di sana, menyaksikan penderitaan sang kakak yang membuatnya tersiksa. Pada dasarnya, lelaki akan diuji dengan harta, tahta, lalu wanita. Membuatnya lupa ada seseorang yang selalu menemaninya di kala susah, yaitu anak dan istrinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top