Part 18
Seruni duduk melamun di kursi belajarnya. Pikirannya melayang jauh entah kemana. Dia ingin merasakan ketenangan hati. Jiwa dan raganya ingin merasakan kenyamanan. Namun, sampai detik ini tidak bisa dia dapatkan.
Lagi-lagi helaan napas Seruni memecahkan keheningan yang terjadi di dalam kamar berukuran sedang tersebut. Sesekali angin sore bertiup masuk melalui jendela yang dia buka lebar membuat Seruni merasa sejuk.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuat lamunan Seruni buyar. Buru-buru gadis itu beranjak dari duduknya untuk melihat siapa yang sudah berada di depan kamarnya.
"Kak Lila." Seruni membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Gadis itu menatap sang kakak yang sedang berdiri berkacak pinggang di hadapannya.
"Masuk Kak?" Seruni menggeser tubuhnya agar Lila masuk ke kamarnya, namun sang kakak tetap bergeming di tempatnya.
"Maksud lo tadi siang apa?" tanya Dalila, langsung pada intinya.
"Yang Kakak maksud itu yang mana?" Seruni pura-pura tidak tahu. Ya, Seruni sudah lelah dengan tingkah kakaknya sendiri. Sedari dulu Seruni diam, karena dia memilih ketenangan. Akan tetapi, kali ini tidak bisa dibiarkan. Karena akibatnya akan berdampak buruk untuk keluarga dan kedua orang tuanya.
"Lo ambil foto gue, terus ditunjukin ke Mama sama Papa. Maksud lo apa?"
"Loh, memangnya Seruni salah ya memberikan kebenaran?" Seruni bertanya, seolah mengejek Dalila.
"Lo nggak usah ikut campur urusan gue! Lo itu cuma anak penyakitan, yang nggak bisa berbuat apa-apa nantinya. Masa depan lo itu suram tau nggak!"
"Kakak tau dari mana kalau masa depan Seruni suram?" tanyanya. Seruni tidak terima karena Dalila mengatainya seperti itu.
"Kakak bukan Tuhan yang bisa tahu segalanya," sambungnya.
"Lahir dengan kelainan Koarktasio aorta. Jantung lo lemah Seruni, lo nggak bisa berbuat apa-apa selain diam di rumah. Sekalinya jantung lo kambuh, terus masuk rumah sakit dan terlambat sedikit aja dokter menangani, lo bakalan mati saat itu juga!"
"Tapi sampai detik ini Seruni masih bernapas. Itu pertanda jika kuasa Allah memang benar-benar ada untuk hambanya. Kak, daripada Kakak sibuk mengurusi kelainan Seruni, lebih baik Kakak perbaiki pergaulan Kak Lila sendiri deh. Kasihan Papa yang sudah banting tulang cari uang mati-matian buat biaya kuliah Kakak. Dan lebih kasihan lagi Mama yang sangat menyayangi Kakak daripada Seruni."
Dalila mengepalkan tangannya kuat-kuat. Gadis itu tidak terima karena semakin hari Seruni semakin berani menentangnya. Dalila merasa demikian setelah Hadrian memberikan Seruni izin untuk mengikuti kompetisi itu.
"Lama-lama lo makin ngelunjak ya!"
"Tidak selamanya manusia diam untuk mengalah!" sahut Seruni cepat.
Dalila bersiap mengangkat tangan kanannya untuk menampar Seruni, tetapi tiba-tiba saja dia merasakan mual yang luar biasa. Cepat-cepat Dalila berlari kembali masuk ke kamarnya untuk memuntahkan isi perutnya di dalam kamar mandi miliknya. Di saat itu juga Eliza dan Hadrian datang.
"Kakak kamu kenapa?" tanya Eliza, dengan wajah yang khawatir.
Seruni menggeleng, "Tidak tahu, tiba-tiba saja mual," jelasnya.
Eliza bergegas masuk ke dalam kamar putrinya, mencari keberadaan Dalila di sana. Saat Eliza tahu putrinya ada di dalam kamar mandi, lantas wanita itu menghampiri sang putri.
"Ya Allah, kamu kenapa sayang?" tanyanya, sambil membantu Dalila untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan yang ada di dalam perutnya.
Dalila tidak menjawab, dia masih berusaha untuk menghilangkan rasa mual yang sedari tadi menyiksanya.
Hadrian dan Seruni datang menghampiri. Keduanya tidak tega melihat Dalila tidak berdaya di dalam sana.
"Pah, tolong panggilkan dokter," ucap Eliza, dengan suara yang serak.
"Tidak perlu, Mah," tolak Dalila, suaranya bergetar.
"Mungkin Kak Lila butuh istirahat lebih, Mah," ucap Seruni, membuat Eliza mengangguk.
"Kamu benar Seruni. Sayang, sebaiknya kamu istirahat yah. Mama akan buatkan minuman hangat untuk kamu." Lalu Eliza membantu Dalila untuk bangun membawa sang putri ke kasur dan merebahkan tubuh lemah Dalila di sana.
Setelah memastikan kondisi sang kakak baik-baik saja, Seruni memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Karena menurut Seruni ada atau tidak ada dirinya pun sama sekali tidak merubah apapun. Dia lebih baik membersihkan dirinya, beristirahat cukup untuk mempersiapkan hari esok.
***
Dibawah pohon maple yang daunnya sedang berguguran, tepat di bawahnya terdapat bangku panjang yang kosong. Seruni duduk di sana bersama dengan biola yang siap untuk dimainkan. Wajahnya berseri bahagia tidak seperti biasanya.
Dia mulai meletakkan biola tersebut di pundak kirinya dan tangan kanannya memegang busur yang siap digesekkan dengan senar. Gadis itu asyik dengan dunianya sendiri sampai dia tidak menyadari ada beberapa daun maple di atasnya jatuh berguguran satu persatu menyerempet kepalanya lalu kemudian jatuh ke tanah. Namun, alunan nada itu terhenti membuat kelopak mata Seruni yang awalnya terpejam menjadi terbuka. Dia melihat senar biolanya ternyata putus. Itulah sebabnya mengapa permainannya menjadi terhenti di tengah jalan.
Setelah mengetahui senar biolanya putus, Seruni mendongak melihat beberapa helai daun maple kembali berjatuhan menyentuh permukaan wajahnya.
***
Seruni terbangun dari tidurnya dengan napas terengah. Ia duduk untuk mengumpulkan separuh nyawanya yang belum sepenuhnya kembali. Mimpi semalam membuatnya berpikir keras tentang apa yang akan terjadi kedepannya. Namun, Seruni tidak mau mengambil pusing hal tersebut dia memilih untuk beranjak dari kasurnya untuk menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya lalu bersiap ke sekolah.
Hoeeeek! Hoeeek!
Seruni yang sudah rapi dengan baju seragamnya terdiam di depan pintu kamarnya saat mendengar suara aneh dari dalam kamar sang kakak. Perlahan kakinya melangkah mendekati kamar Dalila yang bersebelahan dengan kamarnya.
Tok, tok, tok.
Seruni mengetuk pintu kamar Dalila sebanyak tiga kali, tetapi tidak ada respon dari sang pemilik. Seruni masih mendengar sang kakak muntah di dalam sana.
"Kak, tolong buka pintunya!" Seruni terus mengetuk pintu tersebut, ia khawatir dengan kondisi sang kakak. Seruni mencoba untuk membukanya sendiri, tetapi ternyata dikunci dari dalam.
"Kak, Seruni mohon buka pintunya!" gadis itu semakin gencar mengetuk pintu itu dengan suara yang keras sampai membuat Hadrian dan Eliza yang sudah berada di lantai bawah menghampiri Seruni.
"Seruni, ada apa?" tanya Hadrian.
"Kak Lila muntah-muntah di dalam Pah. Seruni takut Kakak terjadi apa-apa di dalam sana," jelas Seruni.
Eliza langsung menggeser tubuh Seruni. Wanita itu mencoba untuk membujuk sang putri untuk membuka pintunya. Namun, hasilnya tetap sama tidak ada respon dari Dalila yang sedang berada di dalam sana.
Hadrian meminta Seruni dan Eliza untuk menjauhi pintu tersebut. Lelaki itu berniat untuk mendobraknya karena tidak ada cara lain. Beberapa kali Hadrian mencobanya sampai membuat tubuhnya terasa nyeri di beberapa titik akhirnya pintu tersebut bisa terbuka.
"LILA!" jerit Eliza, saat melihat putrinya sudah tergeletak tidak sadarkan di depan kamar mandi. Lantas, Hadiran membawa tubuh sang putri ke atas kasur.
"Ambilkan minyak kayu putih!" perintah Eliza kepada Seruni.
"Iya Mah." Seruni membuka semua laci yang ada di dalam kamar sang kakak, tetapi bukan benda itu yang dia temukan melainkan secarik kertas yang sangat familiar baginya.
"Mah, Pah, Seruni menemukan ini." Seruni menunjukkan kertas tersebut.
"Apa ini Pah?" Eliza menatap sang suami bingung.
Hadrian menggeleng, "Papa juga tidak tahu, Mah. Coba buka saja, semoga dugaan kita semua tidak benar."
Eliza membekap mulutnya sendiri, linangan air mata itu sudah tumpah membasahi kedua pipinya sesaat setelah membuka isi dari secarik kertas tersebut, sampai Eliza tidak bisa menopang tubuhnya dengan benar. Ia terdiam tidak berdaya di atas kasur Dalila.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top