00 : elegi
(Cerita ini mengandung konten sensitif seperti bunuh diri, kekerasan, dll. Diharapkan kebijakan para pembaca untuk menyikapi hal tersebut.)
.
.
.
Setan bunuh diri itu terus mengikutiku.
Ia bersembunyi di bawah ranjang, di atas lemari, di tempat-tempat gelap, dan di dalam pikiranku. Ia terus berteriak, bersorak meremehkan. Dia bilang aku harus membayar semuanya. Katanya aku wajib menebus semua kesalahanku padanya, pada semua orang, dan pada dunia hanya karena aku kebetulan hidup di sini.
Di belakang, iblis bernama penyesalan terkikik geli. Begitu menikmati setiap goresan yang kutoreh di atas kulit. Satu goresan dia tersenyum, dua goresan dia menyeringai, tiga, empat, lima, dan seterusnya ia makin terbahak. Membuat paru-paruku tambah sesak. Rasanya pasokan oksigen di sekitarku sengaja dirampas demi penebusan dosa-dosaku.
Mereka pernah bertanya, "Apakah kau menyesal telah lahir di dunia?" Dan dengan suara mencicit aku menjawab, "Iya."
Bibir mereka sontak merekah senang. Kegelapan memberiku pisau, lantas kesedihan menyarankanku lompat dari atap sekolah. Mereka bilang, inilah saran terbaik yang bisa mereka berikan untuk membantuku, "Lakukan saja, bukankah kau harus membayar kesalahanmu?"
Aku takut. Sangat takut sampai-sampai gaun Mama dan lengan baju Papa tak mampu lagi kuraih untuk sekadar meminta pertolongan.
Aku sendiri. Gelap dan pengap. Tubuhku seperti terhimpit. Pemikiranku mencekik leherku. Detak jantung sebagai penanda hidupku mulai menjadi bunyi yang paling berisik di telingaku.
Setan-setan itu terus saja mengejar. Namun, alih-alih kabur aku justru bergeming. Memilih menetap sembari menatap langit malam yang hambar dari atas atap rumah sakit.
Mendadak telapak kakiku mati rasa. Dadaku sakit seperti ada sesuatu yang bergerak, menunggu saat yang tepat untuk meledak.
Saat itulah aku baru sadar kalau tubuhku sudah berada tepat di depan pembatas atap sembari menapaki sisa-sisa daratan yang masih bisa kupijak. Bersiap untuk terjun ke bawah dan melunasi rasa bersalah dan mungkin dosa-dosaku padamu.
Sebelum aku sempat melunasi hutang yang kuperbuat, aku ditarik oleh tangan putih pucat milik orang asing. Jemarinya dingin dan mata cokelat kopinya bergetar.
Pertemuan pertama kami tidak meninggalkan kesan baik sama sekali. Namun, sampai saat ini pun aku masih mengingat segala hal yang terjadi hari itu.
"Tolong ... jangan," ucapnya menatapku lurus. Aku berkedip sekali. Menahan napas berat.
Ia lalu membisu-tidak mengucapkan sepatah kata lagi. Karena matanya, mata cokelat kopi yang basah itu, sudah mengucapkan seribu satu bahasa yang tak sempat kupahami semua. Aku tertegun. Para setan di dalam pikiranku ikut mengernyit menyaksikan raut sedih itu.
Waktu itu ... kamu yang menarikku dari dasar laut yang menyesakkan ini kan? Hidupku seperti neraka dan aku tidak tahu hal apa lagi yang akan menunggu di ujung sana jika aku berniat untuk terus hidup di atas dunia.
Ara ... apa kamu menyesal telah menolongku malam itu? Karena aku sangat menyesal tidak mengakhiri hidupku di malam ketika kita pertama kali bertemu.
.
.
.
.
.
.
Hai! Selamat datang buat kalian yang baru baca cerita ini dan Selamat datang kembali utk kalian yg udah pernah baca OYE sebelum gue revisi.
Semoga setelah gue revisi cerita ini bisa lebih 'ngena' ya buat kalian.
Jangan lupa vote dan komen kalau kalian suka! Sampai jumpa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top