Chapter 23
Suhu telah menghangat akibat dari sang mentari yang terlalu antusias untuk menyambut hari ini. Namun, angin pun tidak kalah antusiasnya dengan mentari. Ia berhembus cukup lembut dengan membawa kelopak bunga yang mereka berikan untuk salah satu sekolah ternama di Jepang, Kimisaki gakuen.
Saat ini, Kimisaki gakuen tengah mengalami hal yang sangat membahagiakan. Mereka tengah mengadakan upacara kelulusan.
Banyak orang tua siswa yang berpakaian sebaik mungkin untuk hadir di acara istimewa tersebut. Tidak lupa, anak-anak yang mereka banggakan pun telah duduk dengan penuh senyuman dalam menyambut lembaran baru dalam hidup mereka.
"Aku tidak menyangka, kita bisa lulus bersama-sama," ucap Miwa dengan mimik yang bersusah payah menahan tangis hingga pengumuman kelulusan tiba.
"Tentu. Aku juga tidak menyangka jika persaingan kita selama ini berbuah manis," timpal Mai yang berlagak keren seperti ayahnya.
Mendengar ucapan kedua rekannya, Nami hanya bisa mengulas senyuman bahagia. Ia pun berpikir jika apa yang dikatakan oleh rekannya memanglah benar.
"Tapi, ada apa dengan wajah sedih itu, Yuna?" tanya Shizuka yang duduk tepat disebelah Yuna.
Yuna pun segera bergeleng, mengulas senyuman tulus nan sedih, "Aku hanya terharu!"
Tidak lama kemudian, kepala sekolah pun muncul ke podium. Dengan penuh wibawa, ia membawakan pidato untuk membuka acara kelulusan.
Pidato itupun disaksikan dengan penuh antusias oleh seluruh orang tua, siswa yang lulus, dan beberapa adik kelas yang memang turut andil dalam berjalannya upacara kelulusan ini. Hingga mereka dinyatakan resmi lulus.
Sorakan demi sorakan pun saling bersautan dalam gedung ini. Tangis bahagia sempat pecah pada para peserta upacara.
Pasalnya, mereka tidak menyangka jika mereka semua lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Walaupun, jarak diantara mereka hanya berjarak nol koma satu.
'(Name), kau lihat mereka kan? Anak-anak kita berhasil lulus dengan nilai terbaik. Apa kau bangga dengannya?' batin Sora yang dengan segera menghapus air matanya.
'(Name), apakah aku berhasil mendidiknya? (Name), katakan padaku! Katakan!' batin Subaru yang masih mematung setelah pengumuman itu.
'Permataku telah meraih kebahagiaannya, apa kau juga merasa bahagia, (Name)?' batin Nagisa dengan senyuman tipisnya.
'Koneko-chan, kau telah memberikan mereka sihir terbaik. Ya, kau tidak pernah menduga jika anak kita bisa menempuh semua rintangan bukan?' batin Natsume yang masih bertepuk tangan dengan penuh semangat.
'(Name), terima kasih telah menitipkan malaikat yang membuat diriku lebih hidup dari sebelumnya,' batin Ritsu yang masih setia tersenyum bahagia.
*****
"Papa! Lihat, aku berhasilkan!" ucap Asuga dengan riangnya.
Mendengar suara ruang dari anaknya, Mashiro pun tersenyum lalu mengelus surai anaknya dengan penuh kasih sayang, "Anak papa memang pintar."
"Um! Asuga-chin memang pintar," puji Nito yang masih merangkul putri kesayangannya.
"Terima kasih, Paman Nito!" balas Asuga dengan lebih semangat, "Tapi, Papa harus memberikanku hadiah. Karena, sebelumnya Papa sudah janji, bukan?"
Mashiro pun hanya bisa tersenyum dengan perasaan ragu, "Iya, papa masih ingat. Harap menunggu ya."
"Ekh!? Papaku pun akan memberikanku hadiah jika aku dapat nilai bagus," ucap Hisa dengan tampang polos.
"Ya ... aku rasa itu wajar. Karena, bagaimanapun orang tua selalu memberikan motivasi kepada anaknya dengan cara mereka masing-masing," jelas Ai.
"Ah! Tante Suzu!"
Kelompok Ra*bits itupun langsung menghampiri Ai yang bersama dengan tantenya, Suzu Kuromori dan ayahnya, Kagehira Mika.
"Selamat atas kelulusan kalian," ucap Suzu yang mengukir senyuman tulus nan bahagia.
"Wah, Tante sudah pulang dari Amerika?" tanya Asuga.
"Pasti sudah, kan Tanteku ada disini. Kalau tidak ada disini ya ... berarti Tanteku belum pulang ke Jepang," balas Ai yang membuat Asuga mengukir senyuman canggung.
"Tante, kapan aku bisa ikut berkarir di Amerika?" tanya Aya.
"Tante, kapan aku bisa bekerja seperti Tante?" timpal Hisa.
"Ano ... apa Tante tahu jika Amagi (Name) menghilang?" tanya Chika yang membuat mereka terdiam.
"Apa maksudmu?" tanya Suzu dengan raut terkejut.
"A ... Bukan apa-apa, Tante," ucap Ai dengan cepat.
"Syukurlah jika gadis penggoda itu sudah hilang. Setidaknya, ayah kita bisa kembali seperti semula."
"Mou! Jangan bicara seperti itu, Katagiri!" tegur Fuyu yang muncul bersama dengan saudaranya.
"Tapi, bukankah itu benar. Bayangkan, gadis seumuran kita, sudah bisa menggoda om-om setingkat Akashi Seijuuro," timpal Asamiya, putri dari Ibara Saegusa.
"Tapi, mau bagaimanapun, dia tetap teman kita. Dan kita tidak boleh seperti itu padanya. Kita juga tidak tahu jika (Name) memiliki hubungan kekerabatan dengan Akashi-san misalnya," balas Fuka yang tidak ingin kalah dengan dua gadis itu.
"Bahkan, kita pun sudah berjanji untuk lulus bersama-sama. Dan sekarang, rasanya seperti ada yang hilang di hari kelulusan kita," sambung Hoshina.
"Kalian ... seberapa penting (Name) untuk kalian?" tanya Suzu dengan tatapan serius yang membuat beberapa gadis yang mengelilinginya terdiam.
"Suzu-chan! Ternyata sudah pulang ya."
"Hidaka Seiya-san," gumam Suzu setelah melihat seseorang yang memanggilnya, "Ternyata Paman masih awet muda ya."
Suzu pun meninggalkan kerumunan gadis tersebut dan mulai mengobrol dengan seseorang yang pernah menjadi bagian dari keluarganya.
"Hei, apa ... apa kalian tidak ingin membuat sebuah kenangan terakhir di sekolah ini?" ucap Ai yang memecah keheningan diantara mereka.
"Hmmm ... sepertinya menarik. Tapi, apa yang akan kita lakukan?" tanya Asuga.
"Bagaimana kalau membuat banyak foto? Tadi, aku lihat Paman Sena membawa kamera," usul Chika yang membuat gadis disekelilingnya menjadi ceria kembali.
Dan setelahnya, mereka pun langsung menghampiri Sena yang tengah mengobrol dengan teman lama sekaligus suami (Name) yang lain. Walaupun mereka selalu bisa bertemu di agensi, namun kali ini mereka ingin kembali lebih akrab lagi.
"Paman Sena ...," panggil Chika dengan penuh keraguan.
"Ada apa?" balas Sena dengan tatapan biasa, namun terkesan galak bagi gadis-gadis itu.
"Ano ... kami boleh meminjam kamera?" jawab Chika yang langsung pada intinya.
Sena pun menghela nafas. Ia segera melepaskan tas kecil yang melingkar diantara lengannya dan memberikannya pada gadis bermarga Hajime itu, "Hati-hati kalau meminjam barang. Jangan sampai rusak."
"Terima kasih, Paman!" ucap Chika dengan riang dan langsung mengajak banyak gadis untuk bergiliran mengambil gambar mereka.
Melihat hal itu, Sena hanya bisa tersenyum. Ia hanya bisa bangga sekaligus tenang. Namun, ada banyak kata yang tidak bisa diucapkan oleh Sena.
Dan dalam hal ini, tanpa terasa, ia mengingat kenangan saat ia terus-menerus menolak dan meminta (Name) untuk menjauhi Knights apapun yang terjadi. Namun, karena (Name) adalah gadis yang gigih, (Name) berhasil meruntuhkan dinding yang telah Sena buat.
Ya, hati Sena menjadi luluh pada (Last Name) (Name) dengan mudah. Bahkan, ia sempat memberikan barang rajutan buatan tangannya sendiri untuk (Last Name) (Name).
'Kau memang misteri, (Name),' batin Sena.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top