Chapter 19

(Name) bangun dari tidur siangnya yang sedikit lebih lama. Ia bahkan merasa jika panasnya telah hilang.

Ia pun segera bangkit perlahan lalu meregangkan tubuhnya setelah beristirahat. Lalu, ia melihat sepucuk surat yang tak lain tak bukan dari ayahnya.

Dalam surat tersebut, berisi tulisan Rinne yang mengatakan jika ia dipanggil mendadak oleh pengurus agensi. Tapi yang pasti, (Name) tersenyum karena melihat salah satu tulisan ayahnya yang mengatakan jika Rinne tidak memenuhi panggilannya, maka akan terjadi perang dunia ketiga antara ayah dan ibunya.

Namun, setelah membaca surat itu, (Name) teringat jika sebelumnya terjadi pertengkaran antara ayahnya dengan paman Kaoru. (Name) merasa tidak enak hati dan memutuskan untuk mencari mereka.

(Name) segera bersiap. Walaupun dengan tubuh sedikit lemas, mau tidak mau ia harus menyampaikan permintaan maafnya.

Dengan pakaian sedikit tebal, tas selempang berwarna merah muda, serta syal di lehernya, ia mulai melangkahkan kakinya menuju dunia luar. Hal yang pertama ia rasakan adalah angin yang sedikit dingin dari biasanya.

'Mungkin ini karena aku sedang sakit,' pikir (Name) yang langsung mengambil langkah seribu untuk mencari keluarga Hakaze.

Dan baru beberapa langkah, ia langsung berhenti.

'Tunggu, aku harus mencari kemana? Rie tidak bisa aku hubungi sama sekali. Begitu juga dengan teman-temanku yang lain,' pikir (Name).

"Tenanglah Nona, mereka ada di tempat yang aman."

(Name) langsung mencari sumber suara. Ia melihat kanan kiri, depan belakang. Namun, tidak ada satupun yang ia temukan.

"Tepat di hadapanmu, Nona."

(Name) pun kembali ke posisi semula. Dan ia dikejutkan oleh seseorang yang seharusnya ia hindari.

"Paman Ibara Saegusa ...."

"Senang bertemu denganmu, (Name)," ucap Ibara sembari membenarkan kacamatanya yang tidak turun sedikitpun.

"Senang bertemu denganmu juga, Paman Ibara," jawab (Name) dengan penuh keraguan.

"Aku tahu jika kau ingin menemui keluarga Hakaze. Tapi, aku harap kau bisa tenang sekarang. Karena mereka ada di tempat yang aman."

'Tempat yang aman ... perempuan? Tidak, sangat tidak mungkin. Mungkinkah ....'

"Kau tahu, mereka menjadi bertengkar karena dirimu," ucap Ibara yang membuat (Name) menatapnya dengan tatapan bertanya.

Jujur saja, (Name) masih tidak mengerti semuanya. Mulai dari ia menjadi tangan kanan OSIS dadakan hingga hari ini.

"Belum saatnya kau mengetahui semuanya. Tapi, ada bagusnya jika kau tahu bahwa kaulah penyebab mereka berselisih dengan ayahmu. Tak lupa, kami yang membuat ibumu harus mengurus pekerjaan di luar kota," tegas Ibara.

"Apa maksud ini semua?" tanya (Name) dengan tatapan yang penuh tuntutan.

Ibara pun menatap (Name) dengan tajam. Ia memberikan selembar kertas yang bertuliskan tanggal dan nomor kursi.

"Ambil tiket ini dan pergilah. Setidaknya kepergian mu membawa kedamaian bagi kami. Aku akan menjamin semua kebutuhanmu. Selain itu, aku akan menjamin jika kau tidak akan dilacak oleh siapapun."

(Name) pun ragu untuk mengambil tiket itu. Ia pun berpikir, mengapa ia harus mengambil tiket itu jika ia tidak mengerti inti permasalahannya.

"Kau akan menemukan jawabannya di sana. Renungkan lah baik-baik," ucap Ibara yang langsung meninggalkan (Name) begitu saja.

(Name) pun menatap tiket itu dengan penuh keraguan. Namun, ia juga tidak suka perselisihan.

'Apa yang harus aku lakukan?' pikir (Name) sembari menghela nafas.

*****

"Waktumu sudah habis, Akashi Seijuuro-kun."

Eichi menghentikan aktivitasnya untuk menikmati teh. Ia pun memberikan tatapan lembut sekaligus tajam pada lawan bicaranya.

"Bagaimana jika aku ikut memberikan sebuah bandingan padamu," ucap Seijuuro yang langsung menatap Eichi, "Aku akan memberikan salah satu perusahaan Akashi corp. padamu."

Eichi pun tersenyum. Ia tampak menghela nafas, "Aku tersanjung atas penawarannya. Tapi, tetap saja aku menolak. Semua orang tahu jika kita pria yang penuh akan hal mutlak. Tetapi, hal itu tidak berlaku saat kau melawanku."

"Bagi kita, kehormatan adalah hal yang sangat penting. Tapi, memperebutkan seorang wanita ... bukankah membuat martabat seorang Tenshouin turun?"

"Kau tinggal memberikan jawaban jika kau menerima atau menolaknya, Seijuuro-kun. Karena waktuku tidaklah banyak," ucap Eichi yang merasa tidak beres akan suatu hal.

"Aku ...."

Belum sempat menjawab, ponsel Eichi mendadak bunyi. Ia pun segera menatap layar ponselnya yang bertuliskan nama salah satu ketua idola dari Cosmic Production, Amagi Rinne.

"Kelihatannya sangat penting. Silakan diangkat terlebih dahulu," ucap Seijuuro.

"Permisi," ucap Eichi yang langsung angkat kaki dari tempat itu dan segera mengangkat teleponnya.

"Sialan! Apa yang kau lakukan pada anakku, dasar iblis!"

"Ada apa, Amagi Rinne-kun?"

"Jangan mentang-mentang dirimu dan putrimu yang berkuasa lalu kau membuat putriku kabur dari rumah. Kau kira, siapa dirimu!"

Eichi terdiam. Otaknya terus mencerna apa yang Rinne katakan. Tapi, ia berpikir satu hal, mengapa (Name) kabur?

"Aku akan segera menemui dirimu, Amagi Rinne-kun. Tapi, bisakah kau menunggu sejenak? Aku sedang memiliki urusan penting yang harus aku selesaikan."

"Persetan dengan urusanmu, yang aku mau adalah kau harus bertanggungjawab untuk mencari putriku. Aku tidak peduli jika kau harus senang, sakit, bahagia, ataupun mati. Karena yang aku utamakan adalah putriku seorang! Camkan itu!"

Rinne memutuskan sambungan itu yang membuat Eichi terdiam. Eichi terdiam bukan karena Rinne mengeluarkan umpatan padanya. Tapi, ia berkonsentrasi pada kepergian (Name).

Dan karena tidak mau berlama-lama di tempat ini, Eichi pun undur diri sebelum Seijuuro memberikan jawabannya.

Tapi, atas tingkah Eichi yang sedikit tidak tenang, Seijuuro pun menaruh rasa curiga padanya. Karena, ia terakhir kali melihat Eichi seperti itu disaat (Name) meninggal.

Sepulangnya Eichi dari Akashi corp., ia segera meminta bantuan Nazuna Nito, Yuuki Makoto, Ibara Saegusa, dan Fushimi Yuzuru untuk melacak kemana perginya (Name).

*****

"Penerbangan akan segera dimulai. Harap para penumpang mematikan alat-alat elektronik yang dibawa, seperti ponsel ataupun kamera ..."

(Name) merasa takut. Ia takut jika kepergiannya membuat orang tuanya sedih. Namun, yang lebih ia takutkan ialah jika ayah dan ibunya harus berurusan dengan Ensemble Square, utamanya Eichi Tenshouin.

'Maafkan aku, Papa ... Mama. Aku akan selalu mendoakan untuk kebahagiaan kalian,' batin (Name).

Dan tidak lama kemudian, pesawat pun lepas landas dengan meninggalkan semua kenangan, kasih sayang, hingga seluruh permasalahan (Name) dengan harapan jika semua akan baik-baik saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top