3. I Get Married!

Tadi malam...

"Ji, kamu mau liat foto calonmu, gak? Kalopun emang gak mau ketemu, seengaknya liat fotonya aja. Biar nanti gak terlalu kaget," ucap ibunya.

Ziya yang tengah menonton tv itu menoleh pada sumber suara yang kini berjalan menghampirinya. Ibunya itu membawa selembar foto polaroid di tangannya. Ia menimbang-nimbang untuk mengiyakan atau tidak.

"Nih!" Ibunya menyodorkan foto itu padanya.

Ziya belum menyambut foto itu. Ibunya yang paham pun angkat bicara. "Ganteng kok ini, liat aja."

Ziya terkekeh kecil, kemudian ia mengambil foto itu dan menatapnya lama. Ia meneliti setiap sudut wajahnya dan juga ia menemukan titik yang paling diingatinya. Lelaki itu memiliki lesung pipit di pipi kanannya.

"Dia itu anaknya baik, nurut juga sama orang tuanya. Kuliah semester empat di kampus yang sama kayak abang kamu, cuma beda fakultas aja. Punya satu adik perempuan, umurnya masih mau tiga tahun," jelas Ibunya.

Ziya menoleh pada ibunya yang tengah menatap foto yang ada di tangannya itu. Kemudian mengalihkan tatapan selain  padanya. Ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya kala tangan yang selama ini menimangnya itu mengelus dengan lembut.

"Ayah sama ibu jelas pengen yang terbaik buat kamu. Nggak ada satu orang tua pun yang mau kasih keburukan sama anaknya. Semua pasti pengen yang terbaik."

"Kita udah menyepakati keputusan ini bersama. Dari pihak calonmu sama ayah dan ibu itu udah setuju. Kita udah klop, dan mungkin tinggal ngeklopin kalian berduanya yang butuh perjuangan."

"Ayah sama ibu janji, ini terakhir kalinya kita minta permintaan yang berat buat kamu. Setelah ini kita janji, kita gak akan membebani kamu lagi."

Ziya tersenyum. Hatinya terenyuh. Ia memeluk ibunya. "Ibu, mah...  Jangan ngomong gitu, Bu. Aku bakal nurut sama permintaan ayah dan ibu sampe kapan pun. Aku berusaha ngerti sama semua keputusan ini."

Ulfa mengelus kepala Ziya. "Kalo nanti ada masalah, selesa-in baik-baik, ya? Jangan pake emosi. Nanti berkepanjangan kalo pake emosi. Oke?"

"Iya, ibu yang bawel tapi kusayang."

Ziya mengerjapkan matanya. Ia dapat menangkap raut keterkejutan dari wajah lelaki itu. Ia bertanya dalam hati, apakah lelaki itu juga mengenali wajahnya? Apakah ibunya juga memberikan foto dirinya pada lelaki ini? Ziya ingin meledak lagi rasanya.

"Pe-pesen es krim yang paling enak. Ya, yang paling enak, hehe."

Ia meringis dalam hati karena tergagap. Dan ia asal bicara saja kala memesan tadi. Lelaki itu pun tersenyum canggung dan langsung pamit. "O-oke. Tunggu sebentar."

Ziya bernafas lega. Ia menaruh tumpuan tangan di atas meja dan menaruh kepalanya di sana. Para sahabatnya itu langsung menatapnya dengan heran.

Alika melempar tatapannya pada Nida. Nida melempar pandangannya pada Nindia. Dan hanya ditanggapi dengan gelengan kepala karena tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu.

"Dedek Jiji, kenapa?" tanya Alika.

Ziya menatap sahabatnya satu persatu. "I get married," sahutnya pelan.

"WHAT?!" (APA)

"OPO?!" (APA)

"NAON?!" (APA)

Ziya langsung duduk tegak kembali. "Dih, jangan berisik dong!"

Mereka langsung menutup mulut dengan telapak tangan. Lalu terkekeh sebentar, sebelum bertanya dengan serius kembali.

"Lo jangan mupeng nikah muda gitu, dong! Sampe jadi kayak gini," ucap Alika.

Ziya memutar bola matanya malas sambil mengerucutkan bibirnya karena sahabatmya itu tidak percaya. Sedangkan Nida dan Nindia mengangguk, menyetujui ucapan Alika.

"Dedek Jiji, jangan banyak halu, deh," ujar Nindia.

Nida berdiri dari duduknya untuk menepuk bahu Ziya. "Entar aja ya, nunggu lulus baru nikah, Ji," katanya. Lalu duduk di kursinya kembali.

"Kalian itu gak percaya banget aku mau ni-"

"Ini, mbak, pesanannya."

"... kah."

Ucapannya terpotong dan disambung lagi kala lelaki apron coklat itu selesai berbicara. Ziya menatap luar jendela sana. Menghindari tatapan lelaki yang sebelumnya tak ia sangka akan bertemu di kedai es krim ini.

Alika berterima kasih pada lelaki itu. Lelaki itu sempat melirik Ziya sekali sebelum berlalu pergi. Ziya langsung mengambil mangkuk es krim itu dan memakannya dengan lahap.

"Tadi gimana omongan lo yang kepotong itu. Kita gak percaya kalo lo bakal nikah, iya?"

Ziya mengangguk sambil menggigit sendok es krim. Geram. Dan melampiaskannya pada sendok sambil beristigfar dalam hati. Perbanyaklah istigfar, agar hati kembali sejuk dan tenang.

"Kita percaya lo nikah kalo udah lulus, Ji," celetuk Nindia.

Ziya mengedikan bahunya acuh. "Terserah kalo gak percaya. Nanti minggu depan dateng ke rumah aku pake pakaian rapih. Batik kalo bisa mah."

•~•

Zikri termenung menatap kolam renang belakang rumahnya. Setelah pulang dari kampus--yang sebelumnya menjaga kedai es krim miliknya sendiri--ia kini melamun memikirkan sosok gadis yang tanpa sengaja ia temui tadi pagi.

Ia tahu, sorot mata gadis itu sama terkejutnya seperti dirinya yang tak kalah terkejut melihat gadis itu. Bahkan saat ia kembali untuk memberikan pesanannya, gadis itu sudah tak mau menatapnya. Apakah gadis itu tahu kalau ia ini adalah orang yang dijodohkan dengannya? Mungkin gadis itu tahu dari foto yang ibunya berikan? Mungkin kah begitu?

Zikri membuang nafasnya kasar. Antara senang dan sedih bisa melihat wajah gadis itu secara langsung. Meskipun dengan cara dan waktu yang salah. Dan ia tidak mau bertemu dengannya lagi sebelum hari pernikahan itu terjadi.

Tepukkan di bahu kirinya membuat ia menoleh ke samping. Ada ayahnya yang tersenyum di sana.

"Kamu kenapa?"

Zikri menggaruk pelipisnya. "Hngg... Tadi, aku ketemu calon, Yah," jawabnya.

"Calon?" beo Ditya, ayah Zikri.

Zikri beralih menggaruk tengkuknya salah tingkah karena keceplosan menyebut gadis itu calon. Ia menatap ayahnya yang menaikkan satu alisnya, meminta penjelasan.

"Tadi aku jaga kedai, terus pas nerima pelanggan, ternyata pelanggannya itu gadis yang dijodohin sama aku, Ziya," jelasnya.

Ditya langsung terkejut. "Serius kamu? Terus gimana?"

"Ya... dia kayak kaget juga liat aku. Apa mungkin dia udah liat foto aku, jadi kaget gitu ya, Yah?"

"Mungkin iya. Soalnya kemaren pagi, pas ayah sama bunda kamu ketemu keluarga Ziya itu bunda kamu kasih foto ke ibunya. Jadi, ya mungkin ibunya udah ngasih foto kamu ke dia, terus dia liat deh. Kaget jadinya pas ketemu kamu."

"Tapi, kita gak ngomong apa-apa. Maksudnya, kita gak ada komunikasi tadi pagi. Apa dia gak suka sama aku, Yah?"

Ditya mengusap lengan Zikri. "Darimana kamu tau kalo dia gak suka sama kamu? Kan belum dicoba, Zik. Jangan pesimis gitu, dong."

"Dia ngeliatin aku kayak gak mau ketemu gitu. Kan Zikri jadi ... gimana gitu."

"Udah, mikir positif aja. Mungkin Ziya gak mau ketemu kamu karena belum siap. Jadi gitu. Pasti nanti pas hari H, ayah jamin, dia pasti suka sama kamu. Jadi, kamu gak usah mikirin itu lagi. Fokus ngucap ijab qobul yang lancar sama bener aja."

Ditya tertawa setelahnya.

"Ayah rese!" kata Zikri.

•••
Thanks yang udah vote dan comment💞

Indramayu, 18 juli 2018
Revisi, 22 april 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top