Prolog

Joe menatap begitu lekat kekasihnya. Meneliti dengan pasti perubahan wajah cantik itu. Wajah itu terlihat begitu terbebani dan sangat sedih. Joe langsung merengkuhnya ke dalam pelukan.

" Cinta, tolong pikirkan lagi. Aku tahu, ini tidaklah sesuai dengan keinginan hatimu." Ucap Joe lembut dan pelan.

Gadis itu, Liesel. Menggeleng tegas, terdengar isakan lirih yang terkesan ditahannya.

" Aku capek, Joe. Mama selalu marah."

Joe memeluk erat tubuh yang kini bergetar karena isak tangisnya itu. Lelaki itu pun mengecup sayang puncak kepalanya.

" Aku tahu, dear. Aku mengikuti saja apa yang menurutmu baik. Aku terlalu mencintaimu dan aku tidak mau menyakitimu." Joe mengelus pelan pipi gadisnya, mengecupnya dengan penuh kasih.

" I love you too, Joe." Lirih Liesel begitu sedih.

" Tetaplah jadi temanku, Joe." Lirih gadis itu lagi. Joe mengangguk pasti.

" Tentu, kau gadis yang kucintai. Aku akan selalu menjadi temanmu." Ucap Joe hambar. Ada rasa hampa yang begitu saja datang menyergapnya. Menyampaikan rasa perih akan kehilangan.

Lalu ketika Liesel berlalu setelah lebih dulu mencium bibirnya. Joe merasa bahwa dunianya tidak akan lagi sama tanpa kehadiran gadis itu. Deru mobil dan kepulan debu halusnya seakan mengabarkan perbedaan diantara dia dan gadis cantik yang dicintainya itu.

" Apa aku akan kehilanganmu untuk selamanya, Lie?" Lirih Joe bertanya pada rasa kesendiriannya.

" Mungkin kau akan begitu saja melupakanku. Cepat berpaling pada yang lain. Tapi tidak denganku, Lie. Aku memiliki cinta yang teramat kuat untukmu."

Joe membawa tubuhnya untuk duduk di lantai, menyandarkan tubuhnya ke dinding. Memejamkan matanya rapat dengan wajah menunduk dalam.

Ada rasa perih yang seakan menusuk hatinya. Linu dan terasa begitu sesak.

" Tapi aku tidak dapat berbuat apa pun. Bodoh sekali. Maafkan atas ketidakmampuanku ini, Lie." Sesal Joe dengan nada kesal.

" Ya, Tuhan. Apa yang seharusnya aku lakukan sehingga dapat diterima oleh Ibumu yang selalu merendahkanku itu?"

Joe merutuki dirinya. Menyumpahi keadaannya yang tidak seberuntung temannya sampai Ibu Liesel menolak kehadirannya. Joe ingat betul apa yang dikatakan wanita kaya itu.

" Apa kau mampu membahagiakan anakku?" Tanyanya saat itu dengan nada sombong.

" Apa kau pikir cintamu itu mampu membuatnya bahagia. Apa cinta bisa membuat perutnya kenyang?"

Joe hanya menunduk saat itu. Tidak ada kata yang mampu diucapkannya. Semua kata kata wanita itu memang benar dan masuk di akal. Joe sadar, dia bukanlah siapa siapa. Joe hanya seorang anak yatim piatu miskin yang bertahan hidup karena belas kasih pamannya yang hanya seorang pegawai rendahan.

" Kau harus tahu diri, Joe." Ucap Pamannya saat itu. Pamannya itu tahu bahwa Ibu Liesel menegurnya.

" Carilah gadis yang sederajat dengan kita, Joe. Liesel terlalu jauh untuk kau raih. Aku tidak mau kau jadi terluka nantinya." Bibinya pun memberikan saran yang tidak jauh beda dengan Pamannya. Joe hanya mengangguk pasrah.

Hati kecil Joe sebenarnya berontak. Lelaki itu ingin sekali marah dengan keadaan ini, atau bisa saja lelaki itu membawa pergi Liesel. Pergi jauh dari Kota yang seakan selalu saja memusuhi dan tidak memganggap keberadaannya. Tapi dia tidak mau membuat Paman dan Bibinya sedih. Dia tidak mau seluruh Kota kecil itu nanti membicarakan dan memusuhi Paman dan Bibinya itu yang telah merawatnya sejak dari kecil.

" Apa yang harus kulakukan, Lie?"

Nanar Joe menatap sekitarnya. Kawasan kumuh yang ditinggalinya seakan menertawakannya. Mengejek rasa sakit yang bersemayam memeluk hatinya. 

" Aku kalah. Aku kalah. Kalah karena keadaan yang tidak pernah berpihak kepadaku ini." Rutuknya dengan gigi bergemeretuk. Tangannya terkepal dengan rahang yang mengetat.

" Aaahh...Tuhan, kenapa Kau tidak adil." Jeritnya gusar. Kehampaan yang memeluk seakan akan melumpuhkan semua nalar yang ada di dalam diri.

Dengan langkah gontai Joe berjalan menuju rumahnya. Mencoba untuk menyapa kenyamanan yang biasanya hadir karena kehangatan ruangan kamarnya yang sempit. Ruang kamar yang kerap kali dijadikan tempatnya memadu kasih bersama Liesel.

" Ah, Liesel honey. Aku serasa ingin mati saja." Keluhnya frustasi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top