THREE

"Hwang Yeji."

Soobin menghampiri Yeji. Yeonjun mengawasi dari kejauhan. Jemarinya meremas celana seragam dengan tidak sabaran. Dalam hati, ia terus berdoa semoga semua ini berhasil dan Yeji akan segera menjadi miliknya.

Ia terus mengawasi Soobin. Soobin berdiam diri di depan Yeji yang terlihat kebingungan. Kedua tangannya yang tersembunyi di belakang punggung sedikit bergetar. Yeonjun mengernyit melihat tingkah anak laki-laki itu. Soobin terlihat seperti gugup, tapi... kenapa?

Mungkin bunga mawar itu akan jatuh dan semuanya akan ketahuan kalau Yeji tidak segera menyadarkan Soobin yang terus berdiam diri. Yeonjun menggigit bibir bawahnya ketika menangkap sorot kecemasan dari gadis itu untuk Soobin.

"Ayolah Yeonjun, Yeji pasti hanya menyukaimu," gumam Yeonjun mencoba menenangkan diri. Kekayaan, ketampanan, kepintaran, semuanya itu terngiang dalam benaknya, membuatnya lebih percaya diri.

"Choi Soobin, kau tidak apa-apa?" tanya Yeji dengan raut wajah cemas. "Apa yang ingin kau katakan padaku? Cepat katakan lalu segera pergi istirahat di UKS, sepertinya kau sedang sakit."

"Baiklah," kata Soobin lambat-lambat. Sebelum mengumpulkan segenap rasa keberaniannya, laki-laki itu memejamkan mata dan menjilat bibir bawah yang tiba-tiba kering. "Aku mau mengatkan kalau aku..."

Wajah Soobin semakin pucat ketika ia hendak mengatakan intinya, membuat kuku-kuku Yeonjun yang baru dipotong menggaruk gemas dinding sekolah. Yeji yang berdiri di depan Soobin betul-betul terlihat cemas tanpa dibuat-buat. Untuk seukuran laki-laki kuat pemain basket seperti Soobin yang sekarang bermuka pucat seperti itu, Yeji takut kalau-kalau ia akan pingsan kapan saja.

"Soobin-a, aku benar-benar khawatir. Kau benar-benar tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa." Soobin tersenyum sejenak, lalu melanjutkan, "Yeji-ya, aku mau mengatakan kalau..."

Yeji menaikkan kedua alisnya bersamaan.

"...'Aku sudah menyukaimu semenjak lama sekali. Aku sangat suka kepadamu, dan aku berharap, kau mau menerima cintaku'..." Soobin menyodorkan setangkai bunga mawar yang tadinya ia sembunyikan di belakang tubuhnya ke hadapan gadis itu. "Itu kata--"

Belum sempat Soobin menyelesaikan kalimatnya, gadis itu sudah menubruknya dengan dekapan erat. Yeji memeluknya. Soobin seketika membeku. Otaknya konslet untuk beberapa waktu.

"Choi Soobin...," bisik Yeji pelan yang terdengar haru di telinga Soobin. "Aku juga menyukaimu! Sudah menyukaimu semenjak lama sekali! Aku mau menerimanya! Mulai sekarang, Hwang Yeji akan menjadi pacar yang baik untuk Choi Soobin!"

Lutut Yeonjun serasa ditendang oleh pemilik kaki terkuat sedunia hingga terasa lemas, membuatnya terjatuh. Dua orang itu berpelukan di sana, di depan matanya. Hal menyakitkan apa lagi yang mampu membakar seluruh tubuhnya selain pemandangan itu?

Bibir Yeonjun bergetar, lantas ia menggigitnya. Kedua tangannya mengepal kuat, begitu erat.

Brengsek, batin Yeonjun tanpa mengalihkan tatapan tajam kepada kedua insan itu.

***

"Dasar tidak berguna!"

Tendangan kejam itu tak pernah berhenti mendarat di tubuh lemah yang sudah terkulai tak berdaya di lantai yang dingin. Choi Jisu terlihat seperti cacing kecil yang tengah menunggu ajal, terkapar lemah dan menggigil kedinginan. Sementara orang yang ia sebut 'Ibu' sedang menyiksanya tanpa mengenal lelah, seolah tidak akan pernah berhenti menyiksanya sampai ia benar-benar mati.

"Eomma, ampuni aku..." seperti keadaan tubuhnya yang melemah, suaranya pun ikut melemah. Darah yang terus mengalir perlahan dari kepalanya yang bocor benar-benar menguras habis tenaganya, membuat pandangan mata Jisu memburam. Ia memejamkan mata sekali, lalu membukanya kembali, namun bukannya jelas, pandangannya malah semakin buram.

Apa aku benar-benar selesai sampai di sini?

Tendangan kaki itu beristirahat sejenak. Satu kali meludah wanita itu berikan pada Jisu. "Tidak ada ampun untukmu! Kau harus mati hari ini!"

"Eomma... Eomma..."

Hal yang bisa Jisu lihat hanyalah bentuk tubuh ibunya yang tidak terlalu jelas. Wanita itu terlihat sedang membawa sebuah benda panjang yang runcing. Jisu tidak yakin apa yang ibunya hendak pukulkan kepadanya. Namun yang pasti, wanita itu terlihat sangat antusias untuk membunuhnya.

Mungkin lebih baik begini, maka semua penderitaanku akan berakhir.

"Jisu-ya!"

Presensi lain tiba-tiba datang dan mendorong kuat sosok ibu Jisu, membuatnya tersungkur di lantai. Bunyi logam jatuh terdengar disusul suara jeritan wanita paruh baya itu.

Jisu memejamkan mata. Kepalanya terasa sangat pusing. Dunia seakan berputar. Ia masih tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya sampai ia bisa merasakan sebuah tangan menangkap, mengangkat tubuhnya dan membawanya lari.

Aroma tubuh itu begitu familiar. Suara berat tadi juga bukan suara asing yang tidak pernah didengarnya. Meski matanya terlalu buram untuk tahu wajah siapa yang tengah membopongnya lari, setidaknya respon jantungnya yang berdegup kencang sedemikian rupa memberitahunya siapa orang itu.

Hati tidak akan pernah berbohong. Ia tahu siapa orang yang menolongnya.

"Choi Soobin?"

Tapi semuanya keburu gelap.

***

"Choi Yeonjun, sebaiknya kau pulang saja, ya?"

Yeji terus-terusan menyuruh Yeonjun cepat-cepat berlalu dari hadapannya. Beberapa menit yang lalu Yeonjun menyatakan perasaannya kepada gadis itu. Beberapa menit yang lalu juga Yeonjun berhasil membuatnya enggan kembali untuk menatap wajah laki-laki itu, ditambah perkataan kasar Yeonjun tentang Soobin, membuat Yeji sama sekali tidak nyaman.

Gadis itu membalikkan badan, namun Yeonjun kembali menarik lengannya, cukup kasar.

"Lihat aku!"

"Apa lagi?!" Yeji mengibaskan tangannya tak kalah kasar. "Belum cukupkah kau menjelek-jelekkan pacarku?"

"Pacar?" Yeonjun tersenyum kecut. Ucapan yang dilontarkan Yeji benar-benar menggelitik pendengaran Yeonjun. Kenapa aku sangat ingin memukul Soobin ketika kau mengakuinya sebagai pacarmu?

"Eo! Belum cukupkah kau mengkhianati sahabatmu sendiri?" (Ya!)

"Sahabat?" Yeonjun tertawa mengejek. Lagi-lagi, ucapan gadis itu menggelitik indera pendengarannya. "Bagaimana bisa penipu sepertinya bisa kusebut sahabat dengan ikhlas?"

"Choi Yeonjun, kau benar-benar..." tangan Yeji terkepal kuat di samping paha, sebenarnya siap untuk meninju wajah laki-laki itu. Yeonjun begitu menyebalkan. Mengatakan bahwa sahabatnya sendiri seorang penipu benar-benar sangat enteng sepertinya, tapi gadis itu tidak habis pikir.

"Apa kurangnya aku?" Yeonjun tidak bisa menahan diri. Hal ini bukan secara otomatis terucap, melainkan Yeonjun sudah tidak tahan untuk tidak mengatakannya. Terlalu dipendam terlalu menyakitkan. "Kenapa di kepalamu hanya ada Soobin, Soobin, dan Soobin saja. Bagaimana seorang Choi Yeonjun terlihat di matamu? Bagaimana seorang Choi Yeonjun untukmu? Siapa Choi Yeonjun untukmu?"

"Choi Yeonjun?" Yeji tersenyum miring. "Tadinya aku akan menjawab kalau ia adalah salah satu teman yang baik. Ia sangat baik bahkan untuk seukuran laki-laki kaya, pintar dan tampan. Tapi sepertinya aku harus mengubah kalimatku menjadi... ia tidak lebih dari seorang pengecut!"

"YA!"

Bukan jawaban itu yang ingin Yeonjun dengar.

"Kenapa di kepalaku hanya ada Soobin?" Yeji tidak memedulikan Yeonjunyang terlihat tidak terima, dan tetap meneruskan kalimatnya, "Karena aku mencintainya. Ia laki-laki yang baik. Soobin seorang yang bertanggung jawab dan penyayang. Dan terlebih, ia tidak akan pernah mengkhianati sahabatnya sendiri seperti yang kau ucapkan."

DEG

Lagi, jawaban itu benar-benar tidak Yeonjun inginkan. Ia membenci jawaban seperti itu.

Yeonjun seakan kehabisan kata-kata.

"Stop, Choi Yeonjun!" Yeji mundur selangkah. "Mulai sekarang jangan pernah menemuiku lagi!"

Dua orang itu saling melempar pandang. Namun Yeonjun terlalu dalam menelusuri tatapan penuh luka itu, mencabik ulu hatinya.

"Cukup sampai di sini saja. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu," Yeji memutar telunjuknya di samping kepala. "Kurasa kau sudah mulai gila."

Gadis itu beringsut menjauh untuk masuk ke dalam rumahnya. Yeonjun bahkan masih belum bergeming dari posisinya, menatap punggung gadis yang terlihat begitu kecewa padanya. Begitu sadar, tangan Yeonjun terkepal kuat. Ada hasrat yang sangat kuat dalam dirinya untuk meninju tembok rumah Yeji saat itu juga.

DUK DUK DUK

"ARRGGHH!"

Dan ia benar-benar melakukannya. Darah segar keluar dari kepalan kulit tangannya yang robek, namun rasa sakit di dalam hatinya jauh lebih terasa dibanding luka di tangannya.

Apa aku tidak boleh menjadi orang yang spesial untukmu, Hwang Yeji? Kenapa harus laki-laki itu? Dan kenapa laki-laki itu harus Choi Soobin? Kenapa harus Choi Soobin sahabatku sendiri?!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top