SIX
"Katakan sekarang." Soobin menatap jam tangannya cemas. "Sepuluh menit lagi bel akan berbunyi. Aku tidak ingin membuang-buang waktu."
"Apa?" napas Yeji mengepul putih. Udara sangat dingin di pagi hari ini, membuat siapa saja akan mengenakan jaket setebal lima senti, seperti Soobin dan Yeji. "Membuang-buang waktu?"
"Kau jadi mengatakannya atau tidak sih?"
"Ya, Choi Soobin, kau...!" Yeji menuding manusia di hadapannya. "Masih mencintaiku atau tidak?"
"Mworago?" Soobin berkedip beberapa kali. "Tentu saja, kau kan pacarku!" (Apa katamu?)
"Beri aku kepastian!"
"Kepastian apa lagi? Hubungan kita selama ini apa namanya kalau bukan kepastian?"
"Selama satu bulan ini hubungan kita terombang-ambing." Jujur ini bukan gaya Yeji, namun gadis manapun akan jujur kalau sudah kepepet seperti ini. Ditambah wajah santai Soobin yang minta ditabok seolah ia tidak salah apa-apa. Kenapa justru Yeji yang merasa tidak enak? Bukankah selama ini Soobin yang agak mulai menjauhinya?
"Maksudnya?" Soobin menaikkan alisnya, tidak mengerti. Ia sepertinya harus benar-benar menguras otak di pagi yang cerah ini demi mengerti akan kata-kata Yeji.
"Choi Soobin, gadis yang selalu kemana-mana bersamamu, gadis yang menempel seperti lem kepadamu itu. Siapa dia?"
Otak Soobin mulai berpikir. Selama lima detik Soobin berpikir selama itu pula Yeji sudah tidak sabar menanti jawabannya. Lima detik Soobin terasa lima jam untuk Yeji. Ia harap, hubungannya dan Soobin akan baik-baik saja.
"Oh... dia... Choi Jisu, anak kelas sebelah, kenapa?" tanya Soobin setelah teringat.
"Kenapa?" Yeji benar-benar kehabisan akal. "Dia selingkuhanmu?"
"Ya," emosi Soobin muncul. "Jaga omonganmu!"
"Choi Soobin, kalau dia bukan selingkuhanmu, lalu apa? Ke mana-mana kau selalu bersama dengannya! Kau pikir bagaimana perasaanku? Kalau kau memang sudah tidak menyukaiku, katakan saja! Jangan memberi harapan palsu seperti ini! Ini menyakitkan! Ini benar-benar menyakitkan Choi Soobin!"
Soobin berkedip sekali. "Kau cemburu?" tanyanya polos.
"Tentu saja!" jerit Yeji frustasi. "Sekarang apa maumu? Kau mau kita putus?" Yeji menyentuh keningnya yang berdenyut ketika ia mengucapkan kalimat itu. Tidak ia sangka ia sendiri yang mengeluarkan kalimat itu. Dan kini ia takut. Ia takut Soobin akan menyanggupinya.
Namun, laki-laki itu hanya diam. Ia hanya diam seolah sedang mencerna semua yang diucapkan oleh Yeji. Ia benar-benar menguras otaknya dalam-dalam.
Soobin terus berdiri seperti patung sampai akhirnya bel masuk berbunyi. Ia membalikkan badan dan berjalan meninggalkan Hwang Yeji yang mematung. Ia meninggalkan Yeji tanpa sepatah katapun.
***
"Kejutan...!"
Seorang gadis bermata bulat terlihat sangat bahagia ketika menemukan laki-laki idolanya sedang duduk termenung di salah satu kursi kantin. Tanpa menunggu banyak waktu ia segera menghampiri laki-laki itu dan menempelkan minuman dingin ke pipinya. Namun, reaksi laki-laki itu hanya datar. Hanya menatapnya dan kembali melamun.
"Soobin-a, ada masalah?" tanya Jisu dengan raut wajah khawatir. Ia membanting pantat pelan di kursi depan Soobin.
Kepala Soobin menggeleng pelan, masih dengan tatapan melamun. "Tidak apa-apa."
"Ceritalah kepadaku," kata Jisu sambil menggenggam tangan Soobin. "Kalau aku tidak bisa membantumu keluar dari masalahmu, paling tidak aku bisa memberikan solusi."
Soobin mengangkat wajah. Ia menatap gadis bermata bulat yang sedang tersenyum lebar di hadapannya saat ini. Pikirannya bergejolak. Jantungnya berdebar begitu hebat. Jisu-ya, apa aku mulai jatuh cinta kepadamu?
"Ya, jangan membuatku takut," keluh Jisu ketika melihat Soobin terus menerus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Jujur, Jisu merasa ciut ditatap seperti itu, apalagi orangnya adalah Soobin. "Oh ya, hari ini aku mau berkunjung ke sekolah Moobin oppa. Bagaimana? Apa kau mau ikut? Rencananya sih aku akan ke sekolahnya saat jam pulang sekolah, semoga saja ia belum pulang ya nanti--"
"Choi Jisu," panggil Soobin lirih.
"Apa?"
Soobin menghela napas panjang. "Kumohon, bisakah kau meninggalkanku sendirian? Aku membutuhkan waktu untuk berpikir."
Jisu menggigit bibir bawahnya. Demi kodok berjalan, ia tahu Soobin sedang sedih saat ini. Mungkin, salah satu solusi agar rasa sedih itu hilang adalah dengan meninggalkan Soobin sendirian untuk berpikir. Baiklah, ia akan melakukannya. Demi Soobin.
Perlahan, kepala Soobin terangguk. Ia menaruh minuman dingin itu di depan Soobin. "Minumlah, kau akan merasa baik." Setelah mengatakannya, Jisu segera angkat kaki dari hadapan Soobin.
Tanpa mereka berdua sadari, sedari tadi ada seorang gadis yang sedang menatap keduanya dengan mata tajam. Kedua matanya seperti mata elang. Sangat tajam. Dengan gemas dan penuh amarah ia mencengkeram ujung rok mininya. Ia bersumpah demi apapun kalau ia sangat membenci seorang gadis bernama Choi Jisu.
Dan Soobin, ketika beberapa menit ia berpikir, tak sengaja matanya menatap minuman dingin yang ada di hadapannya. Ia mengambil minuman itu. Alisnya berkerut ketika ia membacanya.
"Soda apel?" gumam Soobin dengan bingung. "Sejak kapan aku memberitahunya minuman kesukaanku?"
Soobin menolehkan kepala ke pintu, namun tetap saja Jisu sudah menghilang dari sana. Ia lantas kembali menatap minuman yang ia pegang, lalu membukanya.
***
Dengan langkah kaki yang ceria, Jisu berjalan--sedikit melompat-lompat riang--dengan rantang besar penuh makanan di dalamnya. Beberapa kali ia melambai kepada setiap orang yang menatapnya aneh. Padahal, Jisu tidak mengenal siapa orang-orang itu. Namun ketika perasaannya sangat bahagia, ia bisa menjadi sekonyol apapun.
Pagar hitam besar menyapanya ketika ia menapakkan kaki di sebuah SMU yang terkesan biasa saja. Sekolah ini bukan sekolah yang terkenal seperti sekolahnya, namun kalau dibandingkan dengan sekolah tidak terkenal lainnya, sekolah ini masih lebih baik lah ya.
Seorang satpam langsung menghampirinya. "Mencari siapa?"
"Mencari Choi Moonbin... ada, 'kan?" tanya Jisu memastikan. Ia bisa menjatuhkan rantang itu kapan saja kalau satpam itu menggeleng.
Tapi senyumnya keburu sumringah ketika satpam itu menganggukkan kepalanya dan mempersilakannya masuk. Jisu langsung memasuki sekolah itu tanpa rasa malu dan canggung. Puluhan pasang mata menatapnya dengan tajam ketika ia berjalan sambil melompat-lompat bahagia, apalagi ketika melihat seragam Jisu yang berasal dari sekolah populer di Korea Selatan.
Ini enaknya bersekolah di sekolah yang kurang terkenal. Satpamnya selalu mengizinkanmu masuk kapan saja asalkan kau izin terlebih dahulu. Berbeda dengan sekolahnya. Semua orang yang bukan termasuk warga sekolah tidak diperbolehkan memasuki sekolah walau sudah izin ke satpam, kecuali wali atau sanak saudara saja. Dan tentunya masih harus ada seleksi yang ketat untuk membuktikan kau wali atau benar-benar sanak saudaranya. Seperti... mengecek satu per satu kartu identitas, KTP, dan SIM.
Senyum Jisu langsung lenyap ketika tidak menemukan orang yang ia cari di kelasnya. Ia pun segera bertanya kepada salah satu siswa yang tidak sengaja melintas hampir melewatinya.
"Permisi," kata Jisu menghentikan siswa berkacamata tersebut. "Apa Choi Moonbin ada?"
Siswa itu menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan. Karena tidak kunjung menemukan Moonbin, siswa itu segera bertanya kepada salah satu temannya yang sedang menulis-nulis tidak jelas di papan tulis. Setelah mendapatkan informasi, siswa itu langsung menyampaikannya kepada Jisu.
"Moonbin sedang di UKS. Dia tadi pingsan ketika jam olahraga. Kau bisa menemukannya di UKS. UKS-nya ada di lantai tiga."
Jisu membungkuk mengucapkan terima kasih. Siswa itu membalasnya tak kalah sopan. Setelah siswa itu pergi, Jisu segera melangkahkan kakinya menuju lantai tiga.
Mata Jisu jelalatan setelah ia sampai di lantai tiga. Beberapa siswa yang sedang berada di dalam sekolah menatap Jisu kebingungan dari jendela. Namun Jisu tak acuh dan tetap mencari tulisan besar yang terbaca UKS.
"Permisi, UKS sebelah mana, ya?" tanyanya pada seorang siswa berpostur kecil dan lucu.
Siswa itu menatap Jisu kebingungan. Salah satu tangannya menunjuk di belakang tubuh Jisu. Jisu mengikuti arah tunjukan gadis itu dan langsung menepuk jidatnya sendiri. Astaaga, UKS-nya ada di belakangku! Dengan cengiran lebar ia berterima kasih kepada siswa itu, dan siswa itupun berlalu dari hadapannya.
"Moonbin Oppa...!" seru Jisu ketika memasuki UKS.
Moonbin yang sedang duduk-duduk di ranjang UKS mendadak melebarkan matanya melihat kedatangan Choi Jisu yang tidak terduga. Tentu saja kaget. Kenapa gadis itu kemari? Ada urusan apa? Memangnya boleh ya siswa di sekolah populer seperti sekolah Jisu berkeliaran saat masih di jam sekolah? Manalagi berkeliarannya sejauh ini.
"Kau kenapa kemari?" tanya Moonbin langsung. Hidungnya mengendus ketika mencium aroma wangi yang datang dari rantang di tangan Jisu. Ia lantas menunjuk rantang itu. "Itu untukku?"
"Iya," kata Jisu membuka rantang itu di hadapan Moonbin. Mata Moonbin bertambah lebar ketika melihat banyak sekali makanan lezat yang dibawa oleh Jisu. Moonbin langsung memakannya lahap, membuat Jisu tersenyum puas. "Oppa lapar sekali, ya?"
Moonbin mengangguk. "Iya, dari pagi belum sarapan. Oh ya, kenapa kau kemari? Apa sekolahmu sudah pulang? Jangan-jangan kau bolos lagi--astaga! Ini enak sekali! Kau pintar sekali memasaknya!"
"Guruku sedang ada rapat, jadi siswanya dipulangkan pagi." Jisu lalu terkekeh. "Masa sih aku berani membolos, Oppa. Dan aku tidak punya kesempatan untuk memasak, jadi aku membeli beberapa makanan dan meminjam rantang kantin hari ini. Hehehe."
"Kenapa tidak pulang bersama Soobin saja?" tanya Moonbin kembali dengan mulut penuh nasi. "Kau berantem lagi ya dengan bocah itu? Lain kali kalau dia nakal, pukul saja kepalanya dengan sepatu."
Jisu menggeleng kecil. "Tidak. Aku hanya menyuruhnya pulang sendiri. Sepertinya dia sedang dalam mood yang buruk."
"Benarkah?" tanya Moonbin tanpa tertarik sama sekali. "Kau benar, lebih baik jangan mengganggunya ketika sedang badmood, sia sangat mengerikan."
"Oppa juga tak kalah mengerikan, bahkan lebih mengerikan," ejek Jisu sambil terkekeh pelan. Sementara Moonbin hanya tersenyum dengan mulut penuh makanan.
Semenjak bergabung serumah dengan Choi twins, ia semakin mengerti sikap keduanya. Ia menjadi tahu yang mana sih kakak kembar Soobin. Dan selama itu, ia selalu susah membedakan keduanya. Tingginya sama, wajahnya sama persis, rambutnya sama. Namun karena waktu, lama-lama ia menjadi bisa membedakan keduanya.
Contohnya seperti sekarang ini. Kalau Moonbin memiliki daya tahan tubuh yang kurang baik sehingga ia mudah sakit. Kalau Soobin orangnya sangat kuat, ia bahkan bergabung dengan tim basket sekolah. Moonbin memiliki mata yang lebih besar dari Soobin. Selain itu, Moonbin lebih sensitif daripada Soobin. Pernah suatu kali ia melihat pertengkaran dua orang kembar itu dan berakhir menangis saking takutnya dengan amukan Moonbin.
"Kenapa kau baik sekali denganku sih Jisu?" Moonbin benar-benar tidak mengerti. Semenjak hadir di kehidupannya, ia tidak pernah menemukan orang yang sangat baik dan tulus seperti Jisu.
"Aku berhutang dengan Soobin," jawab Jisu sambil mengingat-ingat kala Soobin menolong dan merawatnya di rumah sakit. Choi Soobin yang sebelumnya bukan siapa-siapa menjadi orang yang sangat peduli padanya, bahkan di saat ibu kandungnya sendiri menyiksanya.
"Hutang? Berapa banyak?" Moonbin menatap Jisu dengan mata lebarnya yang penuh rasa penasaran.
Namun, Jisu hanya tersenyum menanggapinya ketika Moonbin menyalahartikan arti hutang tersebut.
***
Hwang Yeji yang sedang duduk di belakang kemudi terlihat sangat marah. Wajahnya memerah karena penuh rasa amarah. Ia menggenggam setir mobil sangat kuat sehingga menyebabkan kuku-kuku jarinya memutih. Tepat beberapa meter di hadapannya, berdiri seorang gadis yang sedang menengok ke kanan-kiri untuk menyeberang. Seorang gadis lugu dengan rantang kosong di tangannya.
Setelah merasa aman, gadis itupun menyeberang. Ia menyeberang dengan langkah kaki yang sangat pelan, memberikan peluang yang banyak kepada Yeji. Tanpa banyak berpikir, Yeji segera melajukan mobilnya dengan kencang ke arah gadis itu.
Jisu, gadis itu, yang merasa silau mendadak akibat cahaya mobil langsung menoleh ke kiri dan terbelalak. Namun ia gagal tertabrak ketika sebuah tangan kekar menariknya ke pinggir jalan. Mobil Yeji mengerem mendadak. Tangan Yeji yang tadinya menggenggam setir dengan kencang mendadak bergetar. Ia ketakutan. Ia sangat ketakutan. Perlahan, pori-porinya mengeluarkan keringat dingin.
Sementara di pinggir jalan, Choi Jisu terlihat sedang mencerna segalanya. Ia bahkan belum menyadari kalau beberapa kali laki-laki yang menyelamatkannya mencoba menyadarkannya.
"Kau tidak apa-apa? Hey, jawab aku!" laki-laki itu melambaikan tangannya di depan wajah Jisu.
Jisu mengangkat wajah dan menemukan seorang laki-laki tampan sedang berdiri dengan wajah khawatir di hadapannya. Wajahnya nampak familiar.
"Kau tidak apa-apa?"
Jisu mengangguk lemah. Kata 'tidak apa-apa' sebenarnya disalahartikan 'bingung' oleh Jisu tanpa Jisu sendiri sadari. Ia benar-benar bingung pada apa yang sebenarnya terjadi.
"Sebaiknya kau segera pulang, aku akan segera mencari perhitungan dengan orang itu," kata laki-laki itu begitu saja meninggalkan Jisu yang membatu. Jisu menatap laki-laki itu memasuki mobil yang sedang berhenti itu, mobil yang hampir merenggut nyawanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top