Bab 8 - Selingkuhan Istri
Pagi harinya Bram sudah menunggu Maya di hotel yang sudah dia booking sejak tadi malam, ia sengaja pergi lebih dulu agar bisa bersiap-siap bergulat bersama Maya.
Bram kesal sekali kepada Maya yang tak kunjung datang, padahal ia rela membatalkan meeting demi bertemu dengan wanita itu.
"Kenapa Maya lama sekali?" Bram menggerutu sendiri di dalam kamar hotelnya.
Bram mengambil ponsel, tapi seketika suara ketukan kamar hotel membuatnya kembali meletakkan ponselnya. Pria ini sudah berkimono bersiap bermain di atas ranjang dengan istri dari anaknya sendiri.
"Sayang, kamu lama sekali aku su—" Bram membuka pintu dengan antusias, sayang sekali bukan Maya yang datang.
"Wah, ternyata Ayah sedang menunggu istriku," ujar Edgar dengan nada menyindir. Untung saja dia yang melihat chat dari Bram ketika istrinya tertidur, dan tentu saja Edgar tidak membiarkan Maya membaca pesan itu.
Malangnya, Bram sudah berharap kedatangan Maya, tapi tak disangka malah Edgar yang datang.
"Sepertinya Ayah sangat ingin menggoda istriku." Edgar terkekeh kecil sambil meletakkan pantatnya di sofa. "Apa Ayah tidak malu menggoda istriku."
"Edgar!" sergah Bram mengepal kedua tangannya. "Lancang sekali kamu!"
"Lho? Lancang bagaimana? Emang benar yang aku bicarakan, Ayah ingin mencicip tubuh istriku."
"EDGAR!"
"Tolong pelankan suara Ayah, aku gak tuli." Edgar akan menunjukan siapa dirinya, meskipun pernikahannya bukan dilandaskan cinta, ayahnya juga tidak berhak atas Maya.
Tanpa memedulikan anaknya, Bram berteriak semaunya. "Dasar anak tidak tau diri!"
"Haha … terus Ayah bagaimana? Apakah Ayah atau tepatnya suami yang tidak tau diri?" Edgar tidak hentinya menguras emosi Bram, dia bahkan menunjukkan muka puasnya.
"Kau!" Bram nyaris mendaratkan tangan ke pipi Edgar, tapi dia masih waras dan tak ingin berdebat dengan Edgar.
"Tampar! Ayo tampar, Ayah. Aku tidak keberatan." Eh sih dia malah menyodorkan pipinya membuat Bram seketika panas seolah tak dihargai sebagai seorang ayah.
"Keluar! Jangan menggangguku."
"Baik, tapi aku minta Ayah jangan pernah mengganggu Maya lagi. Ayah harus ingat Maya itu istriku sekarang."
Bram seharusnya bisa merasa senang hari ini, karena berencana bertemu dengan kekasih gelapnya, tapi semua berantakan gara-gara Edgar. Lebih mengejutkan lagi Edgar telah mengetahui hubungan gelapnya bersama Maya.
"Apa hak kamu melarang Ayah?" Ah, si Bram ini gak sadar umur kali.
"Jelas aku berhak, aku suami Maya. Asal Ayah tau aku di sini sebagai suami Maya bukan anak Ayah." Jangan mentang-mentang sebagai ayah merasa lebih berhak, jelas dia tidak peduli. "Ayah harusnya malu dengan diri sendiri, jangan pernah sakiti bunda lagi." Ini bukan pertama kalinya Edgar mempergoki Bram selingkuh, tapi gak pernah dia habis pikir ayahnya bisa berselingkuh dengan seorang gadis, ini Maya beneran burik ya.
"Ck … Edgar Edgar, bisa apa sih kamu? Kamu pikir uangmu cukup buat bahagiakan Maya." Edgar mengepal tangan, lagi-lagi Bram mulai merendahkan pekerjaannya.
"Daripada Ayah gak ada usaha, perusahaan yang Ayah pimpin itu milik Bunda, bukannya Ayah cuma jalankan doang. Aku rasa kalau gak ada Bunda, Ayah pasti berkeliaran kayak gembel di jalanan," balas Edgar. Kalimat Edgar begitu sarkas dan menekan, dia jelas tak suka dengan sikap ayahnya selalu menyakiti Sandra.
"Edgar, kamu harusnya tau dengan siapa kamu bicara?!" Pria ini tampak kesal pada Edgar, hubungan mereka memang kurang baik lantaran ia tidak suka Edgar bekerja sebagai arsitek.
"Ya, aku bicara dengan sugar daddy istriku." Tak habis pikir Edgar sangat berani, dan tampak menatap ayahnya dengan miris.
"Edgar! Jangan keterlaluan!" Edgar tak menggubris, dia malah keluar dari kamar itu dengan membanting pintu.
"Dasar anak durhaka!"
*
"Dari mana?" tanya Maya ketika melihat Edgar baru pulang, pria ini pagi-pagi sudah menghilang entah kemana.
Edgar melirik Maya yang masih terbaring di ranjang, bahkan sama sekali belum mandi, padahal ini sudah siang, matahari saja sudah terik menjulang.
"Kenapa? Kangen?"
"Najis! Kau pikir, kau ngangenin." Ah, seharusnya dia tidak menanyakan kemana pergi pria ini, tidak penting juga, mau Edgar kemana aja, bukan urusannya. Nyesel deh Maya tanya.
"Ya Tuhan, kau harusnya bersyukur mempunyai suami seperti aku." Bibir Maya sampai mengerucut sebal mendengar bahasa yang keluar dari suaminya.
"Menjijikan! Kau itu hanya lalat bagiku, aku ingin semua ini segera berakhir." Maya menghembuskan napas dalam-dalam menahan emosi yang sedang berada di atas ubunnya.
Edgar berdiri mengganti pakaiannya lebih casual. "Sungguh kau jijik? Bagaimana jika aku menciummu?"
Sontak Maya menutup mulutnya agar tak dilahap bajingan satu ini. "Jangan lakukan lagi!" ucap Maya memperingati, cukup malam tadi Edgar berhasil mencium bibirnya.
Jemari Edgar menyentuh rahang wanita ini, terpampang jelas sorotan mata ketakutan. "Kenapa? Apa goyangan ayahku lebih bergairah? Apa kau tak ingin mencobanya bersamaku?" Maya sampai tak percaya pria ini terang-terangan sekali, ngajak gituan pake perbandingan. Ih … sinting.
Maya langsung berlari ketakutan, sebelum Edgar berani menyentuhnya lebih baik dia menyelamatkan diri.
"Maya, kau mau ke—"
"Astaga …." Ketika berlari Maya tanpa sengaja menabrak mertuanya. "Bunda, maaf aku gak sengaja." Maya tertunduk tak nyaman.
"Kenapa? Kok berlari-lari?" Sandra baru saja masak untuk Maya, sejak pagi Maya tidak keluar kamar membuat Sandra khawatir dan berpikir Maya sakit.
"Bunda, sini biar aku bawakan." Edgar mengambil ahli makanan yang bundanya bawa itu.
Sandra menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tahu pasti ini ulah Edgar, sampai-sampai Maya berlari, nasib baik makanan yang ia bawa tak terjatuh. "Edgar pasti isengin kamu ya," tuduh Sandra.
Yes! Ada juga di rumah ini orang yang waras, karena yang dia tahu Edgar sangat tidak waras, otaknya sedikit tergeser.
"Apaan sih, Bun? Nuduh aja, aku itu gak ngapa-ngapain dia." Emang dasar Maya aja takut Edgar sentuh seakan dia monster, kena yang tua nagih, lha dia suami sendiri malah takut. Heran nih kaum hawa ada yang halal, eh doyan dengan si haram.
"Terus? Kenapa menantu Bunda sampai lari-larian gini?" Maya tampak senang banget ada yang bela, padahal dia sendiri sudah main api dengan suami Sandra.
Edgar menyengir, dia tahu Sandra tidak akan membelanya. "Aku tuh ngejar Maya karena dia mau sarapan, tapi dia belum mandi. Lihat tuh busananya, kalau yang ngeliat para laki-laki 'kan gawat ya, Bun." Sandra terkekeh kecil, dia tak menyangka seperti Edgar sangat tertarik pada Maya.
"Astagfirullah … benar juga. Maya sebenarnya ini bukan sarapan lagi, tapi ini menjelang siang, mungkin karena tadi malam kalian begadang ya," ucap Sandra dengan suara mengejek seraya menahan tawa kecilnya.
Maya menatap nanar Sandra, sepertinya Sandra salah paham, dia sama Edgar belum berlanjut goyang ranjang. Iya sih ciuman udah, itu juga Edgar main nyosor.
"Ayo sayang kita kembali ke kamar, biar bisa lanjut buat cucu untuk Bunda." Edgar jadi dosa berbohong dengan bundanya sendiri. Adoh, ini dosa bisa bejibun lama-lama.
"Bunda tunggu ya launching."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top