Bab 18 - Resepsi Pernikahan

Siang ini acara resepsi pernikahan Edgar dan Maya, seluruh keluarga inti sudah berada di hotel. Mereka sudah bersiap-siap menjelang acara. Dan saat ini Maya sedang di ruang make up ditemani Sandra dan Bu Ayu.

"Astaga … menantu Bunda cantik sekali," puji Sandra secara terang-terangan. Dia hanya berkata sesuai fakta, memang hari ini Maya terlihat sangat cantik sekali.

"Bunda bisa aja. Makasih, Bun." Maya tersenyum dari pantulan cermin. Entah kenapa Maya jadi deg degan begini, kayak mau ketemu pacar gitu.

"Kamu grogi ya?" tebak Sandra, dia bisa merasakan muka cemas Maya saat ini, Sandra pernah muda juga, dan bisa merasakan kekhawatiran Maya.

"Gak kok Bun," jawab Maya.

Sebelum menuju hotel Maya dan Edgar perang dingin, Maya marah karena Edgar mencoret wajahnya, tapi kemarahan Maya hilang saat Edgar mengecup bibirnya sekilas. Herannya, rasa takut dulu membabi buta menghilang, padahal ketika mereka belum menikah untuk satu lift bersama Edgar membuatnya nyaris mati karena ketakutan.

Namun, kenapa rasa itu hilang? Mereka bahkan menikah belum lama. Apa senyaman itu bersama Edgar? Atau hal lain yang membuat hati Maya nyaman dan tenang.

Tidak … tidak … tidak mungkin rasa itu. Rasa yang selalu dia rasakan bersama Bram. Toh ini hanya prasangkanya saja, pasti tidak rasa lain.

Bu Ayu tidak ikut nimbrung, karena merasa bersalah pada Sandra. Walau bagaimanapun Maya dan Bram telah berselingkuh, jika Sandra tau Maya simpanan suaminya, dia tak yakin Sandra bisa sebaik itu dengan Maya.

"Oh iya, Edgar di mana ya, Bun?" tanya Maya. Tadinya pria itu ada di kamar ini juga, tapi setelah selesai mengenakan setelan jasnya Edgar menghilang entah kemana.

"Bunda juga gak lihat Edgar dari tadi, mungkin dia ketemu kakeknya." Kakek? Gawat nih, Bram pernah bercerita kakek Edgar sangat galak dan menakutkan. Dan Edgar cucu kesayangan kakek Adi guna.

"Ya sudah biar Bunda cari Edgar dulu."

"Gak perlu Bun, aku udah di sini." Edgar datang, lama-lama Edgar udah sama kayak jelangkung, datang sendiri perginya main hilang aja. Tapi Edgar tidak sendiri, dia bersama kakek Adi.

"Kek, kenalkan ini Maya istriku." Edgar meraih tangan Maya untuk berkenalan dengan kakeknya. Lagipula saat akad nikah kakek Adi tidak sempat datang.

"Halo Maya, saya sering dengar tentang kamu dari ibumu," ujar Adiguna tanpa senyum. Maya mencium tangan kakek sebagai bentuk penghormatannya kepada orang yang lebih tua.

"Senang bisa bertemu Kakek," ucap Maya. Bram mendadak datang ke kamar itu, Maya melotot melihat Bram, pasalnya kini Edgar merangkul pinggangnya dengan erat.

Edgar tampak tersenyum tipis melihat kedatangan ayahnya, dia semakin merangkul Maya dengan kuat, meskipun Edgar tau Maya berusaha melepaskannya. "Sayang, Kakek ini sudah siapkan honeymoon kita berdua."

What? Honeymoon? Kok pake acara honeymoon sih, hubungan mereka gak seperti pasangan suami istri yang lain. "Aku rasa gak perlu honeymoon deh Kek, soalnya aku dan Edgar sama-sama sibuk."

"Kamu itu dari dulu selalu gak mau repotkan orang lain." Maya mengerutkan dahinya bingung.

"Dari dulu Maya selalu mandiri, semuanya selalu kerjakan sendiri. Tapi tenang saja kali ini aku pasti kami akan honeymoon," ucap Edgar membuat mulut Maya terbuka lebar, lama-lama bisa jadi sarang lalat juga tuh mulut.

"Wah … Kakek bangga sekali sama kamu Maya." Pujian selalu Maya dapatkan dari kakek Adiguna, tapi Maya fokus dengan tatapan Bram yang sangat tidak suka, apalagi sejak kejadian di kantor kemarin Maya belum sempat bertemu dengan pria paruh baya ini.

["Aku cemburu."] Maya membuka chat dari Bram yang memang sejak kemarin dia tunggu.

Edgar melirik ponsel Maya, dia dapat mengintip isi chat ayahnya. Edgar bingung ayahnya sama sekali tidak jera mengganggu ketentraman rumah tangga dia dan Maya.

Saat Maya ingin membalas chat dari Bram, Edgar dengan berburu merampas handphone istrinya. "Sebentar lagi acara akan dimulai. Ayo kita keluar dari sini!"

Maya merasa Edgar menjadi posesif, segala ponselnya aja harus Edgar yang pegang. Bodohnya, Maya hanya terpaku pasrah. Maya menunduk melewati Bram, dia tak bisa berbuat apa-apa, karena tak ingin ada siapapun curiga dengan pernikahan penuh kepalsuan ini.

*

Para tamu undangan mulai berdatangan, satu persatu memberikan selamat atas pernikahan mereka. Pesta pernikahan mereka begitu meriah, tema classic yang dipilih Edgar terkesan sangat mewah.

Sudah tiga jam Maya berdiri, rasanya tulang Maya rontok semua, pegal sekali karena tamu tidak habis-habisan datang menyalami mereka.

"Kau capek?" tanya Edgar pelan. Ekor matanya terus melirik Maya yang lelah, muka istrinya juga tampak pucat.

"Pertanyaan apa itu Edgar, pasti kau sudah tahu jawabannya," sahut Maya. Tidak seperti biasa selalu nyolot, kali ini Maya mericau pelan.

"Sabar sebentar lagi acaranya selesai." Efek lelahnya Maya tidak banyak bicara. Dia ingin sekali membanting bokongnya di sofa.

Pemandangan Maya terasa kunang-kunang, kepalanya terasa berat sekali. Dia memijat pelan dahinya sambil menopang kepalanya di pundak Edgar.

"Kalau kau capek duduk aja." Edgar membantu Maya memijat kepala istrinya.

"Kalian romantis sekali," puji gadis cantik yang terkekeh melihat mereka terjebak dalam pernikahan.

"Anes, gue lagi malas berdebat sama lo!" sahut Maya berlirih. Anes sahabat baik Maya dan sekaligus orang kepercayaannya masalah pekerjaan. Anes salah satu saksi setiap mereka melakukan keributan, siapa sangka dia bisa melihat dua musuh ini menjadi sepasang suami istri.

"Selamat atas pernikahan kalian yang wow ini, gue harap kalian cepat dapat dede bayi gemes," kata Anes dengan muka mengejek, jika saja Maya tidak lemas, dia sudah menjambak rambut sahabatnya ini.

"Sembarangan lo! Itu gak akan pernah terjadi," gumam Maya.

"Alah … bisa apa lo kalau Tuhan berkehendak." Lama-lama nyebelin banget nih Anes, nyesal Maya mengundangnya, tau gitu gak perlu dia minta Anes menghadiri pesta pernikahannya.

"Udah, udah, kasian istri aku lagi sakit." Edgar sekarang mendadak sok perhatian gini, aneh amat sih. Maya jadi seram juga sama Edgar. Jangan-jangan ada niat terselubung, dia pun mendadak menjaga jarak.

"Sumpah kau membuat aku curiga, Edgar!" ketus Maya mendelik sinis. Edgar mendesah heran, perempuan ini memang manusia paling ribet ya, dibaikin salah, dijahatin lebih salah lagi.

"Curiga gimana? Apa kau pikir aku ini penjahat, hah?!" geram Edgar. Di atas pelamin mereka menyempatkan diri untuk ribut, padahal masalah sepele.

"Kenapa kau jadi baik gini? Pasti ada maksud 'kan, aku tau kau menginginkan apa dariku," ungkap Maya. Para tamu sempat terdiam melihat mereka berselisih. Sedangkan Anes menggaruk kepalanya tak gatal, aduh ini salah dia.

"Apa? Coba bilang kalau kau berani," tantang pria ini. Edgar tau isi kepala Maya, istrinya itu pasti menduga tujuan Edgar hanya ingin memisahkannya dan Bram, lagipula mereka memang tidak cocok, bisa dibilang seperti pasangan menjijikan.

"Kau cuma—" Maya tak melanjutkan kalimatnya, tatapan Bu Ayu mewakili kerisihan para tamu, ada juga yang tertawa. Bodohnya Maya mempermalukan diri sendiri.

"Hehehe … maaf istri saya lagi cemburu, barusan ada mantan pacar saya yang datang." Sedikit penjelasan Edgar membuat tamu yang mendengar kericuhan mereka mengerti dan terkekeh kecil.

"Edgar, kau!" ucap Maya pelan dengan menekan nada suaranya.

"Aku hanya berusaha melindungi istriku," ujar Edgar datar.

Maya terpaku sesaat sambil menatap pria itu, ternyata Edgar tidak seburuk bayangannya, baik juga, meskipun alasannya mengesalkan, tapi no problem.

"Apa masih lama? Kepalaku kembali sakit," keluh Maya. Dari pagi Maya hanya makan sedikit, apalagi dia tidak sempat untuk beristirahat ketika baru menginjak hotel ini. Ia langsung make up ala pengantin.

"Ya udah duduk aja, biar aku mengurus tamu." Maya duduk bersender, dia jadi kasihan Edgar harus berdiri sendiri tanpanya.

Bram melihat Maya yang sudah lemah, dia berinisiatif mengambil air untuk wanita cantik satu ini. Namun baru melangkah mendekat Edgar sudah menghalanginya.

"Ayah baik sekali, makasih loh Ayah." Ucapan Edgar menumbuhkan kemarahan di hati Bram, dia tidak terima kekalahan termasuk dengan anak sendiri, tidak peduli bagaimana Maya hanya akan tetap menjadi miliknya.

Ekspresi Bram sangat kesal, dia membiding Edgar dengan tatapan sengit. Jika tidak lupa ini acara penting sudah ia seret Edgar menjauh, semakin hari Edgar bersikap kurang ajar.

Sementara Maya mati-matian menahan rasa sakit di kepalanya, rasanya ingin pecah dan meledak. Entah kapan pesta tak penting ini berakhir, Maya sudah sangat lelah sekali. Napasnya terasa sesak seperti ada sesuatu menekan jantung.

"Ed—- Edgar … ak— aku …."

Bruk!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top