Bab 16 - Kejahilan Edgar
Maya duduk di kamarnya, dia uring-uringan sendiri. Dia tidak mungkin berbagi ranjang bersama Edgar, tempat tidur kamarnya tidak sebesar rumah Edgar atau apartemennya. Sudah sering Maya mengajak ibunya pindah dan mengganti beberapa perabotan di rumah ini, tapi Ayu selalu menolak.
Sebagai anak Maya hanya menurut saja, lagipula rumah ini milik mendiang almarhum kakeknya. Dulu Maya pernah mengajak ibunya tinggal bersama di Jakarta, tapi seperti biasa Ayu selalu menolak.
"Edgar, kau menyingkir dari tempat tidurku." Maya menarik tangan perkasa Edgar, dia tak sudi berbagi ranjang yang sempit bersama Edgar.
"Kau itu istri harus mengalah sama suami. Tidur di lantai sana!" Maya ternganga tak percaya, mulai berani nih orang. Ini kan kamarnya kok serasa yang mulai punya kamar.
Tentu saja Maya tak terima, dia mengambil bantal di kepala Edgar, lalu memukuli Edgar dengan kencang.
"Astaga, auch … kau gila!" teriak Edgar sampai membuat Ayu khawatir, takut ada apa gitu, maklum Edgar kan anak kota, mana tau tak terbiasa tidur di desa.
Tok … Bu Ayu mengetuk kamar Maya tiga kali dengan keras, Maya menoleh ke pintu. "Maya, ada apa dengan Nak Edgar?" tanya khawatir Bu Ayu di balik pintu.
"Nggak pa-pa kok Buk, biasa pengantin baru masih sempit." Anjay gila si Edgar, maksudnya apa coba ngomong gitu. Najis Maya mau begituan dengan Edgar, untung kagak rugi iya.
Bu Ayu langsung terkekeh mendengar sahutan asal Edgar. "Ya sudah, Ibu pikir kalian kenapa. Maaf mengganggu, lanjutkan bikin cucu buat Ibu."
'Suami sialan! Belum pernah dicincang-cincang apa? Mau aku jadikan rendang daging.' Maya membatin dalam hati.
"Buruan lagi Edgar, aku mau tidur," ujar Maya tidak sabaran, matanya sudah krisis tinggal lima watt. Maya mendorong tubuh Edgar hingga terjatuh di lantai.
"Pelan-pelan dong!" gerutu Edgar merasa kesal karena Maya membuatnya terjatuh.
"Bodoh!" balas Maya dengan muka datar.
'Dasar pria menyebalkan! Mimpi apa sih aku menikah dengan dia, suka kepo, dan sekarang sok menguasai kamar aku.' Maya menatap Edgar kesal.
"Ngapain lihat-lihat? Awas naksir ntar," goda Edgar diiringi tertawa kecil.
"Idih, siapa yang lihatin? Jadi laki gak usah kege'eran kenapa? Muka kau itu standar, gak ada ganteng-gantengnya, masih juga gantengan kambing kepala desa," sahut Maya seperti mercon yang meledak-ledak.
"Gak mau ngaku lagi, udah jelas mata kau itu lihat aku." Edgar semakin suka melihat Maya marah-marah seperti sekarang.
"Sana kau tidur!" ketus Maya rebahan memalingkan wajahnya. Mood-nya hari ini sangat sangat berantakan, pertama Edgar mencacinya, sekarang dia datang tanpa diundang eh pake acara menginap lagi.
"Ya sudah kalau gitu kau geser, aku gak bisa tidur di lantai." Itu cuma sekadar alasan Edgar, dia sengaja mendekati Maya agar wanita ini jatuh cinta padanya.
"Ogah!"
"Buk, Ma—"
"Edgar, kau ini tukang ngadu!" tukas Maya jengkel.
"Semuanya itu adil dalam cinta," gumam pelan Edgar, tapi masih terdengar jelas di telinga Maya, sehingga membuatnya tertawa gelitik.
'Hahaha. Cinta? Apa kau mengigau?' Maya membatin. Maya tidak termakan dengan kejahilan Edgar, memang benar Edgar hanya menggoda Maya, tapi wajah pria ini terlihat serius, saking serius ingin sekali Maya tonjok aja, biar tau rasa.
Namun, jauh dari teramat dalam Maya merasa takut. Mungkin saja Edgar benar jatuh cinta padanya, kalau iya gimana? Maya bisa galau bukan main melihat ayah dan anak mencintainya.
"Eh, dia bengong lagi. Buruan geser, aku juga mau tidur." Maya tak punya pilihan lain, kemudian dia menggerakkan tubuh yang mungil agar Edgar dapat tidur di sampingnya.
Semakin lama Maya ngeri juga berdekatan dengan Edgar, bisa-bisa Edgar nafsu lagi dengan dirinya. Mendadak jantung Maya berdegup kencang, dug … dug … suaranya begitu keras, wajah Maya berubah menjadi merah saat Edgar menaiki ranjang, dan berbaring di samping Maya.
"Gugup ya tidur berdekatan gini." Edgar menatap Maya sambil menaik turunkan alisnya berulang kali.
"Gak!"
"Ah … bohong, keliatan banget gugup. Coba balik badan, lihat aku sini." Edgar menantang Maya dengan berani, mereka berdua memang belum pernah berdekatan seperti ini, tempat tidur Edgar kan besar buat mereka bisa jaga jarak.
"Kau hanya ingin menggoda, ingat jangan coba modus!" gertak Maya.
"Eh, kau tak waras! Coba kau lihat ini sempit, kau pikir kalau tidak berpelukan gini salah satu kita gak jatuh." Dengan santai Edgar memindahkan tangannya ke atas pinggang Maya.
Bulu kuduk Maya berdiri seketika, ia bisa merasa nafsu halus Edgar berhembus di permukaan tengkuk lehernya. "Le—lepaskan! Kau jangan macam-macam aku teriak nih."
"Teriak saja. Palingan ibu mengira kita lagi buat bayi." Maya membalikan tubuhnya ingin mengomeli Edgar, tapi malah bibir mereka saling bertemu.
"Edgar!"
*
Dari tadi Edgar belum bisa tidur, sedangkan Maya sudah pulas dengan mimpinya yang melambung entah kemana. Dia memandangi wajah cantik, Edgar mengulas senyum keci di sudut bibirnya.
"Ck … Maya kau memang cantik, tapi kenapa kau harus mencintai aki tua seperti ayahku," guman Edgar pelan. Edgar menyingkirkan rambut menutupi wajah Maya.
"Bagaimana cara aku membuatmu jatuh cinta? Aku sama sekali tidak berniat pernikahan akan berakhir nantinya." Meskipun dia setuju usul pernikahan kontrak yang Maya ajukan, dan belum ada perasaan cinta antara mereka. Namun dalam benak Edgar ingin mempertahankan pernikahan mereka, dia percaya cinta itu datang karena terbiasa.
Karena bosan Edgar melirik benda ada di meja rias, dia mengambil satu lipstik berwarna merah merona, lalu Edgar duduk samping sambil melukis bebas di muka Maya. "Kau pasti akan berteriak saat terbangun nanti."
Edgar mencoret namanya di dahi Maya. "Biar semua orang tau kau itu sudah punya suami, lagian jadi perempuan kok ganjen amat," ucap Edgar mengulum tawanya, jika saja Maya terbangun tawanya akan mengelak seisi kamar ini.
"Astaga, pake acara kebelet pula." Edgar meletakan lipstik kecil itu di atas nakas, dia hendak ke kamar kecil, kebetulan toilet rumah Maya berada di luar, ya maklum perdesaan. Syukur-syukur masih ada toilet.
Pria ini celingak-celinguk, ternyata seram juga kalau malam, udah suara khas jangkrik bikin dia tak biasa, kalau di kota kan banyak suara mobil dan motor doang.
Setelah selesai buang air kecil, Edgar kembali masuk ke rumah, baru juga melangkah masuk, tapi dia merasa ada tangan menyentuh bahunya. "Astaga, apaan nih. Sumpah serasa ada di film horor."
"Nak Edgar."
"Ya Tuhan, Buk. Hampir jantung Edgar copot, kirain siapa gitu." Bu Ayu tertawa kecil.
"Kamu pikir ibu dedemit gitu," tebak Bu Ayu membuat Edgar tersenyum lebar.
"Gak gitu, Buk. Edgar kaget aja."
"Kaget atau takut?" ucap Bu Ayu setengah menggoda. Bu Ayu memang sering keluar mengambil wudhu setiap malam untuk sholat tahajud.
"Hehehe … Ibu tau aja. Oh ya, Ibu ngapain malam-malam begini keluar?" tanya Edgar sambil berjalan masuk ke dalam rumah bersama Bu Ayu.
"Ibu habis sholat tahajud di masjid."
"Lho kok gak di rumah aja, Buk."
"Masjidnya depan rumah, ya nggak pa-pa dong di masjid." Benar juga ya, Edgar kagum sekali sama Bu Ayu, dia jadi malu pada diri sendiri. Sholat Edgar masih belang kambing, sedangkan mertua sepertinya orang yang rajin sholat, tapi membuatnya heran kok punya anak kelakuan seperti itu.
"Buk, boleh Edgar tanya soal Maya."
"Tentu saja boleh, kamu kan suami Maya." Bu Ayu berkata dengan lembut sekali, beliau orangnya memang terlihat lembut, tidak seperti anaknya, Maya bersaing dengan suara toa.
"Ini soal masa lalu Maya." Bu Ayu menghempaskan napas kasar.
"Dulu saat Maya baru lulus sekolah, dia hendak bertemu temannya di gudang pabrik tak jauh dari sini, pasti kamu tau pabrik itu kan milik keluarga kamu." Edgar memang tahu tapi dia tidak pernah menginjak kaki di sana.
"Di sana Maya tiba-tiba dipukul dari belakang, mata Maya saat itu ditutup hingga dia gak tau orang yang telah bertindak senonoh padanya."
"Kenapa tidak melaporkan polisi, Buk?" Bu Ayu tersenyum.
"Sudah Nak Edgar, tapi Maya tidak memiliki bukti yang kuat."
"Bukankah di pabrik ada CCTV." Edgar tau betul, seluruh pabrik meski kecil selalu terpasang CCTV.
"Tadinya Ibu juga berpikir begitu, tapi ternyata di bagian gudang CCTV-nya rusak." Edgar memutar bola matanya berpikir, masa rusaknya hanya di bagian gudang. Edgar jadi curiga, dan merasa ada sesuatu yang aneh.
"Ibu tau pelakunya?" Bu Ayu menggeleng.
"Sejak itu Maya trauma dengan laki-laki."
"Lalu ayah?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top