Bab 11 - Kekesalan Bram

Wajah Bram tampak jengkel, belum juga ia sampai ke liang lembah sempit Maya, tapi sudah diganggu dengan kehadiran Edgar. Anak itu sama sekali tidak memandangi dia sebagai ayahnya.

Dia memasuki kamar melihat Sandra terbangun dari tidur, ia tertunduk takut. Bisa dibilang dia suami takut istri, Bram bisa sesukses ini karena Sandra, semua yang dia miliki adalah milik Sandra, kalau bukan Sandra, mungkin Bram hanya nyamuk jalan gak ada harganya.

"Dari mana kamu, Mas?" tegur Sandra dari ranjang, ia sangat haus ingin sekali minum, tapi air di gelasnya telah habis.

"Dari dapur ambil air."

"Airnya mana?" tanya Sandra melihat tangan kosong Bram, kayaknya suaminya ini bohong.

"Ketinggalan di dapur," jawab Bram dengan suara malas. Akibat Edgar semua rencananya berantakan, sialnya kepergok lagi.

Sandra tampak curiga, tidak biasanya Bram seperti ini. Suaminya itu juga jarang sekali keluar kamar di malam hari, apalagi melihat mukanya yang kesal. "Mas, kamu ada masalah?" tanya Sandra kepo.
Pertanyaan Sandra seketika membuat Bram menyadari sikapnya akan membuat sang istri curiga. Dia pun tersenyum dan menghampirinya. "Aku tadi dapat telpon dari kantor, dan seperti biasa ada masalah sedikit di kantor."

Dengan polosnya Sandra percaya saja, selama ini dia selalu meminta orang untuk menguntit suaminya, namun tidak ada yang mencuriga, Bram selalu sibuk dengan pekerjaannya. Yah, walaupun dulu Bram seringkali bermain api dengan wanita lain, tapi mungkin saja Bram kini sudah Bram.

Sandra tidak berdaya, dia setahun belakang ini kerap kali sakit-sakitan. Dia juga tak bisa mengurus perusahaan dengan baik lagi, atau sekadar memantau keuangan, dan bagaimana pekerjaan Bram di sana. Sebenarnya dia berharap sekali dengan Edgar bisa membantu Bram mengurus perusahaan keluarga mereka, tapi Edgar sudah memilih menjadi arsitek, dan dia tidak bisa apa-apa selain mendukungnya.

"Apa perlu bantuanku?" Bram menggeleng pelan sambil mengelus wanita ini.

"Tidak, masih bisa menangani semua ini." Sandra merasa lega, dan kembali berbaring, tapi Bram malah menahan lengannya.

"Ada apa?"

"Layani aku malam ini." Tidak dapat dari simpanannya, istri sah pun jadi.

"Tapi kita sudah lama—-"

"Sshhhttt … ayolah, aku menahan karena kamu sakit, bagaimanapun aku laki-laki dan butuh pelayanan dari istri." Sandra menghela napas panjang, dia tampak enggan tapi sepertinya Bram sangat mengingin itu.

Setiap hari Bram hanya melihat istrinya berbaring di ranjang tanpa melayani dia. Wajar saja kalau dia bersyahwat dengan wanita lain, toh istrinya gak berguna.

"Tapi Mas, aku habis minum obat."

"Apa hubungannya?"

"Aku mengantuk." Sandra selalu mencari cara untuk menolak Bram dengan lembut, dulu ketika menikah usia mereka cukup muda, dan belum siap, Sandra terpaksa menikah karena terlanjur hamil dengan Bram.

Tubuh Sandra mulai sempoyongan, ia masih dalam pengaruh obat dan mulai mengantuk. Melihat istrinya seperti itu membuat isi otak Bram semakin tak waras, ia malah memanfaatkan Sandra sebagai pelampiasan nafsunya.

Bram melucuti seluruh pakaian Sandra, memang tubuh wanita ini tak seindah Maya, mulus, ramping, tentu saja tidak sekendor Sandra.

"Aku akan melakukannya dengan lembut, tanpa kau sadari." Bram mengisap lembut dada wanita ini, sesekali ia menjilatinya.

Puas dengan payudara Sandra, Bram turun ke liang milik istrinya, sudah lama rasanya si pedang tidak memasuki lembah Sandra.

Perlahan Bram menyentuh bagian luar inti milik Sandra. "Ahh sudah lama aku tidak melakukan ini, Sandra."

"Ahhh … shhh!" Sandra mendesah, meski tertidur dalam pengaruh obat wanita ini masih merasakan gairah.

Senjata tajam menerobos liang Sandra, pelan-pelan ia melakukan itu, hingga batang keras berhasil berada di lembah menurun naik dengan guncangan.

"Shit! Kau pengganti kegagalanku malam ini." Bram meremas lembut payudara yang sudah mengencang sejak tadi. Ia dari dulu tak tau alasan Sandra tidak ingin dia sentuh, apakah karena dia pernah selingkuh? Sehingga wanita ini merasa jijik.

"Auch …." Sandra terbangun dan melihat Bram sudah menindik tubuhnya. Dasar Bram bajingan! Tidak bisa dipercaya dari dulu.

"Mas, apa yang kamu lakukan?" gumam Sandra sedikit mendengus.

"Maafkan aku sayang, aku tidak tahan lagi," ungkap Bram jujur, awalnya Sandra menolak, tapi pergerakan Bram semakin kencang membuat hasratnya berada di atas ubun-ubun.

Miliknya lumayan terjepit, walaupun tak sesempit milik Maya yang selalu membuat Bram nagih.

Sandra seperti mengejang, sekujur yang tadinya lemah malah menjadi kaku. "Ahhh Mas, sakit …." Ia tau batang Bram besar, dan selalu membuatnya meringis.

"Ini sudah lama, aku menginginkannya."

"Aahhh!" desahan kecil selalu lolos dari mulut Sandra.

*

Maya terbangun dari tidurnya, tubuhnya terasa besar kala ia tersadar ada tangan melingkar di perutnya.

"Dasar suami kurang ajar!" Maya berteriak dan sontak menendang Edgar hingga terjatuh dari atas tempat tidurnya sendiri.

"Auh … shit! Gadis sialan!" umpat Edgar meringis kesakitan, bukan saja kesakitan punggungnya, tapi ia terkejut.

"Eh gadis kunti, apa yang kau lakukan? Kau pikir aku ini guling, hah?" cecar Edgar kesal, bahkan istrinya ini lebih dari kunti, dia lebih pantas disebut mak lampir atau sejenisnya.

"Kau bilang apa? Aku kunti, kau itu buta? Banyak laki-laki kurang beruntung sudah aku tolak." Yah, bisa dibilang memang Maya sangat cantik, mana ada sih yang tak tertarik pada Maya, bukan saja cantik, namun juga mempesona.

Edgar melirik sekilas, memang benar sih Maya cantik, tapi sayang sekali Maya wanita bodoh yang mencintai pria yang sudah menikah. "Haha … kau memang cantik."
Maya tersenyum bangga, jelas saja dia cantik.

"Tapi sayang kau hanya simpanan ayahku." Ucapan Edgar berhasil meruntuhkan kebanggaan Maya. Menyebalkan! Memangnya ada yang salah jika dia simpanan, lihat saja ketika dia berhasil merebut Bram dari keluarga terlihat harmonis ini.

"Jaga bicaramu tukang mesum!" ucap Maya sambil menyimpul rambut panjangnya.

"Bukannya kau suka sama yang mesum," sahut Edgar santai, Maya terjenggit. Ah tidak! Pria ini lama-lama membuat otaknya semakin gesrek.

"Apa kau bilang? Aku suka sama yang mesum, menjijikkan! Lupa apa yang kau lakukan semalam dan barusan kau tidur sambil memelukku."

"Aku meminta hakku, itu wajar, aku memeluk karena kedinginan, tadi malam hujan deras, apa kau tidak dengar?" Dia sendiri tidak sadar telah memeluk Maya saat tidur.

"Emangnya iya?"

"Hemmm …."

"Kau menyebalkan, Edgar!"

"Kau diam atau aku cium." Kalimat sarkas Edgar berhasil membungkam mulut Maya, ia bahkan reflek menutup mulut, amit-amit Edgar menyentuh bibirnya lagi.

Edgar tersenyum nakal hendak melekat, seketika itu pun Maya membulatkan matanya. 'Tidak! Dia mau apa?'

"Kau mau apa? Jangan menciumku atau aku akan—-"

"Akan apa?" sambar Edgar menelisik pucat wajah Maya. Ancaman wanita itu sama sekali tidak termakan olehnya, saking tak pedulinya, ia malah menempelkan bibirnya dengan berani ke bibir Maya. "Tenang saja, aku tidak menciummu, kau belum gosok gigi, 'kan."

Memang dasar bajingan tengil, memangnya mulutnya bau bangkai, meski belum gosok gigi tapi ia sama sekali tidak sebau itu. "Kau!"

Karena kesal tak terima dengan perkataan Edgar, justru Maya spontan mencium bibir Edgar.

Pria ini malah menggoda Maya, dia bahkan dengan melumat bibir Maya hingga keliarannya muncul.

"Bukannya kau tak ingin menciumku?" Maya sejenak melepaskan ciuman hotnya.

"Kau benar, tapi aku butuh kehangatan," balas Edgar terus tak mau menyerah mencumbu wanita ini.

Edgar kembali mencium bibir Maya dengan ganas, sesekali ia menggigit kenyal daging lembut itu membuat si wanita membuka lebar mulutnya.

Maya meremas-remas rambut suaminya, ternyata ciuman Edgar sangat ia nikmati, tadinya dia ogah disentuh Edgar, tapi jika cuma bibir tidak masalah 'kan.

"Kau sangat menikmatinya? Apa kau mulai bergairah?" Edgar tidak berpengalaman, dia hanya sering mendengar cerita dari teman-temannya, lantaran mereka banyak yang sudah menikah.

Mendengar penuturan menyebalkan dari Edgar, sontak Maya mendorong jauh Edgar. "Kau yang memaksaku, dan aku sama sekali tidak nafsu denganmu," kata Maya dengan tegas dan sedikit menekan.

"Kau yakin?"

"Ya!"

"Baiklah. Nona perfect, mandilah sana, kita akan pergi"

"Ke mana?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top