Bab 1 - Simpanan Sugar Daddy

"Aku harus kembali ke Surabaya, Sayang." Di dalam mobil Bram berkata dengan lembut. Satu kecupan hangat pun ia tempelkan di bibir Maya.

Ketika sudah waktunya Bram harus kembali ke Surabaya, Maya menyenderkan kepalanya, ia masih sangat merindukan Bram, lagi pula mereka hanya bisa bertemu sebulan dua kali, itu juga Bram selalu meminta di hotel, ya alasannya klasik takut ada yang mengetahui hubungan gelap mereka.

Belum sempat rindunya terobati, namun Bram harus meninggalkannya lagi. "Tidak bisakah satu hari lagi kita bersama?"

Dari nada suara Maya, ia terdengar sangat masih menginginkan pria itu.

"Sayang mengertilah, aku harus ke Surabaya, ada istri dan anakku yang akan pulang." Bram bahkan sudah memiliki seorang anak yang usianya mungkin tak jauh berbeda dengan Maya.

"Tapi Mas, setidaknya sehari saja." Maya membuka dua kancing kemeja miliknya memperlihatkan gunung kembar membusung ke depan. Ah … montok sekali, seperti minta diremas.

"Jangan suka memancing seperti ini, May." Bram mana bisa tahan melihat kode seperti ini, basement sepi membuat mereka memulai permainan nakalnya.

Bram mencelupkan tangannya di dalam kemeja Maya, dia langsung meremas kekenyalan buah yang montok ke depan milik gadis yang sudah tak perawan ini.

Mata Maya terpejam itu menandakan tubuhnya mulai terangsang, saat dia memainkan benda coklat berada di bagian dadanya.

Maya adalah gadis yang selalu bisa membuat Bram tergoda, bibir Maya sangat enak ketika mereka ciuman, tidak ada bagian tubuh Maya tak menarik, semua nyaris sempurna di matanya. Kepribadian yang manja, tapi sok kuat, mendominasi ada rasa sakit selalu disembunyikannya.

"Mas, kenapa kita tidak lanjut di apartemen saja." Ia menghentikan sejenak tangan nakal Bram berlayar, meskipun parfum tubuh kekasihnya menyeruak menusuk hidungnya.

Bram menolak dengan menggelengkan kepalanya, ia sangat berhati-hati dalam bertindak, apalagi kota asing ini banyak mengenalnya, dia bahkan punya usaha batu bara.

"Kamu tau betul alasannya?" Jari-jari menyapu wajah Maya perlahan, lalu menurunkan kembali ke gunung kembar.

"Ahh … aku benci perpisahan seperti ini," cecar Maya, dia resiko menjadi simpanan, tidak akan pernah bisa mendahului istri sah Bram, andai dia yang menjadi istri laki-laki ini, ia berharap wanita itu mati agar dirinya bisa menggantikan posisi istri sah sugar daddynya.

Mata Maya kembali mengerjap beberapa saat, tubuh Bram kini menempel semakin dekat, bahkan pria ini rela berpindah ke bangku sampingnya yang sempit. Ia mencium telinga Maya, dia sangat tahu bagian sensitif wanita ini, Maya terjungkit dengan senyum menggoda.

"Maya, aku tau perpisahan sangat menyakitkan, tapi harus kamu tau, aku tidak akan pernah meninggalkanmu." Bram melumat perlahan bibir Maya.

Lalu bosan dengan bibir Maya, Bram mengulum benda menyembul di depan. Tangannya yang aktif mulai mengeluarkan rudal berbentuk panjang, ia pun menuruni CD bersembunyi di balik rok pendeknya.

Bram memang sangat ahli membuatnya puas, tubuhnya basah seakan habis maraton. "Ahh!" Rasa sakit pun ia rasakan ketika si batang memaksa masuk lembah sempit milik Maya, bukan saja sempit tapi kesat, seperti masih perawan. Ah, sekarang itu banyak perawatan tubuh dari wajah hingga sampai ke bagian sensitif ada.

"Mas, uhh, ayo masukin cepat." Bahkan Maya tak sabar ingin merasakan pedang Bram, padahal baru tadi pagi mereka melakukan adegan panas ini.

"Aku sudah berusaha, Beb." Satu hentakan ia lakukan, akhirnya si junior mendarat dengan benar, ia mengguncang tubuhnya naik dan turun, aksi mereka tidak seluas biasanya, mereka harus merasa saling sempit-sempitan.

"Aah uhh." Ia menjilati leher Maya, hentakan semakin terasa beringas, bibirnya kadang berlari mencuri ciuman, lalu mendarat kembali ke leher, lalu gunung gede.

Setelah memastikan cairan kental keluar, Bram tersenyum puas, kemudian ambruk di pelukannya. Keringat bersimbah membasahi tubuh keduanya.

Keduanya segera membenahi pakaiannya, Maya merapikan rambutnya yang telah berantakan. "Apa kamu yakin akan pergi sekarang juga?" tanya Maya, ia masih ingin bersama. Bodo amat  lah jika ia dianggap egois, tapi kenyataan memang ingin masih bersama Bram.

"Yes, they are waiting, I hope you understand." Maya memasang muka kecutnya, kenapa keluarganya selalu menjadi nomor satu? Sedangkan ia tak pernah diutamakan. Dia udah cinta lho sama Bram.

"Mas, kenapa aku tidak tinggal di Surabaya saja, biar kita bisa bertemu setiap saat." Ah, Bram tidak mungkin membiarkan Maya tinggal di kota yang sama dengan dirinya, Sandra istrinya itu totaliter, mata-matanya berkeliaran, tidak akan ada jalan untuknya bertemu Maya seperti ini.

"Kamu tau alasannya bukan?" Hal yang sangat mustahil dan tidak akan pernah ia biarkan. "Itu tidak mungkin, dan apa kamu mau aku kita berpisah?" Maya menggeleng, tidak … dia tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Kalau begitu kapan lagi kita bertemu?" Maya pasrah dengan keputusan Bram, mau bagaimana lagi? Ini resiko karena telah mencintai pria yang sudah beristri.

"Seperti biasa, dua minggu lagi sayang. Aku usaha kita lebih lama bersama," ujar Bram sambil mengelus bibir ranum Maya.

Saat itu, Maya langsung sumringah, tak masalah waktu mereka begitu singkat. Yang penting setelah ini mereka akan bertemu lebih lama, kadang Maya ingin jika Bram menikahi, tak peduli harus jadi istri kedua, dia rela. Bahkan cap pelakor akan menyeruak.

Maya mengangkat bahunya, dan mengancing satu persatu kemejanya, lalu bersandar di pundak Bram yang sudah duduk di depan setir mobilnya. "Mas, aku sangat mencintaimu." Kalimat itu akan terdengar jijik jika orang lain mendengar, tapi sayang sekali hubungan mereka tidak ada yang mengetahui.

"Aku juga." Dia mengecup bibir Maya sekilas.
Maya turun dari mobil, perpisahan memang menyakitkan, lalu ia melambaikan tangan tanda perpisahan.

Maya tersenyum saat mobil sudah menjauh dari area gedung apartemennya, ia berjalan pun memasuki lobby apartemen.

"Hey Nona perfect, dari mana saja kau?" Maya mengerucutkan wajah, ia tak mempedulikan pria yang baru saja menyapa. "Mobil pacar? Aku tidak pernah melihat wajahnya."

"Kenapa kau tidak mengurus diri sendiri? Jangan mengusik hidupku!" ucap Maya galak, ia mengacuhkan pria ini, melihat mukanya saja malas.

"Semalaman kau tak pulang? Aku jadi rindu mendengar teriakanmu." Astaga, ini orang punya telinga atau tidak sih, napas Maya berburu penuh emosi, ia kembali melanjutkan langkahnya menuju apartemen. "Hari ini kau tak ingin bertengkar?" Maya berbalik, ternyata orang ini berjalan di belakangnya.

"Kau! Kau mengikutiku?" jerit Maya.

"Najis! Kau lupa kita tetangga yang tak pernah akur." Ingin sekali Maya membuka high hells miliknya, lalu melemparkan ke wajahnya.

"Hehe … aku harap kau cepat pindah dari apartemen ini."

"Kau saja yang pindah dari sini, aku tidak akan pernah pindah, Nona perfect." Maya menghentakan kakinya berulang kali, manusia gak ada adat, dia akan memberikan racun ke pria ini, biar cepat mampus.

"Edgar!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top