Tidak Menyangka [Daffa]
Hari ini cuaca sedikit mendung, namun udaranya cukup segar dan menenangkan. Walau tanpa sinar matahari, Lily tetap tenang duduk di teras sambil memandang langit mendung.
"Hari ini akan hujan lagi," ucapnya sambil tersenyum kecut.
Setiap sore, ia akan selalu menunggu jadwal kepulangan sang kakak pulang di teras. Tugas negara yang membuat kakak laki-lakinya untuk selalu berpergian demi tanah air.
Pernah suatu hari saat Lily tengah tidur di kamar, dan Bagas—kakak Lily—pulang dengan memar di seluruh wajah. Dari situ sang adik akan selalu menunggu untuk membantu Bagas.
"Apakah dia akan pulang telat, hari sebentar lagi akan hujan." Terbukti dari langit yang gelap dan udara mulai menusuk kulit.
"Sepertinya sebentar lagi, ayo semangat Ly. Kak Bagas pasti pulang dengan wajah bangga." Berusaha keras ia menyemangati diri sendiri walau langit yang sudah menurunkan rintiknya.
Ditengah menunggu kedatangan kakaknya, pemuda bernama Adi lewat sambil menggunakan payung. Ia heran melihat Lily yang di luar rumah dalam keadaan hujan lebat.
Adi berjalan mendekati. "Kenapa di luar saat hujan begini?"
"Menunggu kak Bagas, kau ada janji dengan kakak? Mau mampir dulu?" tawar Lily yang tengah menyambut Adi dengan lembut.
Adi hanya menatap kosong lalu berucap,"lebih baik kita masuk, aku akan menemanimu sampai kak Bagas pulang."
Lily dan Adi masuk ke dalam, karena keadaan yang hujan deras tidak ada percakapan sama sekali antar mereka. Entah karena enggan atau merasa canggung berduaan di dalam satu ruangan.
"Ano/itu," ucap mereka dalam waktu yang bersamaan.
"Kau saja duluan," ujar Lily dengan wajah menahan malu.
"Tidak, kau saja. Aku bisa setelahnya," ucap Adi. Karena tidak ingin berdebat panjang, Mau tidak mau Lily menarik napas sejenak.
"Kau dan kak Bagas kenapa bisa sedekat ini? Apakah kalian dulu satu kelas kemiliteran?" tanya Lily.
Adi hanya tersenyum tipis. "Tidak, Aku dengan kakakmu bisa akrab, karena saat aku berada di Amerika dia yang menolongku dari penjahat di sana," jelas Adi.
Lily hanya mengangguk paham, sesekali tersenyum merasa bangga memiliki kakak sehebat Bagas. Ternyata jasanya sangat berdampak baik. Apalagi saat mereka berjalan di taman, kakaknya selalu memberi uang saku untuk anak jalanan.
"Ternyata kak Bagas pintar bahasa asing, baru tau aku," kikik pelan membayangkan wajah sang kakak tengah berbahasa asing, pasti sangat lucu.
"Jadi kau ingin bilang apa?" tanya Lily.
Adi terdengar menghela napas berat lalu tersenyum tipis. "Tidak jadi, aku izin pamit. Kau tidurlah dulu, mungkin saat bangun kak Bagas sudah datang," ucap Adi.
Lily hanya mengangguk pelan, lalu mengatarkan Adi ke depan pintu. Saat pintu tertutup, keadaan rumah menjadi sunyi, ia sendiri sambil menunggu sang kakak pulang.
Ucapan Adi ada benarnya, lebih baik ia tidur karena jam mulai larut malam. Bagas tidak akan luka, ia bilang hanya tugas mengurus laporan.
"Semoga saatku bangun, kakak sudah ada." Lily memasuki kamarnya dan tidak lupa mengunci pintu, kakak beradik itu memiliki kunci duplikat masing-masing.
***
Suara bising di arah dapur membuat Lily terbangun dari tidurnya, kamar yang langung terhubung dengan dapur. Tidak heran ia terbangun karena suara serta aroma makanan.
"Hm ... siapa yang berisik di dapur," ucap Lily dengan suara khas orang bangun tidur.
Ia perlahan mendekati sumber suara, alangkah terkejutnya melihat sang kakak sedang bergulat dengan masakannya. Bergegas Lily memeluk belakang. "Akhirnya Kakak pulang, aku sangat merindukan Kakak."
Bagas tampak terkejut, namun tersenyum tipis saat melihat sang adik yang ia rindukan juga. "Kakak kemarin pulang telat, karena harus mengurus soal PD 3," jelasnya.
Lily memandang bingung, ia tidak paham yang dimaksud oleh Bagas. "Perang, sejenis itulah."
"Aku tidak perduli, yang jelas Kak Bagas sudah di sini," ucapnya lalu semakin memeluk erat.
"Lepas dulu, Kakak sedang memasak makanan kesukaanmu. Tunggulah di meja, nanti Kakak antar ke sana," titahnya dengan gesit Lily menurut.
Dengan sabar Lily menunggu di meja makan, saat Bagas datang dengan makanan di tangan, Lily tampak tersenyum senang.
"Tidak biasanya Kakak begini, pasti ada sesuatu," ucap Lily dengan nada menggoda.
Bagas hanya tersenyum tipis, lalu meletakkan lauk pauk ke piring sang adik. "Kak Bagas ngga luka kan? Tumben jadi kalem beneran,"sambung Lily.
"Tidak, Kakak hanya ingin memandang wajah manja adik centik Kakak," ucapnya tersenyum penuh arti.
"Aku ngga manja yah, Kakak aja yang sering manjain," protesnya dengan tingkas menggemaskan.
Udara sejuk setelah semalaman hujan menambah suasana bahagia Lily bertambah, ia bahagia saat Bagas berada di rumah dan memanjakannya walau Lily sering mengelak.
"Kakak kapan tugas lagi?" tanyanya.
Jujur saja, setiap kali sang kakak tugas militer, ia sangat khawatir dengan keadaan Bagas. Apalagi sang kakak adalah keluarga satu-satunya setelah orang tua mereka pergi ke tempat-Nya.
"Aku hanya pulang sebentar untuk pamit, setelah ini Kakak akan pergi ke tempat yang jauh," ucapnya.
"Maksud Kakak?"
"Abaikan, makan yang banyak agar kau tambah gendut eoh." Bagas memanjakan Lily saat makan dan sesekali mendapatkan protes dari sang adik.
Wajah penuh bahagia tercetak jelas selama sarapan, entahlah. Sekarang Lily sedang bahagia dan tidak ingin jauh dari Bagas walau sebentar.
"Kak Bagas kenapa ngga ikut makan? Ini beneran mau bikin aku gendut?!" ucap Lily dengan nada marah yang dibuat-buat.
"Tidak sepenuhnya salah, Kakak ingin kau memakan masakan Kakak. Karena setelah ini kau akan memasak sendiri." Saat mendengar ucapan itu Lily langsung menghentikan makan dan menekuk wajahnya.
Bagas was-was, sepertinya sang adik akan mengamuk besar. "AKU NGGA AKAN MASAK SENDIRI, KAK BAGAS HARUS MASAKIN AKU." Seperti yang ia duga.
Bagas hanya terkekeh pelan dengan sifat ganas sang adik, memang Lily tidak terlalu bisa memasak, biasanya saat ia tugas keluar. Lily selalu membeli makanan warung.
"Iya iya, habisian makanmu. Ada yang ingin kakak sampaikan," ucap Bagas.
Mendengar itu, Lily melanjutkan makannya dengan cepat dan sesekali ditegur karena Lily tersedak lauk pauk.
***
Seperti yang dibilang Bagas, ada yang ingin dia sampaikan. Sekarang mereka berdua tengah duduk santai di ruang tamu. Tidak ingin membuang waktu lagi, Lily langsung memecah obrolan.
"Katanya ingin ngomong, dari tadi cuma diam. Huff," protes Lily.
Bagas menghela napas. "Kakak bingung harus ngomong dari mana."
"Oh iya, sebelum itu Kak. Kemaren Adi dateng ke sini entah buat apa," ucap Lily.
"Sepertinya dia ingin mengambil barang," balas Bagas.
"Setelah ini, kau harus temui Adi dan berikan barang itu, sampaikan maaf juga," sambungnya dengan suara rendah.
"Kakak sehatkan? Kenapa wajah Kakak pucat sekali?" tanyanya dengan wajah khawatir.
"Dengarkan Kakak, apa pun yang terjadi kau harus kuat. Lily adik pintarkan?" tanya Bagas dan dibalas anggukan oleh Lily.
"Iklaskan Kakak untuk pergi, dunia kita sudah berbeda."
Ding ding!!
Suara bel mengalihkan perhatian Lily, ia menatap wajah Bagas lalu membukakan pintu. Ternyata Adi yang membunyikan bel.
"Ada apa?" tanya Lily.
"Sebenarnya berita ini harus aku kabarkan kemarin, namun aku tidak sanggup ..."
"Kakakmu ...."
"Sebelum itu, aku minta maaf. Tapi ini kehendak Tuhan."
"Bisakah kau langsung ke intinya?" ucap Lily dengan protes, karena Adi sangat alay menurutnya.
"Kak Bagas gugur dalam perang dunia ketiga."
Satu kalimat penuh arti, air matanya perlahan menetes mulus. "Kau bercanda?"
Adi menggeleng."Ini faktanya, kak Bagas telah pergi. Jasadnya tidak ditemukan karena jatuh ke laut."
"Kau bercanda! Kak Bagas ada di dalam, ia memasak makanan untukku! Jangan bilang hal aneh tenang kakakku!!" Emosi Lily naik sampai kepala. Ia memukul-mukul Adi dengan keras.
"Iklaskan kak Bagas, ia gugur dalam perang saat ingin menyelamatkan korban." Adi menarik Lily ke dalam pelukkannya.
Lily menangis besar, ia sungguh tidak percaya Bagas telah pergi. Baru sebentar ia bermanja dengan sang kakak.
"Dia sudah tenang di sana, dia pahlawan Ly."
~~~END~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top