SIX STEP-Lee Jeno (21+ Alert!!!!) pt. 1 [Lala]

Pembaca yang budiman, jika kemarin Lady Courtney kembali dengan gaun hijau yang mempesona membuat para pengagumnya tak berhenti mengaga. Maka kali ini, di season ini, kita akan membahas bagaimana kembalinya Miss (Y/N) yang tragis dan juga mampu membuat siapa saja ternganga.

Saksi mengatakan kalau Miss (Y/N) tidak dapat berdansa dan dengan liciknya menghancurkan patung Count J, yang katanya dipahat oleh tukang pahat terkenal dari italia. Sungguh malang nasib Miss (Y/N), penulis berasumsi kalau dia tidak akan menikah tahun ini. Ha, siapa yang ingin menikahi wanita tanpa etiket?

-lady whistledown

.

Kau berjalan kesana kemari didepan pintu ruang tehmu gelisah menunggu Johnny yang sedang berpesta dengan berkas-berkas bisnis diruangannya sambil tak henti menggigiti kuku jarimuーkebiasaan yang dibenci Johnny karena menurutnya bukan etiket yang tepat untuk perempuan bangsawan sepertimuーSambil mengetuk-ngetukkan kakimu dilantai.

"Sore, (Y/N)?" Seru Johnny dengan sumringah lebar yang tak biasa darinya. Ia melewati sofa beludru Hijau jambrud didepannya dan memutuskan untuk menyangga bokongnya dengan kabinet tempat dimana peralatan melukismu disimpan.

"Demi tuhan John, duduklah disofa." dengusmu kesal sambil menyodorkannya perkamen hijau jambrud yang senada dengan warna sofamuーperlu diketahui kalau Johnny ini penggila warna hijau Jambrudーdan duduk disofa dengan kaki yang kau silangkan membuat Johnny mengernyit tak suka.

"Oh" serunya merasa hiba, "sepertinya orang ini sudah kelewatan." berbanding terbalik dengan raut wajah Johnny yang tampak setuju-setuju saja dengan apa yang ditulis oleh penulis kolom gosip itu.

"Demi tatan rambut tuan Jay, sudah kubilang itu gara-gara lebah!"

"Miss (Y/N), etikamu."

Kau menatap wajah abangmu ini penuh damba, antara ingin menghajarnya atau membunuhnya—ini adalah tahun ke 4-mu menghadiri season dimana yang seharusnya kau sudah menggaet tangan para bangsawan baik-baik dan menikah. Katakan selama ini kau gagal karena harus mempelajari bahasa inggris yang susahnya minta ampun, serta belum cukup pantas untuk ukuran bangsawan sepertimu tapi kali ini. Bahasa inggrismu sudah bagus, ya walaupun masih belum memiliki etiket seperti bangsawan pada umumnya tapi setidaknya kau bisa dikatakan siap untuk menggaet lengan para bangsawan yang kau rasa pantas untuk menjadi suamimu. Bahkan Johnny mengakui itu.

Dan persetan dengan yang terjadi di ruang dansa Count-J yang diadakan di Bluegate Fields kemarin. Jika saja lebah sialan itu tidak mengikuti bunga lilac yang diberikan seorang Viscount asing yang baru memulai debutnya, dan mengaku bernama Eric Winter, maka kejadian memalukan ini tidak seharusnya terjadi. Dan sialnya kau harus menahan malu dan jutaan kenyataan pahit kalau, tak akan ada pria yang akan menikahimu. Tidak tahun ini. Dan kalau saja berita gosip itu tidak disiarkan melalui koran harian milik Rayshaw Daily's yang terkenal itu maka kau tak akan merasa semalu ini sekarang.

"Kita kembali ke London barat saja?" tanya Johnny mengetahui apa yang akan kau katakan dan membuatmu mengangguk gemas.

"Di sana aku bisa menghadiri beberapa jamuan makan dan, segera menikah. Dan belum lagi pesta besar yang akan diadakan di Westminster Abbey, aku yakin kan padamu disana ada kafe kecil bernama Diavon's oh playboy spertimu pasti tak tahu betapa baik-baiknya para pria yang ada disana dan. Ehem, mereka kaya."

Johnny menggeleng tidak setuju, "penulis kolom gosip ini memiliki pembaca setia diseluruh penjuru London. Bahkan sampai ke pelosok desa seperti Somsert dan Haynes, kalau kau ingin lari pilihannya ada dua. Itali atau Prancis. Dan Diavon's," Johnny terkikik sambil mengeluarkan kartu keanggotaannya, "aku tahu benar seperti apa Diavon's itu sayang"

"Yang benar saja!" dengusmu tanpa sadar meraih tali korset didepanmu ingin melonggarkannya demi mendapat banyak udara namun setelahnya kau tahan ketika seorang berwajah asia sama sepertimu berdiri ambang pintu dengan raut wajah kakunya.

Kau tarik lagi kesan asia kental yang barusan kau lontarkan. Laki-laki itu tampak tak asing bagimu, rahangnya tegas, bibirnya indah, bola mata coklat hazel yang menggoda, serta perawakan atletis dan tataan rambut pirangnya yang modis. Dia tampak seperti playboy, bukan sekedar playboy biasaーtapi seperti laki-laki terhormat yang memiliki banyak wanita simpanan. Dia tampan sekali! Tapi bukan itu yang menarik perhatianmu.

Melainkan bagaimana sorot matanya yang tajam dan tegas yang ia layangkan ketika dia melihatmu serta, bagaimana ia membasahi bibir bawahnya yang berwarna merah muda itu . Sungguh, jika kau adalah seekor puma betina maka sekarang kau akan mencium aura seorang jantan yang dominan. Dan itu sangat memabukkan.

"Jeno!" seru Johnny membentangkan tangannya lebar-lebar menyambut lelaki itu untuk masuk.

"Selamat sore" ujarnya dengan senyum yang dipaksakan.

Ia melangkah melewatimu kemudian duduk diatas sofa dengan tanpa memberikan salam kepadamu, lebih tepatnya dia mengabaikanmu.

"Jeno ini adikku Miss (Y/N)" kata Johnny kemudian menggerakkan lonceng untuk menyuruh pelayan membawakan jamuan sederhana keruangan ini. "dan (Y/N) ini Count Jeno, teman lamaku di Oxford."

"My Lord" katamu meletakkan tanganmu diatas dada dan menunduk hormat.

lelaki itu seperti mempertimbangkan, apa aku harus mengecup tanganya atau sekedar mengangguk untuk balas menyapa dan dia memilih mengangguk hormat membuatmu berpikir, apakah aku semenjijikkan itu? Dan kau berani bersumpah, siapapun penulis kolom gosip yang nama dan rupanya tak dikenal oleh publik itu. Kau akan mencarinya bak Sherlock Holmes yang ingin mencari pemilik rumah sutra dan membunuhnya serta menenggelamkan mayatnya di danau Serpentine.

Kau mengangkat dagumu untuk terlihat seperti kebanyakan bangsawan pada umunya, namun setelahnya kau menghembus nafas kasar ketika aroma kue kering yang baru dipanggang menyeruak masuk membelai lubang hidungmu.

"Ruth, apa itu resep nenek?" katamu menggunakan bahasa China, membuat Jeno tersentak kaget. Ruth mengangguk menggunakan bahasa isyarat.


"Ah, begitukah?" gumammu kecewa dan hanya bisa memandang kue kering itu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Boleh aku tahu apa katanya?" kata Jeno penasaran, karena ia yakin kalau bahasa isyarat Ruth tampak berbeda dari bahasa isyarat pada umumnya.

"Dia bilang ada kacang-kacangan disitu." jawabmu tanpa menolehkan pandanganmu dari kue kering yang ada dihadapanmu. "dan aku tidak boleh memakannya."

Dari wajahnya kau bisa tahu kalau Jeno seperti akan bertanya kenapa kau tidak bisa memakannya? Namun Johnny memotong. "(Y/N) bisa tolong ambilkan jarum akupunturku dikamar?" katanya kemudian duduk dihadapan Jeno.

kau mengangguk tanpa menjawab kemudian berjalan dengan tidak elegannya membuat Johnny berteriak lagi "tegakkan punggungmu!" sebelum Ruth menutupkan pintu dibelakangmu.

ada banyak hal yang memenuhi kepalamu sekarang ini, kenyataan siapa itu Count Jeno serta kenapa wajahnya tampak tak asing bagimu. Dan, kenapa dia memperlakukanmu seperti wanita simpanan yang menjijikkan?

kau berbisik pelan dalam hati, apa aku ada buat salah sebelumnya? kenapa dia memperlakukanku sebegitunya? Toh aku baru berjumpa dengannya! Sebelum kau mematung jijik melihat pemandangan kamar Johnny yang tampak seperti kandang babi.

"Ruth, tolong bantu aku mencari kotak akupuntur yang dimaksud Johnny ." ujarmu lembut kepada Ruth yang berjalan dengan badan yang sedikit membungkuk didepanmu.

Ruth ikut mematung melihat kasur Johnny yang berantakan dengan kain dan baju yang berserakan dimana-mana. Lalu dia menggerakkan tangannya mengomel.

"Ya, aku tahu. Tapi apa daya, seorang Viscount kesepian seperti Johnny pasti memiliki banyak wanita simpanan untuk melampiaskan nasfunya. Dan sialnya dia bermain disini malam kemarin." gumammu sedikit terkekeh melihat raut wajah Ruth yang terlihat antara setuju dan tidak dengan perkataanmu barusan.

. 🀄️.

"Dia tidak masuk kedalam daftar wanita yang kuinginkan jadi mari kita hapus namanya" kata Jeno langsung pada intinya ketika ia melihat (Y/N) keluar dari ruangan ini.

"baik, kita hapus namanya." kata Johnny tanpa perlawanan. "kalau begitu kau masih bersedia menjadi gurunya?"

Jeno memejamkan mantanya, "apa dia separah itu dalam menari?"

Johnny menggeleng. "Kau tau, budaya kalian sangat tidak praktis." Johnny melangkah untuk mengganti teh Chamommile panas yang masih menggepul dengan segelas Brandy dan memberikannya kepada Jeno. "Di china dia merupakan penari terbaik, dengan tali."

"Dengan tali." ulang Jeno mendengus tak percaya.

"Apa madam Tiffany sungguh mempesona sampai kau tidak ingin membuka kerudung yang menutup matamu terhadap adikku?" kata Johnny sambil tertawa.

Dia tahu pasti kalau (Y/N), adiknya adalah wanita tercantik sepanjang ajang musim tahunan yang sedang diadakan di London. Namun karena kecerobohannya serta sulitnya bagi (Y/N) beradaptasi dan belajar budaya baru membuat hampir satu komplek pria baik-baik di Suffolk tempat mereka tinggal memutuskan untuk balik badan darinya.

Jeno mengidikkan bahunya, "dia menghancurkan pahatan ibuku. Nyaris membuat patung itu terlihat seperti korban mutilasi. Astaga apa dia titisan Jack the ripper?!" katanya ngeri. Ia bahkan memegang lehernya sendiri mengingat kalau leher patung itu lah yang pertama rusak dibandingkan bagian yang lain.

"Ah!" pekik Johnny tak tahan untuk tidak tertawa. "menari dan bahasa prancis, tak lebih." kata Johnny lagi.

"Kenapa bahasa prancis?"

Johnny memegang dagunya seperti memikirkan kalimat yang tepat untuk menggambarkan situasi adiknya kemudian dia hanya mengatakan. "kalau (Y/N) tidak berhasil menggaet tangan bangsawan pada akhir bulan maka sangat menyayangkan kalau, ehem, kalau aku harus membawanya pergi ke paris. Aku akan memalsukan datanya, dan mencarikan pasangan yang tepat untuknya. Dan, Ya! kau tahu betul kenapa dia butuh belajar bahasa prancis."

Jeno sebenarnya tidak mau peduli, namun. Ada desakan keingin tahuan yang entah didasari oleh apa dalam dirinya sehingga dia berkata setengah bergumam. "kemana?"

"Beaumount Sur-mer, Paris. Aset orangtuaku ada satu disana." kata Johnny kemudian dia nyaris menyemburkan Brandy kesukaannya saat melihatmu masuk menenteng celana dalam seorang wanita dengan renda merah jambu yang menggemaskan tepat kedalam ruangan ini.

"Sudah kubilang jangan buang benihmu dirumah ini." katamu garang, lupa kalau Count Jeno masih berada disana dengan raut wajah kaget yang tak dapat disembunyikan olehnya.

"(Y/N), dengar. Bagaimanapun aku ini abangmu, kau tidak bisa membunuhku.." ujar Jhonny pelan-pelan meletakkan gelasnya keatas meja mahoni kecil didepannya.

"Kenapa tidak? Membunuh saudara kandung itu legal di London. Bukankah begitu My Lord?" Jeno yang merasa tiba-tiba diajak bicara hanya bisa menggumam pelan dan mengangguk canggung. "kenapa kau tidak pulang dan memberiku waktu untuk menguliti abangku?" katamu lagi.

"Jangan tinggalkan aku." bisik Johnny sambil berlutut.

"My lord, pulanglah selama aku memintamu secara baik-baik dan terhormat."

Namun, Jeno menggeleng, "mohon maaf Miss (Y/N) sepertinya anda tidak bisa mengulitinya karena sebagian otaknya adalah milikku. Dan karena otaknya lah kau bisa menggunakan gaun satin mahal serta menikmati hidangan diberbagai jamuan tahunan mewah yang diadakan di london, dan juga mengganti rugi patung Count J yang nyaris termutilasi sempurna karenamu."

Kau membuka mulutmu ingin membantah ucapan Jeno, tapi dia lebih dulu membuka mulut.

"Kalau begitu John, kenapa kita tidak ke mansionku saja dan membahas perkembangan tembakau bulan ini?"

Johnny seperti berteriak terimakasih kemudian menggandeng sahabatnya penuh sayang keluar dari rumahmu, meninggalkan dirimu yang tenggelam oleh amarah.

"Oh, aku tak suka laki-laki angkuh itu!"

Hari ini Johnny tidak dirumah, ia menghadiri pesta di Manure seorang diri, selain kau yang memilih untuk tinggal Johnny juga berkata kalau kau ada baiknya bertemu dengan seorang guru yang akan melatihmu banyak hal, contohnya menari.

Kring!!!

Kau menolehkan pandanganmu dari kertas kanfas yang ada di depanmu kemudian berteriak, "Ruth. Ruth loncengnya berbunyi, tolong lihatkan siapa yang datang aku sedang melukis." kau kembali mencondongkan badanmu untuk mengambil kuas baru tapi terhentikan akibat gedoran brutal yang diciptakan tamu tak beradab di depan sana.


"RUTH KAU DIRUMAH?! Ck, Ruth kau membuatku kesal" Kau mendengus kesal serta melepas celemek yang kau gunakan secara kasar dan berjalan keruang utama.

"Astaga (Y/N) apa kau tuli? Aku sudah berdiri disini selama lima puluh lima menit!" Sembur si tamu yang tak lain adalah Count Jeno.

Kau mempersilahkannya masuk dan memandangnya penuh sinis, "My lord, bukannya aku lancang ingin mengusirmu seperti kulakukan kemarin tapi aku akan menerima tamu sekitar- tidak mungkin, jangan biang kalau kauー"

"Bonne après-midi, je m'appelle Jeno. Je suis ton professeur aujourd'hui" ujar Jeno dengab sombongnya sambil menyodorkan tangannya membuatmu ternganga.

Kau terkekeh pelan, dan menyambut tangannya. "Je pense que ma vie est maudite. pensez-vous que je ne parle pas français?"

Kini Gantian Jeno yang terbelalak, bukannya Johnny bilang kau tidak bisa bahasa prancis, tapi mengaoa barusan kau bisa selancar warga asli prancis sana? Ah, Ini pasti akal bulus Johnny agar dia bisa terus berdekatan dengan adiknya.

"Oui, ta vie est maudite," kata Jeno yang kemudian berjengit kesakitan akibat kau yang meremas tangannya kuat-kuat.

"Tidak usah melihatku begitu. Aku menghabiskan hidupku belasan tahun di perpustakaan my lord jadi wajar aku bisa berbicara bahasa perancis selancar warga asli disana. Aku juga meminta Johnny untuk mencarikanku seorang teman agar bahasa prancisku terdengar lebih baik lagi." Kau mempersilahkannya duduk.

Beamount Sur-mer, pulau dimana para lesbian berkumpul. Apa kau akan bertahan di pulau yang seperti itu?" Jeno menyilangkan kakinya menatapmu tajam, sulit bagimu mengartikan apa maksud dari tatapannya serta mengapa dia tiba-tiba membahas pulau itu.

Tapi kau bukanlah tipe para bangsawan yang suka mendesah sedih atau mengeluh akan beratnya hidup seperti para kelompok perempuan cantik yang kau temui di jamuan makan terakhirmu di kediaman Coun J. Kau mengidikkan bahumu "Well, setidaknya Count J tidak akan mengata-ngataiku lagi dengan gosip murahannya."

"Murahan?"

Kau memutarkan bola matamu, "Bukankah itu jelas? Kalau dia seorang wanita maka dia berada di kelas terbawah dan kalau saja si penulis kolom gosip itu adalah seorang lelaki, oh tuhan-"

"Mau kau apakan dia kalau ternyata dia adalah seorang lelaki?" tanya Jeno dengan suaranya yang terdengar jauh lebih rendah dibandingkan yang sebelumnya.

"Aku akan membuatnya ikut merasa malu."

Namun, Jeno terkikik, belum pernah ia mendengar seorang wanita bangsawan mengucapkan kata ancaman segamblang itu, setiap wanita di Suffolk lebih tepatnya. Mereka kebanyakan menangis tersendu-sendu dan berakhir melanjutkan hidup di Itali, ya walau kau juga akan pergi dari London tapi sosoknya yang unik pasti akan membuat Jeno merasa kehilangan.

Jujur, sebenarnya kau sudah lama menarik perhatian Jeno, waktu itu, pada malam dimana Johnny berang saat mengetahui adiknya menjadi laskar lautan bersama para pelaut rendahan tertawa dan berinteraksi bersama dengan kaum miskin tanpa adanya hambatan dinding kasta. Saat itu dia hanya menggunakan gaun lusuh dari katun murah yang membuat dirinya terlihat seperti pelayan dengan rambut yang disanggul dengan sesuatu yang panjang dan ber-ornamenkan batu yang digantung diujungnya sebagai hiasannya serta sebuah kipas berwarna coklat susu.

Dia sangat cantik, bahkan pada setiap malam jamuan yang diaadakan di setiap manure, serta kediaman-kediaman mewah kaum elit inggris, kau lah yang selalu terlihat sangat sempurna dan selalu membuatnya menunggu di di pintu utama aula agar ia bisa melihatmu turun dari kereta.

Ia juga melompat kegirangan saat mengetahui kalau dia akan dipasangkan secara khusus oleh Johnnyーmeski dia tampak cuek dan dingin didepan Johnny sesungguhnya Jeno telah bersujud syukur didalam ruangan kerjanya. Tapi, semenjak kejadian itu, kejadian dimana patung pahat yang dibuat ibunyaーyang menghilang entah kemanaーhancur lebur tak berbentuk dan sukses membuatnya pingsan. Jeno menjadi kesal denganmu. Namun rasa kesal itu ternyata terlalu besar dan malah membakar habis perasaannya terhadapmu.

"My lord kau dengar apa kataku?"

Jeno berdeham sambil mengedipkan matanya berkali-kali. "ya" katanya singkat kemudian dia berdiri memandang padang rumput luas yang diakhri dengan garis sungai Themes. "My Lady, apa kau keberatan kalau kita belajar sambil berjalan-jalan dipinggiran sungai?"

Hari tampak sangat indah, dan begitu pula wanita-wanita itu."

Kau menyunggingkan sudut bibirmu mencibir lalu kau tersenyum munafik ketika dia membalikkan badannya. "tentu saja My Lord."

Sebenarnya, jalan-jalan yang dimaksud Jeno adalah menggunakan kaki agar para kelompok-kelompok tertentu yang sedang berkumpul akan menciptakan sebuah gossip baru, namun bukan kau namanya kalau berpergian tidak menggunakan kereta kuda. Sebenarnya bukan karena kau malas, tapi kakimu yang pendek tidak seperti kaki kebanyakan wanita di inggris yang jenjang sungguh menyusahkanmu.

"Lihatlah bunga Lilac itu." katamu membuat Jeno menoleh mengikuti arah telunjukmu.

"Ya cantik sekali," bisiknya pelan.

"Sama sepertiku."

"Oh yang benar saja (Y/N)!" seru Jeno hampir berteriak.

"Kenapa? Akukan memang cantik, hanya saja aku pendek, tinggiku cuma 157 sentimeter. Lelaki mana yang ingin memiliki anak dari wanita pendek sepertiku bukannya wanita tinggi bak Wendy Lockheart yang terkenal itu."

Jeno hanya mendengus kemudian ia keluar dari kereta kudamu dan segera mungkin berjalan mendekati peraian sungai meninggalkanmu yang kesusahan dengan gaunmu.

"Ah JENO!ー"


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top