The Prince Devil [Shifa]
Kata/tema : penguasa
Laki-laki dengan mata tajam, wajah dingin serta berjubah emas itu tengah menatap salah satu panglima perangnya dengan datar, senyum iblis tercetak di bibirnya.
"Kau gagal lagi?" ucapnya dengan nada mengejek.
"M-maafkan hamba yang mulia."
Laki-laki yang dipanggil yang mulia itu mulai beranjak dari dari duduknya, tangannya menarik pedang yang ada di sebelah kursi tahtanya, dengan wajah yang masih sama ia mengayunkan pedangnya ke kepala panglima itu.
Srett
Para penjaga yang ada di sana hanya bisa memejamkan matanya melihat kepala panglima itu menggelinding sampai ke depan pintu masuk ruangan pangeran mereka.
"Tidak berguna," ucapnya dan setelahnya ia membuang pedang itu dan beranjak keluar.
Raviel Algeroz merupakan putra mahkota dari raja sebelumnya yaitu Algeroz, ia merupakan pemimpin sekaligus pencipta negeri yang bernama Velgon. Ia merupakan raja yang terkenal sangat bijak dalam memimpin negeri ini. Namun, tiga tahun lalu Algeroz terbunuh saat berperang dengan negeri musuh bebuyutannya,Elvon.
Saat ini pemimpin Velgon adalah Raviel, satu-satunya anak Algeroz yang berjenis kelamin laki-laki, sehingga secara tidak langsung ia merupakan putra mahkota yang akan langsung memimpin negeri itu. Raviel dikenal dengan sifatnya yang sama seperti Algeroz, tapi tidak banyak yang tahu jika Raviel sebenarnya lebih layak disebut iblis bahkan dengan teganya ia memenggal kepala pengawal maupun panglima setiap minggunya.
Menurut metode phytagoras, nama Raviel memiliki arti yang sangat baik, Algeroz memberi nama Raviel semata-mata juga supaya kelak putranya itu akan tumbuh seperti dirinya dengan kepribadian yang lebih baik.
"Berapa pasukan yang berjaga di depan?" tanya Raviel dengan angkuhnya sembari memainkan wine ditangannya.
"1000 di sayap kanan, 1000 di sayap kiri dan 500 di depan istana yang mulia," jelas seorang yang baru saja ditunjuk sebagai panglima baru.
"Bagus! Silahkan pergi." Panglima itu membungkukkan tubuhnya kemudian keluar dari ruangan Raviel.
Laki-laki yang disebut pangeran itu beranjak dari singasananya masih dengan wine di tangannya, mata tajamnya itu mengawasi pergerakan semua pengawalnya dari jendela yang terbuka, ia bahkan bisa melihat hampir seluruh negeri dari atas sana, karena memang posisi istana Velgon berada di puncak negeri itu.
"Ternyata menjadi seorang penguasa sangat menyenangkan, sepertinya aku harus melakukan lebih banyak hal menyenangkan lagi," ucapnya pada dirinya sendiri, kedua sudut bibirnya terangkat membuat senyuman manis yang penuh akan makna.
Di sisi lain, istana Elvon tengah dilanda kekhwatiran karena ia baru saja mendengar kabar bahwa pangeran Velgon-Raviel akan menyerang istana Elvon, bukannya takut, tapi Alder-pangeran Elvon hanya tidak mau dendam diantara kedua negari itu semakin menjadi-jadi. Ia sudah memutuskan sejak kematian Algeroz, Elvon tidak akan mencari masalah lagi dengan Velgon karena kematian Algeroz juga bukan hal yang disengaja, bahkan Alder menyesal bahwa pasukannya berhasil membunuh Algeroz.
"Mike, tolong kirim utusan ke Velgon untuk menyampaikan pesanku," titah Alder pada penasehatnya.
Mike sedikit bergerak gelisah, "Maaf yang mulia, mengirim utusan ke Velgon sama saja dengan mengirimnya menuju kematian," jelas Mike.
"Apakah Raviel juga akan memenggal kepala utusanku?" tanya Alder. Mike bungkam, namun setelahnya berucap, "tidak ada yang tidak mungkin yang mulia,"
Alder terdiam menatap keluar, memang benar apa yang dikatakan Mike, tidak ada yang tidak mungkin, jika Alder yang datang sendiri pun tidak menjamin dirinya akan kembali dalam keadaan hidup.
"Kalau begitu biar aku yang datang sendiri, aku tidak mau rakyatku ikut menderita hanya karena permusuhanku dengan Raviel," ucap Alder dengan nada tidak bisa dibantah.
"Tapi yang mulia-"
"Mike, kau paling tahu sifatku, biar aku datang seorang diri menyelesaikan semuanya," Mike hanya bisa menghela nafasnya pasrah, jika Alder sudah berkata tidak ada lagi yang bisa membantah.
Keadaan di Velgon berbanding terbalik dengan di Elvon, Raviel sendiri tengah berada di kamarnya, para pelayan mulai berdatangan masuk ke kamar Raviel dengan membawa banyak makanan dan juga pakaian.
"Apakah ini semua yang disiapkan oleh Armon?"
Salah satu pelayan itu maju selangkah.
"Iya tuan," ucapnya masih dengan membungkukkan tubuhnya.
"Simpan di sana dan cepat keluar."
Semua barang-barang itu pun diletakkan di atas meja yang ada di sana, satu persatu pelayan itu berjalan meninggalkan kamar Raviel, namun kejadian tidak terduga membuat beberapa pelayan yang masih di sana, salah satu pelayan di sana tiba-tiba tergeletak sudah tak bernafas dengan belati yang tertancap di kepala belakangnya.
Mereka semua menatap salah satu pelayan itu dengan tatapan tidak tega, tubuh mereka gemetar hebat saat mendengar suara tawa Raviel.
"Kenapa masih di sini? Kalian ingin seperti dia? Berdirilah di sana, aku akan mengabulkan permintaan kalian," ucap Raviel sembari memainkan belati di tangannya.
"Maafkan kami yang mulia, kamu akan segera keluar," ucap mereka semua sembari berasujud di hadapan Raviel.
"Pergilah."
Saat semua pelayan keluar, Armon masuk ke dalam kamar Raviel namun tidak sendiri, ada Alder di sisinya.
"Wah selamat datang pangeran Elvon," sambut Raviel dengan menampakkan senyum manisnya.
"Maaf jika aku datang di waktu yang tidak tepat."
"Memang, seharusnya kau datang sebelum pelayan itu mati, sehingga belatiku memiliki tuan yang lebih berkelas dari seorang pelayan," jawab Raviel masih dengan wajah tenangnya.
"Kau sudah cukup bersenang-senang Viel."
Raviel terdiam saat mendengar panggilan Alder, "Siapa kau berani memanggilku seperti itu?" tanya Raviel dengan nada dinginnya.
"Maaf karena telah pasukanku membunuh ayahmu," rahang Raviel mulai mengeras. "Kenapa kau memanggilku dengan sebutan itu!"
"Karena ... aku saudaramu,"
Raviel berdecih, "saudara? Lucu sekali gurauanmu,"
"Kau terlalu gegabah Viel, kau bahkan tidak tahu musuh terbesarmu," ucap Alder masih dengan wajah tenangnya.
"Sepertinya kau memang ingin mati di sini," desis Raviel tajam sembari menyorotkan kebencian ke arah Alder.
Dengan wajah memerah Raviel melayangkan pedang ke arah Alder, namun tubuhnya seketika jatuh ke bawah saat anak panah menancap di punggungnya.
"Sial!" umpatnya.
"Sudah banyak orang yang pergi karena dirimu, dan kini waktumu untuk menebusnya."
Srett
Pedang yang tadi terjatuh kini membelah dada Raviel, darah segar pun langsung keluar membasahi wajah Alder.
"Semoga kau tidak hidup kembali Vie,l karena kehadiranmu adalah dosa."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top