Revenge [Debin]
Tema : Hujan
Ankatama.
Aku tanya sekarang, apa untungnya berteman dengan gadis iblis itu? Apa manfaat menjadi sosok-sosok babu yang bisa diperalat apa saja olehnya? Tolonglah, tidak ada jawabannya! Mungkinkah semua orang di sini tunduk karena takut? Dasar pengecut.
Mulai dari kali pertama kuinjakkan kaki di sekolah ini, membawa semangat juang dan ambisi tinggi untuk menuntut ilmu di sekolah kebanggaan Indonesia. Bahkan aku tidak sekalipun gentar walau sudah diperingatkan kalau sekolah ini kental dengan senioritas. Aku terus memacu langkahku sembari marapalkan doa agar bisa menjalani hari-hari di sekolah ini dengan bijaksana dan semangat.
Hari pertama, hari kedua, hari ketiga. MOS selesai dan segalanya masih berjalan baik dengan lancar. Namun, dengan sekejab diraup sudah semua rasa tenangku di dada. Si iblis itu, dia yang buat ketakutan dan semua pikiran jahatku jadi nyata.
Bagaimana tidak? Ankatama, si gadis dengan sejuta pelanggaran dan kekuasaannya itu, melemparkan seliter jus jambu tepat ke sekujur badanku di lapangan sekolah. Tepat sepulang sekolah dan 3 angkatan sekolahku memperhatikan insiden itu dengan seksama, tanpa sedikitpun niat untuk membantu. Bukan lagi malu yang aku rasakan saat itu, aku hanya ingin menangis. Aku bahkan belum mengetahui dimana letak kesalahan yang aku lakukan, lagi pula memangnya tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik saja jika benar aku melakukan kesalahan.
Ini bukan lagi masalah senioritas karena saat aku melapor ke guru, mereka semua diam membisu. Bahkan, tidak pernah sekalipun gadis itu menemuiku untuk menjelaskan segalanya. Masalah kami selesai bukan karena dibicarakan 4 mata, tapi pakai banyak sekali perantara.
Dan kini tepat 5 bulan aku bersekolah di sini, sehingga aku sudah mulai bisa beradaptasi dengan tatapan jijik yang siswa-siswa lontarkan padaku. Oh iya, sejak hari dimana gadis iblis itu menyiramku dengan seliter jus jambu, aku dicap sangat menjijikkan oleh semua orang.
"Wih, ada si cepot nih! Ahai, gimana kabar lo cepot?"
Aku menatap kedua siswa itu tajam. Selalu, seperti biasa, bukannya takut tapi mereka malah semakin gencar menggangguku.
"Jangan galak-galak dong, manis!"
Memutuskan untuk tetap berjalan tanpa mempedulikan mereka, aku rasa adalah yang terbaik. Di belakang sana, mereka masih terus mengejekku. Aku tak lagi ambil pusing seperti dulu, namun kini dendam yang membungkamku.
Aku berjanji akan membuat iblis itu menangis sederas jus jambu yang ia siramkan tanpa aba-aba kepadaku dulu.
"Kai."
Aku berbalik, dan mendapati seorang gadis dengan jaket warna birunya. Itu Fayola, teman SMP-ku sebenarnya, tapi mulai detik itu aku menganggapnya penjilat. Detik dimana semua rasa sakitku datang begitu saja, dan dia bertindak seolah tidak mengenalku. Oh ya, belakangan ini aku selalu melihatnya bersama si iblis itu.
"Gue ganggu, nggak?"
Aku mendengus kesal, "Apa?"
"Hehe, gue cuma mau ganggu lo sebentar kok. Dan gue mau kasih ini aja buat lo," ujarnya seraya menyodorkan selembar undangan berwarna hitam di depanku. Tanpa basa-basi, aku mengambil undangan itu.
'Bagus, lo terpilih kalau dapat undangan ini. Bukan berniat maksa, enggak usah kepedean! Gue cuma mau undang lo ke Seventeen Party gue lusa malam. Jangan tanya kapan tepat lusa malam itu, karena sudah jelas undangan hanya dibagikan pada hari ini. Diwajibkan datang tepat waktu, pukul 22.00 WIB di Axsoreous Club.
Tertanda,
- Ankashit'
Tanpa aba-aba, kedua mataku langsung tertuju tepat pada Fay.
"Fay, lo nggak gila 'kan? Ini diskotek, Fay. Jangan gila!" luapku cemas padanya. Tapi dia malah terkekeh kecil sembari membalas," Kalau udah ngomongin seorang Anka, gue harus apa lagi, Kai? Enggak ada kata 'penolakan' sama sekali di kamus dia."
"Suka, nggak suka. Mau, nggak mau. Bisa, nggak bisa, ya itu resikonya. Itulah seorang Ankatama," lanjut Fay.
Aku tidak bisa berbohong, ada sebagian di dalam diriku terusik saat Fay berkata barusan. Aku menghela napasku dalam, mencoba mengabaikan segelintir rasa panas yang mengalir tiba-tiba di darahku.
"Fay, asli jangan gila!"
"Gue udah masuk dalam lingkungan mereka, Kai. Bukan lingkaran lo lagi, " ucapnya santai.
Tidak. Tidak mungkin aku mengabaikan sindirannya barusan.
Dengan lantang aku menjawab," Gue enggak akan datang."
Fay tersenyum culas, "Lo takut? Gue baru tahu kalau lo kenal takut, Kai. Bukannya dulu lo yang paling berani, sampai guru aja lo ajak taruhan?"
Aku menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Begitu sakit mendengarnya berbicara semudah itu padahal dia tahu, di sini aku korbannya.
"Maksud lo apa sih Fay? Lo lebih percaya sama orang baru, dibandingkan gue yang udah beberapa tahun kenal lo?! "
"Kai, lo mau tahu? Anka itu orang baik dan dia bisa bertanggung jawab, bukan kayak lo yang tinggalin kasus Sera mati kedinginan begitu aja!" tukasnya tajam. Gadis itu menatapku nyalang, disertai seluruh siratan rasa benci dan sakit yang ia mungkin pendam selama ini.
Aku terpancing dan langsung membalas semua perkataan Fay. "ITU BUKAN SALAH ... " tapi tak bisa aku lanjutkan!
Kini aku benar-benar merasakan hujaman tersakit hingga tak lagi berani. Semua rasa sepi di tengah keramaian yang kubawa selalu kemana pun itu, betul-betul mememenuhi otakku sekarang. Hatiku terus berkecamuk gemas sebab tidak tahu apa reaksi yang tepat untuk perkataan Fay barusan.
"Kenapa diam? Kenapa enggak ngamuk kayak biasanya lo dulu? Merasa bersalah hah?! Iya?!"
Aku terdiam. Menatap tanganku yang kini mulai bergetar. Air mataku benar-benar membendung di pelupuknya. Sekarang, aku mulai kembali tenggelam dalam masa-masa itu.
"Lo ingat? Lo ingat gimana bahagianya Sera sewaktu tahu kalau lo invite dia ke geng kita dulu? Tapi bodohnya, gue malah ikut-ikut lo yang seenaknya jadikan dia babu di geng kita."
Tubuhku bergetar, merasakan gemuruh terdalam yang pernah bisa aku rasakan. Penyesalan, aku benar-benar tidak bisa membalas Fay sama sekali.
"Untungnya Tuhan kasih gue ilham, gue disadarkan kalau apa yang gue lakukan itu salah. Gue kasih tahu ke lo tentang itu semua. Tentang Sera yang juga manusia, tentang dia yang punya hak untuk bilang 'enggak', dan tentang dia yang dilahirkan sebagai anak orangtuanya. Bukan dilahirkan untuk lo jadikan babu!"
Detak jantungku kian semakin berpacu cepat, seakan sedang berusaha menetralisir segala dentuman yang begitu tiba-tiba ini. Sulit.
"Tapi apa lo pernah dengar perkataan gue? Bahkan sekali aja, pernah? Enggak!"
Gemuruh petir menggelegar di seluruh kota, bahkan hingga ke plosok-plosoknya. Diramalkan akan ada hujan angin yang begitu lebat sore ini. Banyak siswa-siswi dengan cepat pergi keluar area sekolah, mengejar kegiatan lain sebelum bisa terhambat oleh hujan ini. Tapi itu lantas tidak akan membuat Fay berhenti menyadarkan Kai, bahwa sebenarnya ini semua merupakan rangkaian pembalasan atas apa yang gadis itu pernah lakukan.
"Lucu kalau mengingatnya, kenapa dulu gue bisa sebodoh itu ya? Sebodoh itu gue anterin Sera ke Hokben hanya untuk belikan lo makan malam, padahal lo sendiri ongkang-ongkang kaki di kastil itu! Kemana kepedulian lo sama Sera yang kedinginan di halaman rumah lo, sampai kehujanan cuma untuk menunggu lo selesai marah karena dia telat 5 menit antar makan malam?"
Terbongkar semua. Tepat didetik itu juga, hujan angin lebat mengguyur kota. Sangat lebat seperti yang diramalkan, seakan mengingat tangisan gadis di halaman salah satu rumah besar kawasan elite kota setahun silam. Hujan yang sama tapi terjadi untuk menemani tangis orang yang berbeda.
"Kalau lo bilang Anka jahat, itu artinya lo memang betul-betul enggak tahu diri! Asal lo tahu, Ankatama adalah kakak kandung Aksera, siswi yang lo bunuh hatinya secara perlahan itu."
Sebuah dentuman lainnya datang membentur hatiku begitu saja. Aku menatap Fayola yang kini menatapku jijik. Dia tersenyum sesaat satu tetes air mengalir dari pelupuk mataku, seraya berujar.
"Siraman jus jambu itu sama sekali bukan apa-apa. Ketidak adilan di sekolah ini, yang selalu lo rasakan itu pun sama sekali belum sebanding sama apa yang Sera rasain. Beruntung Anka enggak pilih jalur hukum Kai, tapi persetujuan sanksi sosial dari sekolah harus lo jalanin sampai lo lulus."
Aksera yang sakit-sakitan tapi malah aku perbudak. Sera maafkan aku!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top